Mongabay.co.id

Bagaimana Memulihkan DAS Rokan yang Makin Kritis?

 

 

 

 

 

Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Rokan makin mengkhawatirkan. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 2010 menyatakan, DAS Rokan satu dari 108 DAS kritis di Indonesia yang harus pemulihan. Ia tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 328/2010. DAS ini melintasi Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Riau, mencakup 12 kabupaten dan 40 kecamatan. Riau merupakan wilayah paling luas.

Sejak ada penetapan untuk pemulihan, lebih satu dasawarsa, belum ada capaian progresif menunjukkan DAS Rokan membaik. Sebaliknya, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dari hulu ke hilir atau sepanjang sungai maupun perairan darat semakin menurun.

Puji Iswari, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera, menyebut,  sebelumnya sudah rampung dua dokumen, terkait rencana pengelolaan DAS Rokan pada 2012 dan rencana pengelolaan sumber daya air pada 2021.

“Apakah masih ada ruang kosong untuk dikuatkan bersama hingga rencana pengelolaan DAS Rokan terimplementasi lebih baik lagi?” katanya dalam satu pertemuan fasilitasi integrasi perencanaan pengendalian pembangunan ekoregion perairan darat Sungai Rokan, Februari lalu.

Laura Paulina, Kepala Bidang Koordinasi P3E Sumatera, memaparkan delapan isu yang melatarbelakangi persoalan ini. Paling utama, soal kelembagaan masih lemah dalam koordinasi hingga upaya konservasi tak optimal.  Kemudian, sosial ekonomi budaya, mencakup kesadaran dan pendapatan masyarakat.

Biofisik DAS Rokan juga menurun karena terjadi kekeringan. Luasan lahan kritis, sedimentasi, penambangan pasir dan batu, juga bertambah hingga longsor kerap terjadi di bagian hulu hingga kawasan lindung tak berfungsi.

Masalah lain, seperti alih fungsi hutan, kualitas air, banjir, erosi tebing serta kebakaran hutan dan lahan.

Pengelolaan DAS, katanya,  meliputi dua hal utama. Pertama, pengelolaan ruang atas lahan. Mempertahankan tutupan lahan dan tidak merusak peruntukan sebagaimana yang ditetapkan.

Kedua, pengelolaan sumber daya air, dengan mempertahankan keseimbangan alam dan perlindungan DAS, agar dapat memberikan manfaat sebaik-baiknya, bagi masyarakat dan pengguna manfaat berkelanjutan dalam jangka panjang. “Tanpa bencana dan kerusakan yang merugikan manusia.”

DAS Rokan, memiliki potensi air 25,57 miliar m3 per tahun. Sedangkan potensi cadangan air tanah mencapai 15.014,78 km2. Namun, katanya,  wilayah sungai ini memiliki sejumlah permasalahan hingga pemenuhan kebutuhan air bersih pun masih menjadi tantangan.

Merujuk dokumen Millenium Development Goals (MDGs) 2015, sekitar 69% penduduk satu kabupaten perlu air baku dan minum. Menurut Harlon Sofyan, Kasi Pelaksanaan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera III, saat ini Sungai Rokan baru tercukupi sekitar 35%.

 

P3E Sumatera fasilitasi pertemuan lintas pemerintah provinsi dalam rencana pemulihan DAS Rokan, 2 Februari 2024. Foto Dokumen P3E Suamtera. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Wilayah Sungai Rokan juga mengalami masalah dalam ketahanan pangan. Di wilayah sungai ini terdapat lahan irigasi fungsional sekitar 75% dari luas potensial 14.271 hektar. Adapun lahan irigasi rawa fungsional hanya 50% dari potensi 35.142 hektar.

“Sangat jauh sekali (perbandingan) antara potensi dan fungsi yang ada, saat ini,” kata Harlon.

Padahal, seluruh kabupaten atau kota di wilayah Sungai Rokan belum swasembada pangan. Intensitas tanam lahan irigasi atau irigasi rawa kurang dari 20% setahun karena keterbatasan pasokan air irigasi di musim kemarau. Padahal, potensi air permukaan cukup melimpah.

