Mongabay.co.id

Hutan Mangrove Batam Rusak, Turis Datang Ikut Menanam

 

 

 

 

 

Hutan mangrove Batam, banyak alami kerusakan. Akar Bhumi bersama pelaku wisata pun bergerak melakukan memulihkan dengan melibatkan wisatawan. Pagi itu, awal April lalu,  cuaca cukup cerah. Angin sepoi-sepoi menggoyang pepohonan mangrove nan lebat di hutan lindung Pancur, Tanjung Piayu, Kecamatan Sungai Beduk, Kota Batam, Kepulauan Riau. Hutan mangrove di kawasan ini terbilang masih terjaga.

Di tengah hutan Rhizophora, puluhan turis asal Tiongkok riang gembira menanam bibit mangrove. “Pohon mangrove ini seperti jantung pada tubuh manusia,” kata Hu Lihua, turis Tiongkok usai menanam mangrove pagi itu.

Lihua bilang, menanam mangrove ini adalah pengalaman pertama. “Ini sangat luar biasa, saya senang sekali,” katanya.

Bagi mereka,  menanam mangrove tak hanya jadi ajang destinasi wisata, tetapi ada pesan lingkungan yang kuat. “Bagi saya ini rezeki, bisa kesini dan menanam mangrove, mangrove ini juga menjaga keseimbangan bumi. Saya berharap, makin banyak mangrove di bumi ini,” kata turis lain.

Yang Dejin,  pensiunan asal Tiongkok mengatakan, menanam mangrove sebagai upaya menghijaukan dunia demi kesejahteraan manusia. “Kita semua datang dari satu bumi, jadi harus saling menjaga,” katanya.

Dejin baru pertama kali menanam mangrove di Indonesia. Di Tiongkok, dia rutin menanam mangrove, setidaknya satu kali dalam satu tahun setiap Maret. “Saya harap semua umat manusia bisa menanam pohon dan menjaga bumi kita. Biar semua kita hidup dengan sehat,” katanya kepada Mongabay.

Susanto, pemandu wisata Global Indonesia Internasional mengatakan, para turis senang dengan agenda menanam mangrove yang masuk dalam rute perjalanan mereka. “Indonesia adalah negara ketiga. Sebelumnya turis ini sudah ke Malaysia dan Singapura, dibandingkan negara lain mereka lebih senang disini karena ada kegiatan menanam mangrove,” katanya.

 

Hutan mangrove yang lebat di pesisir Tanjung Piayu, Kota Batam, Provinsi Kepri, Rabu 4 April 2024. Foto Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Turis senang menanam mangrove karena kegiatan ini jarang dilakukan di negara mereka. “China itu sudah kayak Singapura, gedung semua, palingan di sana mereka pada waktu tertentu saja bisa menanam pohon,” katanya.

Hendrik Hermawan, pendiri Akar Bhumi Indonesia mengatakan, penanaman mangrove ini adalah kolaborasi Akar Bhumi Indonesia dengan tour and travel Global Indah Internasional.

“Ini juga upaya kami membantu program pemerintah memperbaiki hutan, negara terbantu, masyarakat juga terbantu,” katanya  usai penanaman mangrove.

Menurut dia, yang dilakukan turis Tiongkok di Batam ini adalah pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Dari luar negeri punya semangat menanam mangrove di Batam, malah orang Indonesia ada yang hancurkan mangrove.

“Saya menyebutnya bukan tamparan, ini sebenarnya semangat dari mereka agar kita sama-sama lestarikan pohon.”

Setidaknya,  hampir setiap hari sekitar 30 turis menanam mangrove di hutan lindung yang jadi shelter Akar Bhumi Indonesia ini. “Total ada 300 turis dari China yang menanam mangrove di Batam, kegiatan ini akan berlanjut sampai Juli 2024. Target kami sampai 3.000 turis menanam di Batam.”

Bahkan,  kata Hendrik, saat ini tak hanya dari Tiongkok, beberapa turis negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Taiwan,  akan melakukan hal sama. “Paling tidak,  mereka membantu kita melestarikan mangrove di Batam yang sudah terancam,” katanya.

