Mongabay.co.id

Apakah Harimau Jawa Belum Punah? Penelitian DNA Rambut ini Jadi Buktinya

Harimau jawa yang terpantau di Ujung Kulon tahun 1938. Sumber: Wikimedia Commons/Andries Hoogerwerf (29 August 1906 – 5 February 1977)/Public domain

 

 

Harimau jawa telah dinyatakan punah secara ilmiah sejak 1980-an. IUCN [International Union for Conservation of Nature and Natural Resources] Red List secara resmi menyatakan Panthera tigris sondaica bersatus Extinct [EX] atau Punah, pada 2008. Penampakan terakhirnya yang terkonfirmasi adalah tahun 1976 di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur.

Namun, penelitian terbaru di jurnal internasional Oryx yang diterbitkan Cambridge University Press, edisi 21 Maret 2024 berjudul “Is the Javan tiger Panthera tigris sondaica extant? DNA analysis of a recent hair sample”  memberikan informasi terbaru yang dapat menguak tabir keberadaan harimau loreng tersebut, julukan harimau jawa.

Para peneliti Indonesia, Wirdateti, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], bersama tim; Yulianto, Kalih Raksasewu, dan Bambang Adriyantho, mempublikasikan hasil penelitian mereka, setelah melakukan analisis laboratorium terhadap sehelai rambut harimau yang ditemukan pada 27 Agustus 2019, di pagar pembatas antara kebun masyarakat dengan jalan Desa Cipeundeuy, Sukabumi Selatan, Jawa Barat.

 

Harimau jawa ini terpantau di Taman Nasional Ujung Kulon tahun 1938. Sumber: Wikimedia Commons/Andries Hoogerwerf/Domain Publik

 

Para peneliti membandingkan DNA sampel rambut yang diduga harimau jawa itu dengan sampel DNA rambut harimau sumatera, macan tutul, serta spesimen harimau jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense [MZB] tahun 1930, yang semuanya diketahui asalnya.

Hasilnya? Sampel rambut itu dimiliki oleh harimau jawa dan termasuk kelompok yang sama dengan spesimen yang dikoleksi di MZB.

“Setelah melalui berbagai proses uji laboratorium, hasilnya adalah kesamaan sampel rambut harimau jawa tersebut mencapai 97,8% lebih,” jelas Wirdateti, dalam diskusi Bincang Alam di kanal Youtube Mongabay Indonesia, Kamis [28/3/2024].

 

 

 

Wirdateti menjelaskan, analisis genetik DNA yang memiliki tingkat sensitivitas, sangat diperlukan untuk menjelaskan perihal taksonomi harimau tersebut. Selanjutnya, langkah yang dilakukan adalah merekonstruksi filogeografi dan demografi untuk menyelidiki nenek moyang genetik subspesies ini.

Ekstraksi DNA total yang dilakukan menggunakan Dneasy Blood & Tissue Kit. Protokol tersebut telah dimodifikasi dengan menambahkan proteinase, karena tingginya kandungan protein pada rambut.

“Amplifikasi PCR seluruh sitokrom b mtDNA dilakukan dengan primer khusus untuk harimau. Lalu, seluruh hasil sekuens nukleotida disimpan menggunakan BioEdit dan diserahkan ke GenBank.”

Berikutnya, urutan komplemen antara primer forward dan reverse diedit menggunakan Chromas Pro.

“Semua urutan nukelotida dugaan harimau jawa ini dibandingkan dengan data sekuen Genbank National Center for Biotechnology Information [NCBI]. Penyelarasan DNA dilakukan menggunakan Clustal X dan data dianalisis menggunakan MEGA,” terangnya, dikutip dari situs BRIN, Minggu [24/3/2024].

Sebelumnya, untuk memperkuat observasi, Wirdateti bersama tim menanyai langsung Ripi Yanuar Fajar, masyarakat setempat yang melihat harimau tersebut, di lokasi ditemukannya sampel rambut, pada 15-19 Juni 2022.

