Mongabay.co.id

Petani Pakel Alami Intimidasi, Pakar Hukum: Negara Harus Segera Selesaikan Konflik Agraria

Aksi mogok makan warga Pakel dan organisasi masyarakat sipil yang bersolidaritas di depan KATR/BPN sejak 20 Februari lalu. Rencana, aksi sampai 10 hari. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

 

Petani di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) mendapat intimidasi. Pelaku penyerangan, diduga, preman dan petugas keamanan PT Bumisari Maju Sukses (BMS).

Harun, Ketua RTSP, menjelaskan pada Selasa [5/3/2024] pondok yang dibuat seorang anggotanya dirusak. Sabtu, sekitar jam 09.51 WIB, sekelompok orang dari keamanan kebun dan preman bayaran, merusak pondok milik RTSP lagi.

Kamis, sekitar pukul 8.00 pagi, saat sebagian anggota RTSP bercocok tanam, sebanyak  300 orang dari pihak perkebunan masuk ke lahan. Mereka merusak tanaman pisang, durian dan lainnya sekitar dua hektar.

Tidak tahan dengan intimidasi dan serang tersebut, pihak RTSP melaporkan serangkaian kejadian tersebut ke ke Polresta Banyuwangi, Jumat [15/3/2024].

“Kami melaporkan atas tindakan intimidasi dan ancaman serta penganiayaan yang telah menimpa kami. Kami sadar bahwa kami juga adalah warga negara sah yang mempunyai hak, perlindungan,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Sabtu [16/3/2024].

Harun menegaskan, HGU perkebunan tidak masuk Desa Pakel, berdasarkan surat BPN Banyuwangi 2018.

“Kami tidak memiliki lahan cukup, areal warga hanya 318,2 ha, sedangkan 275,1 ha yang dikuasai perkebunan dikelola bersama sebanyak 800 KK. Sementara 729,5 ha merupakan kawasan perhutani. Kami ingin keadilan,” ujarnya.

Alvina Damayanti Setyaningrum, perempuan Pakel mengatakan, pihak perkebunan dan keamanan memasuki lahan dan merusak tanaman warga. Mereka juga mengintimidasi dengan menodongkan senjata tajam, mendorong, bahkan memukul yang menyebabkan seorang warga dilarikan ke rumah sakit.

“Warga mengalami kerugian,” ujarnya, Sabtu.

Avina bilang, intimidasi ini melukai seorang ibu anggota RTSP. Tangan kanan kirinya dipegang oleh tiga orang.

“Karena berontak, dia dibanting,” jelasnya.

 

Tindakan premanisme, kekerasan dalam bentuk intimidasi, ancaman dan perusakan tanaman petani Pakel, merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Konflik agraria

Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, mengatakan kasus ini bagian utuh dari konflik agraria.

“Ini bukan yang pertama kali. Warga telah mengalami teror oleh pihak kebun, bahkan sebelum melakukan reclaiming pada September 2020,” jelasnya, Sabtu [16/3/2024].

Sebelum kekerasan ini, ada tindakan intimidasi dan kriminalisasi. Sepanjang November 2021 ada 11 orang yang dilaporkan pihak kebun, dua dijadikan tersangka. Pada 2023 lalu, 3 petani dikriminalisasi.

Perjuangan warga Pakel adalah menuntut hak atas tanah. Area desa mereka dicaplok kebun.

“Tugas negara harusnya menyelesaikan persoalan tersebut dengan memihak rakyat, bukan korporasi, sesuai mandat UUPA 60 dan UUD NRI 1945,” tandasnya.

Yatno Subandio, Ketua Paguyuban Petani Jawa Timur (Papanjati), menyayangkan penyerangan tersebut. Padahal, sebelumnya sudah ada surat rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) 7 Agustus 2023, terkait sengketa lahan antara Bumisari dengan RTSP Nomor: 926/PM.00/R/VIII/2023.

Surat tersebut berisikan imbauan kepada perusahaan untuk tidak melakukan tindakan yang berpotensi melanggar hukum dan memicu konflik terbuka. Mengutamakan pendekatan dialogis melalui mekanisme yang disepakati.

“Tetapi pihak perkebunan melanggar.”

Hak tanah yang diperjuangkan warga Pakel sangat berdasar. Lahan yang dicaplok perkebunan telah dikelola turun-temurun oleh masyarakat.