Pesan yang ingin disampaikan dari kegiatan ini,  kata Hendrik, “one heart,  one earth. “Dimanapun anda menanam, semua kita akan merasakan oksigen yang dihasilkan, karena oksigen tak mengenal batas negara,” kata Hendrik.

Andi, Direktur Global Indah International juga Ketua Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) Kota Batam mengatakan, menanam mangrove punya nilai jual bagi turis, selain bermanfaat untuk bumi.

Para turis senang bisa menanam mangrove di Batam. Apalagi,  menurut mereka, banyak yang merusak hutan tetapi sedikit yang membantu memperbaiki. “Turis-turis ini juga sangat senang dan bangga ketika ikut menanam mangrove,” katanya.

 

Hutan mangrove yang habis terbabat untuk keperluan industri dan perumahan di pesisir Pulau Batam. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Perusakan terus terjadi

Satu sisi ada yang berupaya menjaga hutan mangrove, tetapi ada yang beraksi sebaliknya.  Kerusakan hutan mangrove di Batam, pun terus terjadi.

Dalam diskusi “Catatan kelam kerusakan lingkungan di Batam” oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerja sama dengan Mongabay Februari lalu, Dinas Lingkungan Hidup memaparkan, setidaknya 18.335 hektar hutan mangrove di Kota Batam, 400 hektar di luar kawasan hutan.

Dari luas hutan mangrove itu, banyak versi soal data jumlah kerusakan, misal, data DLH memperkirakan kerusakan hutan mangrove mencapai 30%. Menurut pendiri Akar Bhumi Hendrik Hermawan, kerusakan hutan mangrove di Batam sudah 50%.

Hendrik bilang, luasan hutan mangrove yang dilihat selama ini berdasarkan tutupan hutan. Sejatinya, jika dilihat langsung di lapangan tutupan hutan itu hanya tinggal ranting-ranting mangrove, bukanlah tegakan pohon.

“Pohon tegakan atau pohon primer yang berdiameter 10 sentimeter sudah habis ditebangi untuk arang bakau. Yang tersisa hanya ranting-ranting, pohon tegakan tidak ada. Yang dibutuhkan adalah pohon tegakan,” katanya.

Hingga kini, katanya, kerusakan hutan mangrove di Batam masih masif. Padahal,  penegakan hukum terus dilakukan, seperti kasus penimbunan hutan mangrove di Tembesi, KHLK sudah menetapkan tersangka. “Tetapi kerusakan terus masif terjadi, masih banyak penebangan mangrove untuk jadi arang di Tanjung Gundap maupun di Pulau Kecil Karas,” ujar Hendrik.

Penegakan hukum, katanya,  belum mampu memberikan penurunan signifikan terhadap kejahatan lingkungan di Kota Batam, termasuk perusakan hutan mangrove. “Kekurangan dalam penanganan hutan mangrove ini adalah minimnya anggaran pemerintah. Bayangkan saja, setiap kami melaporkan kejahatan lingkungan, tidak ada follow up yang memadai,” katanya.

Kala dana cukup, upaya pencegahan bisa dilakukan. “Ada apa ini,  anggaran penanganan kejahatan lingkungan selalu minim. Kami menduga ada yang mengecilkan dana untuk menangani kerusakan lingkungan ini, hingga DLHK tidak punya kemampuan apa-apa.”

Selain itu, kata Hendrik, masyarakat Batam kurang peduli terhadap lingkungan. “Harusnya masyarakat aktif, masyarakat yang tidak care tolong carelah, orang China saja datang kesini menanam, kita tidak peduli. Itu memalukan.”

 

Turis asal Tiongkok (pakaian biru) usai menanam di hutan mangrove Tanjung Piayu, Kota Batam, Kepri,4 April 2024. Foto: Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

******

Hutan Mangrove Batam Terus Terbabat, Berikut Foto dan Video

Exit mobile version