Mongabay.co.id

Kelelawar, Pahlawan dari Dunia Gelap

 

Reputasi kelelawar sedang berada di titik terendah. Terutama karena pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Sebagian besar ilmuwan meyakini kelelawar menjadi terduga penyebar virus zoonosis, SARS-CoV-2. Virus yang tinggal pada tubuh kelelawar itu berpindah ke manusia kemungkinan karena meningkatnya kontak manusia pada satwa liar.

Dalam budaya populer, kelelawar juga kerap diasosiasikan dengan kejahatan, kegelapan, dan misteri. Bergelantungan di rumah tua, keluar saat bulan purnama, dan mengisap darah manusia. Cerita fiksi dan mitos tentang kelelawar semakin memperburuk citra mereka.

Kenyataannya, di dunia terdapat lebih dari 1.300 spesies kelelawar. Di antara mereka memang ada yang suka, bukan mengisap, namun menjilati darah yang keluar setelah makhluk kecil ini membuat sayatan dengan gigi depannya yang tajam pada hewan ternak. Itupun hanya ada tiga spesies yang diketahui melakukannya, yaitu Desmodus rotundus, Diaemus youngi, dan Diphylla ecaudata. Selebihnya, mereka makan aneka macam serangga dan hewan kecil, buah, nektar, juga polen.

Baca :  Studi: Burung dan Kelelawar Berperan Penting Pulihkan Hutan

 

Sekelompok kelelawar. Sebagian besar ilmuwan meyakini kelelawar menjadi terduga penyebar virus zoonosis penyebab Covid-19. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Sebuah kajian yang meninjau ratusan penelitian tentang kelelawar dalam dua dekade terakhir menemukan ada sedikitnya 409 spesies kelelawar yang telah diketahui jasa ekosistemnya. Baik sebagai penyebar benih, penyerbuk, pengendali serangga, maupun pendaur ulang nutrisi tanah. Ada 752 spesies serangga yang dikonsumsi kelelawar, dan sebanyak 549 spesies tumbuhan tersebar atau dibantu penyerbukannya oleh kelelawar.

Sementara penelitian yang dilaporkan pada jurnal Ecosystem Services, April 2024, menghitung peran kelelawar dalam menekan hama padi khususnya pengerek batang padi (Chilo supresalis). Menurut penelitian yang dilakukan di Spanyol itu, kerusakan akibat hama akan meningkat hampir dua kali lipat (94,5 persen) jika tidak ada kelelawar. Penelitian sebelumnya mengungkap, kelelawar mampu makan serangga sekitar 80 persen hingga 100 persen dari berat tubuhnya setiap malam.

Baca juga : 10 Kelelawar Paling Unik di Dunia, Bagaimana Wujudnya?

 

Seekor kelelawar sedang terbang mencari makan. Foto : Andy Morffew via Pxhere / CC BY 4.0

 

Kelelawar Putih Imut

Orang umumnya membayangkan wajah kelelawar sebagai jelek dan menakutkan. Telinganya besar, kulit mukanya berkeriput, hidung pesek, bentuk mulut yang aneh, dengan gigi yang runcing. Tapi lihatlah kelelawar dari Honduras ini. Kelelawar dengan nama ilmiah Ectophylla alba ini berwarna putih, dengan bentuk telinga dan hidung yang lucu berwarna kuning. Ukuran tubuhnya kecil. Saat dewasa hanya mencapai kurang dari lima sentimeter.

Kelelawar pemakan buah ini akan membangun tenda dari daun sebagai tempat berlindung mereka. Biasanya dari jenis tanaman pisang-pisangan. Caranya dengan memotong urat daun sehingga daun akan melipat ke bawah. Biasanya tenda itu dihuni secara berkelompok. Namun tak jarang cuma dihuni satu individu saja. Uniknya, tenda itu hanya akan jadi rumah sementara. Karena mereka jarang menghuni tenda yang sama lebih dari sehari.

 

Teknologi Ekolokasi

Di balik wajahnya yang jelek dan tampak bodoh, kelelawar memiliki kemampuan luar biasa dalam memindai lingkungannya. Kelelawar menggunakan suara untuk bermanuver di antara dedaunan, bahkan menarget mangsa. Kemampuan ini disebut ekolokasi, yaitu proses menemukan jarak suatu objek atau benda tidak terlihat melalui gelombang suara yang dipantulkan kembali oleh benda itu lalu ditangkap oleh telinga.

Berbeda dengan keyakinan banyak orang selama ini, kelelawar tidak buta. Beberapa spesies kelelawar bahkan punya penglihatan sama baiknya dengan binatang lain pada siang hari. Meski begitu, mereka tetap menggunakan ekolokasi untuk meningkatkan keakuratan navigasi.

Kelelawar buah Mesir (Rousetttus aegyptiacus) misalnya, saat mencari makan pada siang hari, tetap memanfaatkan ekolokasi selama terbang sama seperti saat terbang dalam kegelapan. Untuk menemukan objek kecil, mereka lebih menyukai memanfaatkan ekolokasi. Sementara kemampuan penglihatannya digunakan untuk menandai objek besar seperti pohon, bangunan, atau lorong.

Baca juga : Penemuan Spesies Kelelawar Baru yang Mengejutkan

 

Seekor kelelawar putih Honduras (Ectophylla alba). Foto : Geoff Gallice via wikimedia /Creative Commons

 

Banyak burung yang gagal menandai kehadiran objek transparan di perkotaan seperti jendela kaca. Dengan kemampuan ekolokasinya, kelelawar dengan mudah melewati rintangan ini. Kemampuan khusus ini bisa menyelamatkan nyawa kelelawar bahkan saat terbang bermanuver dengan kecepatan tinggi.

Kini kemampuan ekolokasi pada kelelawar telah menginspirasi pengembangan teknologi pada mobil tanpa pengemudi. Sebelumnya teknologi yang dipakai hanya mengandalkan kamera untuk memindai objek. Dengan teknologi yang terinspirasi dari kelelawar itu keselamatan penumpang dalam menggunakan mobil tanpa pengemudi bisa ditingkatkan.

Setiap tanggal 17 April diperingati sebagai hari apresisasi kelelawar internasional. Mamalia terbang yang kerap dijumpai berkelebat pada malam hari ini telah diketahui punya segudang kontribusi ekologis. Pada tanggal itu, diharapkan kita kembali mengingat peran penting kelelawar terhadap ekosistem. Habitatnya tengah terancam karena deforestasi, penambangan, perluasan permukiman, juga krisis iklim. (***)

 

 

Nasib Kelelawar: Mampu Bertahan dari berbagai Virus, tetapi Tidak dari Manusia

 

 

Exit mobile version