Mongabay.co.id

Limbah Kampanye Pemilu Disulap Menjadi Karya Seni Penuh Kritik di Bali

 

Sejumlah seniman di Bali menyulap limbah alat peraga kampanye Pemilu 2024 di Bali.

Lima perupa dari Komunitas Pojok ini menggelar pameran bertajuk “Cover Up” merujuk pada upaya upcycle di bahan-bahan limbah seperti spanduk, baliho, dan lainnya.

Seluruh material itu dari bahan plastik atau campuran. Tak hanya berukuran kecil juga baliho raksasa berukuran di atas dua meter. Pameran ini sendiri membawa pesan-pesan kritis pada proses dan praktik pelanggaran Pemilu di Indonesia.

Pameran ini berlangsung tiga hari, mulai dari hari Jumat, 29 Maret 2024 sampai dengan 31 Maret 2024 dan bertempat di Taman Baca Kesiman, Denpasar. Sedikitnya ada 10 karya dengan ukuran kurang dari satu meter, dan 10 baliho berukuran lebih dari dua meter.

Bekas-bekas nama kandidat, nama parpol, atau foto masih ada yang terlihat walau sudah dilapisi ulang cat. Ide membuat pameran ini muncul dari banyaknya alat peraga pemilu yang teronggok begitu saja tanpa manfaat pasca pesta demokrasi lima tahunan.

“Pameran baliho ini memanfaatkan alat peraga pemilu yang sudah tidak ada gunanya lagi. Tema besar yang diangkat dalam pameran ini adalah memparodikan situasi demokrasi yang terjadi dalam ritus lima tahunan di Indonesia,” jelas Tian selaku panitia.

Komunitas yang sudah berumur 24 tahun ini beranggotakan Slinat, Bob Trinity, Wild Drawing, Mister(ious) X, dan @space.kingkong.

Kritik lingkungan yang direfleksikan dari penggunaan limbah ini juga mewujud pada pesan karya. Salah satunya Slinat, membuat lukisan di atas bekas spanduk pemilu dengan gambar ilustrasi orang mohon doa restu menyangkupkan tangan, namun kepalanya mengepul cerobong asap pabrik.

Pesannya seperti inilah pemimpin yang membuat polusi dan merusak lingkungan. Untuk konteks Bali, sejumlah tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) kini bermasalah karena diprotes warganya akibat polusi yang dihasilkan. Misalnya TPST Kesiman Kertalangu dan Samtaku Jimbaran. Menambah buruk kondisi pengelolaan sampah karena sebagian TPA juga terbakar, dipicu kemarau dan penumpukan gas metana.

Baca : Sampah Alat Peraga Kampanye Pemilu, Bagaimana Penanganannya?

 

Spanduk bekas kampanye pemilu jadi karya seni oleh Komunitas Pojok. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Slinat atau Silly In Art, seniman yang menggeluti mural dan street art sejak tahun 2000. Secara kekaryaan memvisualkan tentang Bali dan industri pariwisata yang berlebihan, dari visualnya merubah imaji eksotis dari foto Bali kuno, karena itu karyanya dominan bernuansa hitam putih. Teknik yang digunakan adalah teknik tradisional “sigar mangsi” dipadu lelehan yang memberi kesan lebih impresionis, karena ia percaya bahwa sebuah tradisi hendaknya tidak kaku atau terpakem dan terbuka dengan adanya perubahan. Dia juga beberapa kali pameran tunggal, pameran bersama di dalam maupun di luar negeri. Karya-karyanya bisa dijumpai di jalanan seperti Bali, Yogyakarta, Jakarta, Sumba, Melbourne Australia, Jerman, dan lainnya.

Mister(ious) X memulai berkarya sejak bergabung di Komunitas Pojok Denpasar. Sedari tahun 2005 hingga kini dia banyak berkarya di tembok-tembok jalanan Denpasar sembari berjejaring dengan banyak komunitas dan lembaga lainnya. Memilih untuk memvisualkan pandangannya terhadap suatu peristiwa melalui teknik stensil dengan warna minimalis hitam, putih dan merah. Konsep karyanya menyesuaikan dengan apa yang terjadi ketika karya itu dibuat.

