Mongabay.co.id

Antivenom Universal Dikembangkan untuk Tangkal Racun Ular Berbisa

Black mamba (Dendroaspis polylepis). Foto: Wikimedia Commons/TimVickers/Public Domain

 

 

Siapa yang tidak kenal ular. Hewan ini dapat dijumpai di air, rawa, terlebih hutan. Meski begitu, tidak semua orang memahami karakter reptil melata ini.

Diperkirakan, terdapat sekitar 3.000 spesies ular di Bumi. Dari jumlah tersebut, sekitar 600 jenis berbisa dan sebanyak 200 spesies mampu membunuh atau melukai manusia secara serius.

Terbaru, ilmuwan dari Scripps Research, di San Diego, California, Amerika Serikat, berhasil merekayasa antibodi yang mampu menetralkan racun ular berbisa dari banyak spesies di Afrika, Asia, dan Australia.

Tim peneliti menggunakan racun yang diproduksi di laboratorium untuk mengidentifikasi antibodi manusia, bernama 95Mat5, yang secara efektif memblokir efek berbahaya bisa ular.

Joseph Jardine, PhD, penulis senior penelitian, yang juga asisten profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research, menekankan pentingnya hasil riset.

“Antibodi ini bekerja melawan racun utama yang ditemukan pada banyak spesies ular, yang menyebabkan ribuan kematian setiap tahun,” jelasnya, dikutip dari earth.com.

Menurut Jardine, temuan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, yang mempunyai beban kematian dan cedera terbesar akibat gigitan ular.

 

Black mamba [Dendroaspis polylepis] merupakan jenis ular berbisa. Foto: Wikimedia Commons/TimVickers/Public Domain

 

Sejauh ini, antivenom tradisional bersifat spesifik pada spesies ular dan diproduksi melalui imunisasi hewan, sehingga memerlukan banyak antivenom untuk wilayah berbeda. Penelitian terbaru ini menawarkan harapan untuk solusi universal, menghilangkan kebutuhan akan banyak antivenom.

Dengan mengisolasi protein racun dari elapidae, – kelompok ular berbisa utama, termasuk ular mamba, kobra, dan welang – mereka menemukan bahwa apa yang disebut sebagai racun tiga jari [3FTx] memiliki bagian yang serupa di seluruh spesies ular berbisa, menjadikannya target ideal untuk intervensi terapeutik.

Platform penyaringan inovatif tim peneliti, menguji lebih dari lima puluh miliar antibodi manusia terhadap protein 3FTx dan mengidentifikasi 3.800 kandidat potensial.

Pengujian lebih lanjut mempersempitnya menjadi 30 antibodi, dengan 95Mat5 muncul sebagai yang paling efektif di antara semua varian toksin.

“Kami dapat memperbesar persentase yang sangat kecil dari antibodi reaktif silang, terhadap semua racun yang berbeda,” kata Irene Khalek, ilmuwan Scripps Research dan penulis pertama penelitian, masih dikutp dari sumber yang sama.

Dalam percobaan, 95Mat5 melindungi tikus dari kematian dan kelumpuhan akibat racun yang disebabkan beberapa spesies ular, termasuk welang/weling, kobra India, mamba hitam, dan king kobra.

Keberhasilan 95Mat5 berasal dari kemampuannya meniru protein manusia yang biasanya menjadi sasaran racun 3FTx, strategi serupa yang digunakan antibodi HIV, yang bekerja secara luas dan dipelajari tim peneliti.

“Sungguh luar biasa untuk dua masalah sangat berbeda, sistem kekebalan tubuh manusia berhasil menemukan solusi yang sangat mirip,” tambah Jardine.

Tim peneliti kini mengeksplorasi antibodi racun tambahan untuk mengembangkan campuran antivenom komprehensif, yang berpotensi menawarkan perlindungan universal terhadap gigitan ular berbisa.

“Kami berpendapat, kombinasi keempat antibodi ini berfungsi sebagai antivenom universal terhadap ular mana pun yang relevan secara medis di dunia,” tegas Khalek.

Penelitian berjudul “Synthetic development of a broadly neutralizing antibody against snake venom long-chain α-neurotoxins” tersebut, dapat dibaca di Jurnal Science edisi 21 Februari 2024.

 

Ini adalah ular kobra, jenis agresif yang bisa menyemburkan racun hingga dua meter. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Ular menjaga keseimbangan ekosistem

Pada dasarnya, ular adalah hewan “pemalu”. Mereka takut manusia. Ular cenderung menyingkir ketika mendapati kehadiran manusia. Mereka akan menyerang ketika terdesak, terancam, atau terkejut.

Ular tergolong karnivora. Pakannya beragam, mulai serangga, burung, telur, amfibi, ikan, hewan pengerat kecil hingga rusa. Beberapa jenis ular bahkan memangsa sesamanya.

Habitat ular yang menyusut, membuatnya kesulitan mencari mangsa, serta menemukan lokasi untuk berlindung dan bertelur. Terlebih, di musim penghujan, yang menyebabkan sebagian wilayah menjadi lembab dan tergenang air. Akhirnya, ular mencari tempat untuk berburu makanan yang tidak jarang masuk ke permukiman manusia.

Ular memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Terutama, mengendalikan tikus yang pada akhirnya dapat mencegah rusaknya tanaman pertanian, seperti padi.

Penelitian yang dilakukan Greene et al, dikutip Glaser [2018], menunjukkan bahwa ular juga menjadi penebar benih tanaman sekunder. Melalui penelitiannya, Greene et al menyimpulkan benih tanaman bertahan hidup secara utuh melalui pencernaan pada ular derik.

Seperti diketahui, benih-benih tanaman tertentu menempel pada bulu hewan pengerat. Saat ular mengeluarkan kotoran, benih-benih itu pun menyebar, berkecambah, dan tumbuh. [Berbagai sumber]

 

*Djoko Subinarto, penulis lepas, tinggal di Bandung, Jawa Barat. 

 

Nyawa Taruhannya, Kenapa King Kobra Dipelihara?

 

Exit mobile version