Ketersediaan energi juga jadi perhatian di wilayah Sungai Rokan. Guna  mendukung kebutuhan energi, BWS Sumatera III realisasikan pembangunan dua waduk serbaguna, yakni, Waduk Sumpur volume tampung 240 juta m3 dengan kapasitas pembangkit 60,8 MW. Kemudian Waduk Rokan Kiri dengan volum tampung 195 juta m3 berkapasitas pembangkit 74,4 MW di Rokan Hulu.

Waduk Sumpur merupakan sumber air baku siap olah jadi air bersih di Desa Wonosari, Bengkalis.

Sahril, Kepala BWS Sumatera III, bersama Wakil Bupati Bagus Santoso baru saja meresmikan, awal Februari lalu. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan 4.000 jiwa atau 8.000 keluarga.

Dari sumber air ini terpasang sistem pipanisasi 1,4 kilometer ke instalasi Perumda Air Minum Tirta Terubuk Bengkalis.

Adapun Waduk Rokan Kiri sudah lama setop, setelah penolakan besar-besaran warga yang hidup turun temurun di wilayah yang akan dibendung. “Dana sudah tersedia. Rancangan sudah selesai. Tinggal membangunnya. Kita tetap berusaha karena potensi untuk pengairan, irigasi, pemenuhan air baku dan energi,” kata Harlon.

Dia bilang, perubahan iklim secara global juga memicu krisis sumber daya air. Wilayah Sungai Rokan, saat ini, mengalami kemerosotan dalam ketahanan swasembada karena banjir dan kekeringan. Ia diperparah kebakaran hutan dan lahan sekitar 30% terjadi di kawasan konservasi dan lindung.

Masalah lain lagi yang terjadi di wilayah Sungai Rokan, adalah penambangan ilegal seperti di Sungai Batang Lubuh, Kecamatan Bangun Purba, Rokan Hulu. “Di Riau, tak ada satu perusahaan pun memiliki izin penambangan di sungai. Dapat dipastikan penambangan ini masih belum berizin,” kata Harlon.

 

Ribuan jiwa terdampak banjir di Rokan Hilir, Riau, karena luapan sungai kala hujan datang. DAS Rokan yang kritis memicu bencana. Foto: BPBD Riau

 

Masalah dan solusi

Anton Sudarwo, Kasi Perencanaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Indragiri-Rokan, mengatakan,  sudah menyusun Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDAST) Rokan jauh hari. Rencana aksinya, meliputi mengatasi kesadaran kurang masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sungai atau DAS dan mengatasi pendapatan rendah.

Selain itu, juga mengatasi lemahnya kelembagaan pengelolaan DAS, alih fungsi lahan, banjir, kekeringan, erosi, sedimentasi sampai penambangan golong c.

“Dalam RPDAS terpadu Rokan itu sudah terbagi rekomendasi, siapa mengerjakan apa? Mulai dari analisa permasalahan, program, kegiatan sampai dengan rencana biaya pelaksanaan,” jelas Anton.

Internalisasi DAS dalam rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) perlu dilakukan. RTRW, katanya,  masih pakai batas administrasi sedang air tak mengenal itu.  “Perlu konsep perencanaan DAS.”

Namun, katanya, ihwal RPDAS terpadu (RPDAST) Rokan masih ada 11 permasalahan, antara lain, belum sepenuhnya terakomodir dalam RTRW Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Ia baru akan terakomodir dalam rencana pengelolaan jangka menengah daerah (RPJMD) kabupaten dan kota.

Selanjutnya, sosialisasi RPDAST Rokan yang tersusun pada 2012, belum optimal dan terdistribusi menyeluruh pada para pihak di kabupaten dan kota. Salah satu contoh, belum ada peraturan daerah tentang pengelolaan DAS di kabupaten dan kota di Riau.

Hambatan RPDAST Rokan tak terealisasi maksimal, katanya, juga karena pengelolaan hutan bukan lagi kewenangan kabupaten dan kota.

Selain itu, ada juga masalah birokrasi, belum ada kesamaan pemahaman dan persepsi tentang pengelolaan DAS, kelembagaan terpadu di wilayah administrasi DAS Rokan, orientasi perencanaan pembangunan masih administratif serta kurang pemahaman tentang DAS Rokan.

Masalah itu, katanya,  juga diikuti dengan kurang pemahaman tentang penanganan hulu-hilir DAS Rokan hingga program tersusun belum memperhatikan sinergitas pembangunan. Ditambah lagi, katanya, kurang keterlibatan swasta dan lembaga non pemerintah dalam perencanaan pembangunan maupun penanganan kerusakan DAS Rokan.