Space Kingkong adalah penulis lepas dan seniman paruh waktu yang berusaha menjalani hidup sebagai manusia sepenuhnya. Konseptor Program Matjan ke Seberang yang menggambar untuk kesenangan personal. Karya tulisnya bisa dibaca di jurnal Amorfati, terbitan taman 65, majalah magic ink, dan lainnya. Karya visualnya pernah dimanfaatkan oleh Latitudes magazine dan Program Matjan ke Seberang.

Space Kingkong, nama di atas kanvas ini mengatakan, melukis di atas limbah Pemilu juga membuatnya dilema. Jangan sampai membuat polusi baru atau membenarkan penggunaan material plastik berlebihan. Karena itu ia berharap seluruh karya ini bisa dimanfaatkan untuk orang lain usai dipamerkan.

Bob-Trinity memilih jalan sebagai seniman karena dorongan dari dalam jiwanya. Menyukai gaya surealis dalam berkarya dengan warna warna impresionis sebagai penegasan karakternya. Karya-karyanya di atas kanvas mampu menarik dan menjadi koleksi beberapa tokoh di Indonesia. Selain melukis di atas kanvas, dia juga membuat mural di banyak dinding perkotaan.

WD (Wild Drawing) lahir dan dibesarkan di Bali, Indonesia, dan memiliki gelar dalam seni rupa dan seni terapan. Dia memulai karirnya sebagai seniman perkotaan pada tahun 2000 dan sejak saat itu ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalanan. Karyanya dapat ditemukan di Asia, Eropa, dan Amerika meskipun demikian ia tidak pernah berhenti untuk bekerja di studionya. WD berbasis di Athena, Yunani.

Dalam karyanya, WD merespon sejumlah fenomena politik transaksi dari Pemilu kali ini. Misalnya ada dua figur bak 2 sisi mata uang, peserta Pemilu yang hanya melihat pemilih sebagai angka, sebaliknya pemilih melihat kandidat caleg sebatas nominal.

Baca juga : Alat Peraga Kampanye Pemilu Merusak Pohon di Banda Aceh, Solusinya?

 

Baliho bekas alat kampanye pemilu ukuran besar ini diubah jadi karya seni di Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kewajiban mengolah limbah Pemilu

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkirakan volume sampah yang dihasilkan dari Pemilu 2024 sedikitnya hampir 800 ribu meter kubik atau hampir 400 ribu ton. Sebagian besar dari alat peraga kampanya yang terpasang di jalanan.

Angka ini bisa jadi jauh lebih kecil dibanding kenyataannya, karena saat Pemilu lalu, di sebuah ruas jalan bisa ada ratusan spanduk dan baliho berjejer, menambah sesak ruang publik.

KLHK juga mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran (SE) Menteri LHK Nomor 3 tahun 2024 untuk menangani sampah dan limbah dari Pemilu ini. Pimpinan daerah seperti Gubernur dan Walikota diminta mengawasi pengelolaan sampah APK. Misalnya sehari sebelum pemungutan suara semua spanduk, baliho, pamflet harus sudah dibersihkan. Limbah dipilah dan yang tak bisa digunakan kembali, tidak dibuang ke TPA. Sampah jenis ini bisa diurug saniter atau menggunakan teknologi ramah lingkungan.

Dikutip dari sejumlah media, menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, Rosa Vivien Ratnawati, pada prinsipnya SE Nomor 3 tahun 2024 ini mendorong pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya penggunaan ulang atau pun daur ulang terhadap sampah APK yang dihasilkan.

Apakah pengelolaan seperti pemilahan, penggunaan ulang, dan daur ulang itu sungguh-sungguh dilakukan? (***)

 

 

Sampah Plastik dan Perubahan Iklim, Seperti Apa?

 

 

Exit mobile version