- Sekawanan orangutan Kalimantan muncul di pemukiman warga di Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Kalsel) sejak satu bulan terakhir. Kedatangan orangutan mulai masuk kebun dan memakan buah yang ada.
- BKSDA Kalsel berencana menjadikan hutan sekitar kemunculan orangutan sebagai kawasan ekosistem esensial (KEE).
- Amalia Rezeki, Biologist Conservation Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berharap, pemerintah punya upaya konkret memberi perlindungan terhadap orangutan dan habitatnya di Kalimantan, tak terkecuali Kalsel.
- Walhi Kalsel menyebut, kemunculan orangutan ke pemukiman warga di Banua Lawas dampak dari degradasi lingkungan di sekitar kawasan hutan itu.
Sekawanan orangutan Kalimantan muncul di pemukiman warga di Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Kalsel). Satwa bernama latin Pongo pygmaeus itu mulai sering terlihat sejak satu bulan lalu di lahan pertanian warga Desa Habau, Habau Hulu, dan Talan.
“Ketika Ramadan (Maret-April) keluar hampir saban hari. Sekarang sudah mulai jarang,” kata Syaifullah, warga Desa Habau, Senin (13/5/24).
Pria berusia 45 tahun itu sudah melihat sekawanan orangutan tiga kali. “Saat sedang memancing di sawah. Paling sering keluar di RT 2 Desa Habau. Terkadang muncul juga di desa sebelah,” katanya.
Menurut Syaifullah, kawanan primata itu bukan barang baru. Selama ini, , orangutan diduga menghuni hutan di sana.
“Memang sering orang melihat, tapi di hutan. Kemungkinan mereka masuk pemukiman karena kelaparan, lalu cari makan ke sini,” katanya sembari menjelaskan luas hutan di membentang sampai Kalimantan Tengah.
“Di hutan itu, banyak satwa langka, seperti beruang madu, payau, bekantan, dan lain-lain.”
Kedatangan orangutan mulai masuk kebun dan memakan buah yang ada. Ilham, petani Desa Habau mengalami kerugian karena orangutan merusak kelapanya.
“Merobohkan pohon kelapa yang masih muda dan mengambil umbutnya untuk dikonsumsi,” katanya.
Iyan, warga Desa Habau yang lain memperkirakan, orangutan yang berkeliaran di dekat pemukiman itu lebih dari satu.
“Diduga empat. Sepertinya satu keluarga. Terdiri dari sepasang induk, dan dua anak,” katanya.
Mereka keluar ke kampung tidak menentu. Seringkali tanpa menggubris warga.
“Mereka tidak terusik walaupun banyak warga menonton. Kami bahkan pernah mengambil video dari jarak dekat. Tidak menyerang,” katanya.
Meski tidak agresif, ada sebagian warga resah akan kehadiran orangutan ini karena merusak tanaman mereka.
Para perempuan penoreh karet di hutan kadang takut karena kedatangan orangutan.
“Hanya mengusir, tidak sampai menyakiti,” katanya.
Sejatinya warga, kata Iyan, mengerti kalau satwa itu muncul ke pemukiman lantaran sumber pangan di hutan diduga berkurang.
“Selama tidak membahayakan tidak apa-apa. Kasihan kalau cuma untuk mencari makanan. Seperti kita juga manusia, jika kelaparan apapun akan dilakukan,” katanya.
Namun, kalau sudah terlalu mengganggu masyarakat, dia berharap, orangutan bisa dipindah ke tempat lebih aman.
Maulana, Kepala Desa Habau, mendengar, kabar teranyar ada warga kampung yang kembali melihat orangutan Jumat (10/5/24).
“Kemunculan yang baru ini masih dalam kawasan hutan. Di RT 4 Desa Habau,” katanya.
Maulana sudah berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel.
“Petugas BKSDA Kalsel sudah datang ke lokasi dan melihat langsung orangutannya.”
Kepada Maulana, petugas BKSDA berpesan, selama tak mengancam masyarakat, orangutan jangan sampai diusik.
“Ada juga rencana dari BKSDA untuk membuat kawasan konservasi orangutan dengan catatan masyarakat siap menerima,” katanya.
Apabila kehadiran orangutan justru membahayakan masyarakat, katanya, baru ada tindakan untuk memindahkan satwa itu.
