Mongabay.co.id

Studi: Jantan Pindahan Ternyata Bisa Meniru Pengetahuan Orangutan Lokal di Lokasi Barunya

 

Orangutan jantan yang pindah ke wilayah baru tampaknya dapat meniru perilaku individu lokal dalam upaya bertahan hidup dan menemukan wilayah jelajahnya di masa depan, menurut sebuah studi.

Orangutan jantan yang telah mencapai kematangan seksual cenderung meninggalkan tempat kelahirannya dan bermigrasi untuk mencari rumah baru di mana mereka akan mengadopsi keterampilan mencari makan yang berbeda. Demikian laporan sekelompok peneliti dari universitas di Jerman, Perancis dan Indonesia dalam makalah studi penelitian mereka yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Ecology and Evolution.

Keterampilan belajar perilaku ini disebut ahli sebagai “peering” yaitu proses ketika orangutan jantan pindahan (migran) secara intensif mengamati individu lokal tertentu yang mereka pilih sebagai panutan selama jangka waktu tertentu.

“Selama beberapa tahun terakhir, kami telah mengetahui jika pembelajaran sosial dilakukan orangutan yang belum dewasa dan primata lainnya,” kata Julia Mörchen, penulis utama makalah ini dan kandidat Ph.D. di Max Planck Institute of Animal Behavior di Konstanz, Jerman kepada Mongabay.

“Namun, pembelajaran alami pada primata dewasa di alam liar sebagian besar masih belum diselidiki.”

Penelitian sebelumnya, menunjukkan orangutan jantan dewasa berpencar untuk mencari habitat baru, sedangkan orangutan betina cenderung tetap berada di dekat wilayah jelajah induknya.

 

Orangutan (Pongo abelii) migran jantan sedang memakan daun pakis pohon, akar pakis sarang burung (Drynaria sparsisora). Foto: Julia Mörchen untuk  SUAQ Project.

 

“Studi kami membuktikan orangutan jantan dewasa mampu belajar dan ‘memperbarui’ pengetahuan, saat mereka berada di ruang ekologi baru yang belum diketahui,” ujarnya.

Mörchen mengatakan penelitian ini adalah bagian dari proyek yang lebih besar dimana mereka ingin memahami bagaimana pembelajaran sosial observasional membantu orangutan jantan yang bermigrasi untuk beradaptasi dengan daerah baru setelah mereka menyebar.

“Kami tertarik memahami bagaimana pertukaran pengetahuan budaya antara orangutan migran dan individu lokal terjadi, dan faktor apa saja yang memfasilitasi situasi belajar itu,” kata Mörchen.

Para peneliti menganalisis 4.009 interaksi sehari-hari antara dua individu dengan dan tanpa kegiatan peering pada 77 pejantan orangutan sumatera (Pongo abelii) yang sangat aktif bersosialisasi di Stasiun Penelitian Suaq Balimbing, Aceh Selatan, Sumatera, dan 75 pejantan orangutan kalimantan yang kurang bersosialisasi (P. pygmaeus) di Stasiun Penelitian Tuanan di Kalimantan Tengah.

Data ini dikumpulkan para peneliti selama periode 2003-2018 dan 2007-2020, mencakup gabungan durasi penelitian selama 30 tahun.

 

Orangutan jantan migran sedang memakan daun rotan tikus (Flagellaria indica). Foto: Guilhem Duvot untuk SUAQ Project.

 

Para peneliti menemukan bahwa tingkat peering orangutan migran mencapai tingkat tertinggi segera setelah mereka tiba, dan lambat laun menurun seiring semakin banyaknya waktu yang mereka habiskan di wilayah tersebut.

Saat peering, orangutan migran diketahui lebih fokus mengamati jenis makanan yang jarang di makan individu setempat, dibandingkan makanan yang biasa dimakan, dan lebih banyak memperhatikan jenis makanan yang membutuhkan keterampilan dibandingkan makanan yang mudah diolah.