Internalisasi RPDAST Rokan, kata Anton,  baru fokus pada instansi pemerintah. Belum mencakup para pihak yang turut memberikan kontribusi terhadap penanganan kerusakan DAS.

“Belum ada ada leading sektor dari Pemerintah Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara serta kabupaten dan kota untuk internalisasi RPDAST Rokan dalam RTRW maupun RPJMD.”

Anton juga sebutkan sejumlah upaya, seperti penanganan dan pencegahan terpadu terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan di DAS Rokan. Juga memperbarui data masalah dan faktor penyebab kerusakan di DAS Rokan dalam RPDAST Rokan sesuai dengan kondisi aktual. “Karena pasti banyak perubahan, terutama tutupan lahan.”

Selanjutnya, mengidentifikasi penyediaan lapangan kerja di luar sektor pertanian, pertambangan, perkebunan, jasa serta peluang sektor lain di masa mendatang. Diikuti inventarisasi dan identifikasi pengelolaan DAS Rokan berdasarkan potensi sumber daya alam maupun jasa.

Perlu juga diseminasi, sosialisasi dan pendistribusian RPDAST Rokan yang telah ditinjau ulang seluruh pihak. Termasuk, pembentukan Badan Otoritas DAS Rokan, sesuai rumusan hasil rapat koordinasi internalisasi RPDAST Rokan ke dalam RTRW provinsi dan kabupaten serta RPJMD.

Ihwal perbedaan pemahaman dan persepsi mengenai pengelolaan DAS dan kelembagaan pengelolaan DAS terpadu antar pemerintah daerah, perlu sosialisasi lagi. “Ada contoh di Kampar. RPDAS disusun terpotong-potong dan tidak holistik. Maka perlu ditunjuk siapa yang jadi pemimpin penyusunan program kegiatan dan implementasinya,” kata Anton.

Kemudian, libatkan para pihak. agar terwujud one river, one plan and one management. Sistem kontribusi serta pembangunan oleh pengguna DAS Rokan (swasta) terhadap hulu DAS Rokan harus terakomodir di dalam RPDAST Rokan.

 

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah DAS Rokan juga jadi penyebab  makin kritis. Foto: Zamzami

 

Tindak lanjut

Dalam tahap awal pemulihan DAS Rokan, P3E Sumatera akan terjun terlebih dahulu di empat kabupaten, Pasaman, Padang Lawas, Rokan Hulu dan Rokan Hiilir.

Catatan saat ini, indeks kualitas air di wilayah  itu berstatus tercemar. Begitu juga indeks tutupan lahan yang makin menipis terutama di hilir.

Pasaman, merupakan kabupaten dengan lahan sangat kritis terluas, 55.670 hektar, lalu Padang Lawas 8.984,7 hektar, Rokan Hulu 4.579,5 hektar dan 3,2 hektar di Rokan Hilir.

Pasaman juga tergolong wilayah dengan tingkat kerawanan erosi tebing cukup tinggi. Kondisi ini tak dapat dipungkiri lagi. Saban tahun, ada saja pemberitaan media massa yang mengabari bencana  itu.

Empat pemerintah kabupaten, itu sebenarnya sudah menetapkan angka tertentu untuk pemulihan DAS Rokan. Hanya saja, target selalu tidak tercapai. Mereka minta didampingi dalam penyusunan rencana program sampai pelaksanaan. “Ini perlu kita evaluasi bersama,” ucap Paulina.

Puji Iswari menambahkan, langkah dan upaya akan ditempuh dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.  Harapannya, dapat meningkatkan indeks  kualitas lingkungan hidup sesuai standar pemerintah daerah. “Sinergitas dibutuhkan. Kita tidak bisa sendiri untuk konservasi sumber daya alam.”

Paulina juga mengingatkan,  meski pengelolaan sungai lintas provinsi berada di pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak mesti hanya menunggu dan melihat etapi punya kegiatan. Setidaknya, ada satu juta hektar lebih kewenangan tiga pemerintah provinsi yang bisa terlibat dalam pengelolaan DAS Rokan.

 

****

 

Antisipasi Banjir, Lahan Kritis di Pasuruan Perlu Penanganan Serius

Exit mobile version