 

Inilah sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan, Jawa Barat. Foto: Dok. BRIN

 

Kronologis temuan sampel rambut harimau jawa

Kalih Raksasewu, yang juga hadir sebagai pembicara, menceritakan kronologis bagaimana sampel rambut harimau jawa ini ditemukan.

Peristiwa bermula, ketika Ripi Yanur Fajar, yang juga kenalan Kalih, melaporkan kepadanya jika dia dan empat rekannya melihat seekor harimau di kebun masyarakat di Desa Cipendeuy, Sukabumi pada 18 Agustus 2019 malam.

Untuk memperkuat informasi, Kalih mengajak Ripi ke lokasi harimau tersebut terlihat, pada 27 Agustus 2019. Ripi dan empat temannya mengatakan kepada Kalih bahwa mereka mampu membedakan antara harimau jawa dengan macan tutul.

Kalih pun menelusuri lokasi dan menemukan sehelai rambut di pagar yang dilompati harimau. Di sini juga, dia menemukan jejak kaki dan bekas cakar yang merupakan karakteristik harimau.

“Saya mau tekankan, ini bukan hanya soal penemuan sehelai rambut, tapi pada perjumpaan harimau jawa. Karena, yang melihatnya lima orang,” jelasnya.

Dalam prosesnya, Kalih mengirim sampel rambut itu ke BKSDA Jawa Barat. Dia juga bersurat formal ke Gubernur Jawa Barat saat itu, Ridwan Kamil, agar temuan tersebut ditindaklanjuti pihak terkait.

Selanjutnya, sampel rambut tersebut oleh BKSDA diserahkan ke Pusat Penelitian Biologi BRIN untuk dilakukan analisis genetik, bersamaan dengan beberapa helai rambut harimau sumatera sebagai pembanding.

 

Inilah awetan kulit harimau jawa yang tersimpan rapi di Museum Zoologicum Bogoriense [MZB], BRIN. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Keberadaan harimau jawa

Harimau jawa merupakan karnivor terbesar yang pernah menjadi penghuni Pulau Jawa. Satwa ini pernah ditemukan di Jampang Kulon, Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Pangrango, Yogyakarta, Probolinggo, Blitar, Banyuwangi, Tulungagung, hingga Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur.

“Masih ada kemungkinan, harimau jawa berada di hutan Sukabumi. Kalaupun turun ke desa atau kebun masyarakat, bisa jadi habitatnya terganggu. Tahun 2019, saat rambut ini ditemukan, wilayah Sukabumi hampir satu tahun dilanda kemarau,” jelas Kalih.

Namun, hasil penelitian ini tentu saja tidak bisa menjawab apakah hingga hari ini harimau jawa tersebut masih ada di lokasi itu atau telah mati. “Kami belum pernah mendengar ada laporan ditemukannya bangkai harimau jawa di lokasi itu,” tambahnya.

“Melalui penelitian ini, kami mengidentifikasi bahwa harimau jawa masih ada di alam liar. Untuk itu, perlu tindak lanjut studi lapangan, seperti melakukan pengamatan melalui camera trap, mencari feses atau jejak tapak kaki dan cakarannya. Tentu saja, diperlukan penelitian kolaborasi semua pihak,” ungkap Wirdateti.

 

Begini tengkorak kepala harimau jawa, karnivor terbesar yang pernah menjadi penghuni Pulau Jawa. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Upaya pencarian harimau jawa

Didik Raharyono, pemerhati harimau jawa, kepada Mongabay Indonesia, Kamis [28/3/2024], menyatakan dia bersama tim Peduli Karnivor Jawa [PKJ] dan relawan berbagai komunitas, tidak pernah lelah mencari keberadaan satwa tersebut.

Sejak 1997 hingga saat ini, upaya itu tidak hanya dilakukan di Taman Nasional Meru Betiri, tetapi juga di berbagai lokasi di Pulau Jawa, mulai Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.

