Mongabay.co.id

Mengapa Ada Kasus Manusia Digigit Komodo?

 

 

Romansyah [39], warga Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, digigit komodo saat mencari madu di sekitar daerah Loh Ginggo, Pulau Rinca, Selasa [2/4/2024], pukul 15.00 Wita.

“Kami kerahkan tim SAR gabungan untuk mengevakuasi korban ke rumah sakit di Labuan Bajo. Kaki dan lengannya terluka dan telah mendapatkan perawatan iniensif,” terang Kepala Basarnas Maumere Supriyanto Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Selasa malam.

Kepala Balai Taman Nasional Komodo [BTNK], Hendrikus Rani Siga menyebutkan, lokasi korban digigit jarang didatangi manusia. Karena itu, karakternya lebih agresif dibandingkan di sekitar kawasan destinasi yang sering dijumpai wisatawan.

“Komodo lebih peka di area yang kesehariannya tidak berinteraksi dengan manusia,” terangnya.

Sebelumnya, mengutip detikom, Ratna digigit komodo saat menjemur ikan teri di teras rumahnya di Pulau Rinca, Senin [2/10/2023]. Komodo yang awalnya mengejar seekor kambing, justru menggigit tangan Ratna yang tidak jauh darinya, karena buruannya lolos.

Balai TNK mencatat, sejak 1974 hingga 2023, ada 36 kasus gigitan komodo yang mengakibatkan lima orang meninggal dunia.

Ukuran komodo di Pulau Rinca sedikit lebih kecil dibandingkan yang berada di Pulau Komodo. Kondisi Pulau Komodo yang didominasi hutan membuat hewan purba ini lebih mudah mendapatkan mangsa.

 

Komodo merupakan satwa liar dilindungi. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Penyebab serangan

Ora, sebutan komodo oleh penduduk asli Pulau Komodo, merupakan spesies terbesar dari famili Varanidae. Kadal terbesar di dunia ini memiliki panjang rata-rata 2-3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kg.

Dikutip dari Kumparan, peneliti komodo Ardiantiono, menjelaskan komodo menyerang saat merasa wilayahnya terganggu dan bersifat lebih agresif karena menyangkut sumber pakan.

“Kemungkinan komodo merasa terganggu karena dianggap manusia ingin mengambil makanan mereka.”

Pada dasarnya, komodo tidak akan menyerang manusia dalam kondisi normal. Jarang terjadi,  kasus gigitan komodo karena murni mencari mangsa. Biasanya, kasus terjadi karena manusia terlalu dekat atau reaksi manusia yang membuat komodo terkejut.

“Di seputar taman nasional yang jarang didatangi pengunjung, komodo akan pergi saat melihat manusia,” jelasnya.

 

Komodo merupakan satwa kebanggaan Indonesia. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Peneliti dari Universitas Melbourne Australia, Bryan Fry dalam publikasinya 2009, menjelaskan bahwa komodo merupakan reptil berbisa mematikan. Rahasia kemampuan membunuh mangsa, terletak pada kombinasi kekuatan gigitan dan racun mematikan.

“Cukup melukai dan menyeburkan racun, kemudian meninggalkannya. Komodo bisa menangkap mangsa lebih besar, tanpa harus berkelahi lama yang dapat membahayakan dirinya,” jelasnya, dikutip dari Tempo.

Sekelompok peneliti dari Polandia dan Ukraina dalam laporan berjudul “Macroanatomical, Histological and Microtomographic Study of the Teeth of the Komodo Dragon [Varanus komodoensis]— Adaptation to Hunting” yang diterbitkan di jurnal Biology, Februari 2023 meneliti soal gigi komodo.

Riset tersebut menunjukkan, gigitan komodo membawa kerusakan pada tubuh mangsanya, berupa kerusakan pada kulit, kelenjar, otot, pembuluh darah serta saraf, dan jaringan dengan racun yang dihasilkan kelenjar yang terletak dekat tulang rahang bawah.

“Gigi komodo berfungsi untuk memotong jaringan lunak dan menambah luka. Racun lebih berperan dalam membunuh mangsanya,” jelas laporan tersebut.

 

Anakan komodo yang berada di pohon. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Satwa liar dilindungi

Berdasarkan data Balai TNK, dikutip dari Kompas.com, populasi komodo pada 2018 sebanyak 2.897 ekor, 2019 [3.022 ekor], 2020 [3.163 ekor], 2021 [3.303 ekor], dan 2022 [3.156].

“Tahun 2023, jumlahnya sebanyak 3.396 ekor,” terang Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Hendrikus Rani Siga, Rabu [3/4/2024].

Hendrikus mengatakan, pemantauan rutin terkait kondisi pakan dan aktivitas reproduksi komodo betina dilakukan rutin pihak Balai TNK setiap tahun.

“Hal ini sebagai upaya antisipasi jika terjadi hal-hal yang perlu mendapat perhatian segera,” ujarnya.

Komodo Survival Program [KSP], organisasi nirlaba yang memberikan perhatian pada konservasi komodo, menjelaskan bahwa dalam satu musim bertelur, komodo betina dapat memproduksi telur sebanyak 24 butir.

Telur tersebut menetas sekitar sembilan bulan, atau akhir Maret-April.

“Selama satu hinga dua tahun, komodo akan menetap di pohon, setelah itu turun dan hidup di tanah,” jelas KSP dalam lamannya.

Komodo merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Di alam liar, komodo hidup tersebar di lima pulau. Yaitu Pulau Komodo, Rinca, Nusa Kode [Gili Dasami], dan Gili Motang yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, serta Pulau Flores.

International Union for Conservation of Nature [IUCN] memasukan komodo dalam kategori Genting [Endangered/EN], atau dua langkah menuju kepunahan di alam liar.

 

Gigi Komodo Seperti Pedang, Gigitannya Sangat Berbahaya

 

Exit mobile version