Mongabay.co.id

Apakah Ular Bermunculan Saat Musim Hujan?

 

 

Apakah ular sering muncul saat musim hujan?

Di Karangasem, Bali, awal 2024, petugas pemadam kebakaran mengevakuasi empat ekor ular yang masuk ke rumah warga. Akhir Maret 2024, di Cilacap, petugas pemadam kebakaran juga menerima aduan warga mengenai kemunculan ular kobra di rumah mereka, saat musim hujan.

Amir Hamidy, peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, BRIN, menjelaskan bahwa kemunculan ular saat musim hujan perlu diperhatikan pada dua hal.

Pertama, apakah individu yang ditemukan adalah ular anakan. Kedua, apakah ular yang ditemukan merupakan individu besar. Jika individu ular yang ditemukan berukuran besar, maka kemungkinan itu terjadi karena volume air naik akibat curah hujan.

“Ular juga bernapas dengan paru-paru. Habitatnya ada di lubang-lubang yang tempatnya tersembunyi. Kalau habitatnya terendam air, mereka akan keluar. Itu terkait dengan kejadian banjir atau air yang menggenangi lubang-lubang ular yang tidak terlihat oleh manusia,” ungkap Amir kepada Mongabay Indonesia, Rabu [3/4/2024].

Menurutnya, ketika musim hujan, apalagi sampai volume air meningkat sehingga menyebabkan habitat teresterialnya tergenang, maka ular akan keluar dari persembunyiaanya untuk mencari tempat yang nyaman.

“Ular juga tidak mungkin terus terendam air, karena tidak bisa bernapas, kecuali jenis tertentu.”

 

Ular kobra yang sering terlihat di sekitar permukiman kita karena memiliki daya adaptasi yang baik pada lingkungan. Foto: Pixabay/beatebasenau/Free to use

 

Sebagai satwa berdarah dingin, ketika kepanasan, maka ular harus masuk ke air. Untuk itu, ular harus bisa mengontrol suhu tubuhnya, jangan sampai melebihi batas suhu toleransi lingkungan, karena bisa mati.

Sementara, jika ular yang ditemukan berukuran kecil atau anakan, ini terkait dengan musim penetasan telur. Kondisi ini menurut Amir, serupa dengan fenomena kemunculan ular yang banyak dilaporkan pada bulan November dan Desember tahun 2019.

Saat itu, bertepatan musim hujan, kesuksesan masa inkubasi telur ular yang berlangsung antara 3-4 bulan cukup bagus, sehingga menyebabkan populasi anakan meningkat tajam. Ular sendiri meski sebagian besar bertelur, namun ada juga spesies yang melahirkan.

“Ular dapat bertelur 10-12 butir, ada juga yang 20-25 butir. Ketika menetas, bisa keluar semuanya dengan ukuran relatif sama, namun yang menjadi individu besar bisa jadi satu atau dua individu saja. Ketika bertelur, induk ular tidak akan mengeram. Dia pergi meninggalkan telurnya, maka otomatis keberhasilan penetasan diserahkan ke alam,” ungkap Amir.

 

Reticulated phyton atau sanca kembang yang sering terlihat dekat sungai atau hutan terbuka. Foto: Wikimedia Commons/Kailash kumbhkar/CC BY-SA 4.0

 

Dampak perubahan iklim

Perubahan iklim, seperti kenaikan suhu dan cuaca tidak menentu, juga berpengaruh terhadap ular. Menurut Amir, setiap mahluk hidup, termasuk ular punya kemampuan untuk adaptasi. Seperti musim breeding [pembiakan], siklus reproduksi, atau pakan yang berubah, membuat ular harus bisa menyesuaikan diri. Jika tidak, maka akan bermigrasi.

Dikutip dari WHO [World Health Organization], perubahan iklim dan gigitan ular memiliki keterkaitan. Organisasi Kesehatan Dunia itu menyebut bahwa perubahan iklim hanya akan memperburuk masalah bagaimana ular berbagi tempat dengan manusia. Hal ini karena ular akan menggeser distribusinya seiring dengan meningkatnya suhu dan kejadian-kejadian ekstrem yang lebih sering terjadi.

Manusia akan mengubah praktik pertanian, sehingga akan ada tekanan lebih besar bagi ular untuk bermigrasi atau mengungsi. Akibatnya, kontak dan konflik antara manusia dengan ular diperkirakan akan menjadi lebih sering terjadi di beberapa wilayah.

“Gigitan ular membebani sistem kesehatan di sebagian besar negara tropis, dengan ribuan kematian dan kecacatan setiap tahun. Pengetahuan kita tentang tempat tinggal ular berbisa dan dampaknya terhadap populasi manusia saat ini masih belum memadai,” dikutip dari WHO.

Amir menambahkan, pernah dalam risetnya di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, kasus gigitan ular banyak terjadi pada puncak musim kering. Hal itu dikarenakan masyarakat melakukan panen di kebun dan terjadi interaksi dengan ular.

Namun menurutnya, setiap wilayah memiliki kondisi berbeda, misalkan musim hujan yang membuat volume air naik sehingga banyak laporan interaksi ular dengan manusia.

“Dari data yang ada, biasanya ular yang berinteraksi atau berkonflik dengan manusia jenisnya itu-itu saja, yang didominasi jenis kobra jawa atau ular piton,” ungkapnya.

Meski demikian, interaksi ular dan manusia tidak hanya terjadi pada masyarakat di pedesaan, tapi juga di perkotaan. Misalnya di Jakarta atau kawasan Jabodetabek, paling umum ditemukan adalah jenis kobra dan piton.

Dua jenis ular ini memiliki daya adaptasi yang bagus ketika terjadi perubahan habitat. Mereka bisa bertahan hidup di kawasan perkotaan atau sekitar habitat manusia.

 

Amir Hamidy menunjukkan spesimen king kobra di laboratorium Herpetologi Zoologi, Cibinong, BRIN. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Tips mencegah ular

Amir memberikan tips untuk mencegah ular agar tidak masuk ke rumah, seperti pada saat musim hujan yang menyebabkan air menggenang.

Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah membuat kondisi rumah bersih dan dipel menggunakan wewangian atau bau-bauan mencolok. Sebab, ular tidak suka dengan bau yang menusuk hidung. Selain itu, sebaiknya jangan menimbun sampah yang bisa mengundang tikus, karena ular akan datang.

“Ketika musim hujan, kesiapan kita harus ditingkatkan. Karena begitu ular keluar, instingnya bisa kemana-mana, bahkan kalau dekat rumah kita, dia akan datang. Biasanya, kasus gigitan ular juga akan meningkat. Salah satu kesiapan yang harus ditingkatkan adalah menyiapkan antibisa ular atau mengidentifikasi rumah sakit yang memiliki antibisa gigitan ular,” ujarnya.

Selain itu, dengan adanya hewan peliharaan seperti kucing juga, katanya lagi, mampu menghalau karena instingnya kuat ketika ada ular. Kucing bisa menghalau ular dengan cakarnya dibandingkan anjing yang mengandalkan gigitan. Dalam beberapa laporan, justru ada kasus anjing yang mati karena digigit ular.

 

Bisakah Kita Hidup “Bertetangga” dengan Ular?

 

Exit mobile version