Orangutan juga lebih banyak berinteraksi dengan makanan tersebut setelah aktivitas  peering dibandingkan sebelumnya, ini menunjukkan jika mereka mempraktikkan perilaku yang didapat.

Mörchen mencatat bahwa orangutan sangat bergantung pada pembelajaran sosial dan dikenal memiliki budaya yang beragam dan kompleks. Para migran jantan ini kemungkinan besar berasal dari wilayah geografis yang berbeda, mereka juga mungkin memiliki pengetahuan budaya yang berbeda dibandingkan individu lokal, tambahnya.

“Dengan membandingkan orangutan jantan dari dua spesies berbeda, -yang memiliki tingkat evolusi dan kemampuan bersosialisasi berbeda yang produktivitas habitatnya berbeda, kami ingin menjelaskan adanya peluang pembelajaran sosial dapat mempengaruhi kecenderungan pembelajaran sosial secara umum,” ungkapnya.

 

Orangutan migran dari spesies P. abelii. Foto: Guilhem Duvot untuk SUAQ Project.

 

Penelitian perilaku terhadap orangutan liar, seperti penelitian terbaru ini, penting dan bermanfaat untuk mendukung dan meningkatkan upaya konservasi ex-situ, kata Julius Paolo Siregar, peneliti dari Yayasan Ekosistem Lestari, yang menjalankan proyek rehabilitasi dan relokasi orangutan di Indonesia.

Julius, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan peering bisa menjadi pilihan bagus untuk diterapkan ketika berhadapan dengan orangutan muda yang telah diselamatkan dan berpotensi untuk direlokasi ke rumah baru.

“Ini bisa lebih baik daripada meminta penjaga [manusia] mengajari mereka,” katanya kepada Mongabay dalam wawancara telepon setelah meninjau makalah penelitian atas permintaan kami.

“Dalam dunia konservasi, kita juga perlu mempelajari perilaku satwa liar,” ujarnya. “Mungkin belum banyak yang mengetahui bahwa orangutan yang belajar dari orangutan lain mempunyai peluang lebih besar untuk bertahan hidup di alam liar dibandingkan orangutan yang diajari oleh penjaganya. Kami membutuhkan penelitian jangka panjang seperti ini.”

Indonesia adalah rumah bagi tiga spesies orangutan dunia: orangutan sumatera, kalimantan, dan tapanuli (P. tapanuliensis). Orangutan sumatera dan tapanuli hanya ditemukan di bagian utara Pulau Sumatera, sedang orangutan kalimantan juga terdapat di wilayah Borneo-Malaysia dan juga mungkin di Brunei.

Hilangnya habitat, kebakaran hutan, perburuan liar, dan konflik manusia-satwa liar merupakan faktor utama yang secara umum mendorong spesies ini ke ambang kepunahan di alam liar.

“Penelitian terhadap satwa liar yang terancam punah, seperti orangutan, memainkan peran penting dalam membantu konservasi mereka,” kata Mörchen.

“Meneliti kebutuhan biologis suatu spesies sangat penting untuk membuat keputusan dan merumuskan strategi efektif untuk melindungi mereka dari ancaman kepunahan.”

Tulisan asli: Migrating orangutan males imitate locals to learn about food: study  Artikel ini diterjemahkan oleh Akita Verselita

 

Referensi:

Mörchen, J., Luhn, F., Wassmer, O., Kunz, J. A., Kulik, L., Van Noordwijk, M. A., Van Schaik, C. P., Rianti, P., Atmoko, S. S. U., Widdig, A., & Schuppli, C. (2023). Migrant orangutan males use social learning to adapt to new habitat after dispersal. Frontiers in Ecology and Evolutionvol. 11. doi:10.3389/fevo.2023.1158887

 

Ketambe, Desa yang Bersahabat dengan Orangutan Sumatera

Exit mobile version