“Meski tidak terlihat dalam foto, namun sejauh ini sosok harimau jawa dapat dilihat dari tanda kehadirannya seperti cakar, jejak, dan kotoran. Terpenting adalah langkah apa yang kita lakukan kedepan,” jelasnya.

Didik menyatakan, semua data kehadiran harimau jawa diperkuat analisis taksimetri, agar dapat dibedakan dengan macan tutul yang menghuni hutan Jawa juga. Metode pengujian, penjaringan, dan penilaian informasi langsung para saksi dengan perekaman video, dilakukan juga yang semua itu bisa dilihat di akun Peduli Karnivor Jawa.

“Foto penampakan harimau jawa pada 2018, sebagai bukti, sudah saya presentasikan ke Dirjen KSDAE dan Direktur KKH, KLHK, pada Januari 2019 di Manggala Wanabakti, beserta laporan tertulis. Juga, saya informasikan pada webinar KAGAMA Global Tiger Day, Agustus 2020,” terangnya.

 

Tidak hanya tengkorak harimau jawa, di Museum Zoologicum Bogoriense [MZB] juga terdapat tengkorak harimau bali dan harimau sumatera. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Lalu, bagaimana perkembangan pencarian harimau jawa?

Didik menyatakan, sejauh ini temuan indikasi harimau jawa sejak 1997 hingga 2018, berupa jejak tapak kaki, feses, cakaran di pohon dan tanah, helai rambut, serta spesiemen sisa pembunuhan yang menunjukkan tanda hadirnya spesies tersebut. Namun, foto-foto penampakan harimau selalu dituntut ada.

“Foto harimau jawa 2018 dari masyarakat di tepi hutan itu, diminta pembuktian DNA,” jelasnya.

Sejumlah usaha analisis sampel DNA yang diduga harimau jawa, yang telah dilakukan PKJ adalah:

  1. Tahun 2009, sampel dikirim ke Pusat Riset Biologi Molekuler Eijman untuk bantuan analisis DNA. Namun, PKJ menarik kembali sampel karena hingga batas waktu yang ada belum selesai dianalisis.
  2. Tahun 2014, sampel diserahkan ke LIPI/BRIN, saat diskusi “Harimau Jawa Antara Mitos & Fakta”. Hasilnya keluar pada Februari 2019, yang teridentifikasi macan tutul [untuk spesimen dari Meru Betiri]. Sementara spesimen lainnya terklaim sudah rusak, tidak keluar data material DNA-nya.
  3. Tahun 2014 [Februari], sampel diserahkan ke IPB. Namun, hingga saat ini belum ada data hasilnya.
  4. Tahun 2017, sampel dianalisis di Laboratorium Genetik Fabio UGM. Sampel tidak ter-copy material DNA-nya, karena rusak.
  5. Tahun 2023 [Februari], BRIN bersurat ke PKJ untuk membantu melakukan analisis spesimen temuan koleksi PKJ. Hingga pertengahan 2023, pihak BRIN menyatakan masih kekurangan volume material.

“Langkah konservasi dengan membuat kebijakan perlu dilakukan. Misal, meningkatkan kemampuan lapangan polisi kehutanan serta sosialisasi ke masyarakat, jika “melihat” harimau jawa,” pungkas Kalih, menyampaikan harapannya andai harimau jawa masih ada di hutan-hutan tersisa di Pulau Jawa.

 

Referensi:

Wirdateti., Yulianto., Rakasewu. K., Adriyanto, B. [2024]. Is the Javan tiger Panthera tigris sondaica extant? DNA analysis of a recent hair sample. Oryx, Cambridge University Press, pp. 1-6. https://doi.org/10.1017/S0030605323001400

 

Wawancara Profesor Gono Semiadi: Harimau Jawa Sudah Punah Secara Ilmiah

 

Exit mobile version