“Fakta lain, BPN Banyuwangi melalui surat tertulis pada 2018 mengatakan bahwa Desa Pakel tidak termasuk dalam HGU. Tetapi, tahun 2019 dikatakan masuk HGU, tanpa ada transparansi. Masyarakat menduga ada praktik pencaplokan wilayah melalui HGU tersebut.”

Papanjati meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kekerasan ini dan Kementerian ATR/BPN mengevaluasi HGU di wilayah Pakel,

“Komnas HAM segera mengambil tindakan dan membantu fasilitasi penyelesaian konflik,” jelasnya.

 

Kondisi lahan petani pakel yang dirusak sekelompok orang. Foto: Dok. Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP)

 

Melanggar hukum

Herlambang P. Wiratraman, Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (LSJ FH UGM), menilai aksi premanisme ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga telah dimanfaatkan perusahaan untuk menciptakan konflik horizontal sesama warga.

“Ini terlihat dari berbagai pernyataan klarifikasi di media massa maupun narasi video yang menyudutkan petani Pakel,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Minggu [17/3/2024].

Mereka (BMS), kata Herlambang, membuat pernyataan seolah warga Pakel melawan pekerja perkebunan, meski sebenarnya yang dihadapi warga adalah perusahaan dan diamnya negara.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi harus menunjukkan keseriusan dan sikap tegas dalam menangani konflik ini. Terutama, dengan keberpihakan penuh terhadap keadilan sosial.

“Tanggung jawab itu terlihat dari mandat pasal 28I ayat 4 UUD Tahun 1945. Dalam kasus pelanggaran HAM a quo semestinya pemerintah memberi upaya memajukan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi warga negaranya.”

Tindakan premanisme, kekerasan dalam bentuk intimidasi, ancaman dan perusakan tanaman warga petani di lahan reklaiming, merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Baik hak atas rasa aman, hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak, serta hak untuk mendapatkan perlindungan hukum setara sebagai warga negara.

“Semuanya diatur tegas dalam UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.”

Fahmi Ardiyanto, kuasa hukum RTSP, mengungkapkan sudah melakukan 3 pelaporan pidana di Polres Banyuwangi, Jumat (16/3/2024), yakni 2 laporan berkaitan dengan Pengancaman dan Intimidasi serta penganiayaan, sedangkan 1 laporan lagi dimasukkan pada Minggu.

Laporan tersebut, sudah terbit LP (Laporan Polisi) Nomor: STTLP/102/III/2024/SPKT/POLRESTA BANYUWANGI/POLDA JAWA TIMUR.

“Kondisi korban penganiayaan dan intimidasi semakin membaik,” terangnya kepada Mongabay, Selasa (19/3/2024).

Dia menegaskan, seharusnya pihak perusahaan memperhatikan Surat Rekomendasi Komnas HAM, untuk tidak melakukan kegiatan yang bisa menimbulkan kekacauan.

“Pemerintah harus hadir dalam penyelesaian konflik di Pakel, pembiaran akan menyebabkan intimidasi terus terjadi,” jelas praktisi hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tersebut.

 

Negara diminta segera menyelesaikan konflik agraria di Pakel dengan dengan keberpihakan penuh terhadap keadilan sosial. Foto: Dok. Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP)

 

Jawaban perusahaan

Pihak PT Bumisari Maju Sukses, dikutip dari Tempo, menjawab tudingan melakukan intimidasi melalui Administratur, Sudjarwo Adji.

Menurut dia, semua itu merupakan pendapat petani. “Berindikasi mencari sensasi. Kalau memang ada pengerusakan, menebang, pemukulan, intimidasi dan lain-lain kenapa tidak dilaporkan ke pihak berwajib,” ujarnya, Sabtu (16/3/2024).

Sujarwo meminta para petani jangan mau dimanfaatkan orang lain yang memiliki motif tertentu. Perusahan akan legowo jika dilaporkan melakukan dugaan penyerobotan lahan dan nantinya dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

“Silakan gugat kami, silahkan laporkan kami, supaya kita tahu mana yang benar dan yang salah. Kami terbuka jika para petani mau bertemu,” ujarnya.

 

Konflik Agraria Berlarut, Lebih 20 Ribuan Orang Desak Bebaskan Petani Pakel Banyuwangi

 

Exit mobile version