“Begitu kata BKSDA.”
Apa langkah BKSDA?
Suwandi, Plt Kepala BKSDA Kalsel, membenarkan telah menurunkan petugas memantau kemunculan kawanan orangutan di Banua Lawas. Berdasarkan pengamatan di lapangan, mereka memperkirakan orangutan yang mendekati pemukiman warga di Banua Lawas ada empat.
“Ada sepasang orangutan jantan dan betina dewasa yang memiliki dua anak,” katanya, Kamis(16/5/24).
Namun, BKSDA belum dapat memastikan asal-usul atau genetik dari kawanan orangutan yang muncul di Banua Lawas.
Ada kemungkinan satwa-satwa ini bermigrasi dari Kalimantan Tengah atau Kalimantan Timur, mengingat Tabalong berbatasan langsung dan masih satu daratan dengan dua provinsi tetangga itu.
“Bisa juga memang dari Kalsel. Berdasarkan hasil observasi yang pernah kami lakukan, ada tiga lokasi potensial sebagai habitat orangutan di Kalsel, yaitu Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, dan Hulu Sungai Tengah,” katanya.
Meski begitu, katanya, untuk memastikan perlu pemeriksaan DNA.
Terlepas dari itu, BKSDA telah menyampaikan hasil temuan sementara kepada Dinas Kehutanan Kalsel, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tabalong, dan Pemerintah Tabalong. Ini untuk penentuan langkah selanjutnya dalam melindungi satwa yang masuk kategori kritis (critically endangered) atau berada satu langkah menuju kepunahan di alam liar oleh Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) itu.
Langkah ini jadikan hutan di sekitar kemunculan satwa-satwa itu sebagai kawasan ekosistem esensial (KEE). “Semua pihak mendukung rencana yang akan kami lakukan.”
Begitu pun masyarakat, katanya, mereka antusias kalau hutan di desa mereka jadi KEE. Terlebih, kalau daerah dapat menarik wisatawan yang berkeinginan melihat orangutan.
Namun, kata Suwandi, untuk mencapai itu, masih perlu kajian dan upaya rehabilitasi hutan di kawasan itu.
“Agar dapat menjadi habitat layak, perlu sekitar 40-50 jenis makanan untuk orangutan. Karena itu, perlu penanaman pohon yang jadi sumber pangan orangutan.”
Amalia Rezeki, Biologist Conservation Universitas Lambung Mangkurat (ULM) prihatin atas kemunculan orangutan ke pemukiman warga di Banua Lawas.
Masuknya orangutan ke pemukiman bisa dianggap sebagai sinyal kerusakan ekosistem di habitat satwa ini.
Perempuan juga Ketua Pusat Studi Konservasi Keankeragaman Hayati Indonesia ini bilang, orangutan merupakan spesies payung (kunci) yang menjadi indikator biologi kesehatan ekosistem.
“Orangutan adalah spesies intoleran terhadap ekosistem rusak,” katanya.
Amalia berharap, pemerintah daerah maupun pusat punya upaya konkret memberi perlindungan terhadap orangutan dan habitatnya di Kalimantan, tak terkecuali Kalsel.
Pemerintah Kalsel, katanya, sudah memikirkan upaya itu dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalsel 2017 perihal konservasi orangutan dan bekantan.
“Kami memohon segenap stakeholder punya kepedulian sama dalam melindungi orangutan,” katanya.
Begitu BKSDA, katanya, sebagai salah satu pemegang otoritas berwenang dalam perlindungan satwa liar. “Supaya melakukan usaha paling maksimal untuk melindungi orangutan ini.”
Terlepas itu, perihal kemungkinan asal-usul orangutan di pemukiman warga Banua Lawas, Amalia belum bisa mengonfirmasi.
“Untuk mengetahui asal-usul orangutan itu dari mana, tentu memerlukan riset yang mendalam dan cukup lama,” katanya.
Dulu, katanya, memang secara ilmiah tidak ditemukan sebaran populasi orangutan di Kalsel. “Faktanya, kita pada 2014, dalam sebuah observasi mendapati orangutan di Kalsel, terutama di Hulu Sungai Utara dan Tabalong.”
Walhi Kalsel menyebut, kemunculan orangutan ke pemukiman di Banua Lawas dampak degradasi lingkungan di sekitar hutan. Walhi mengamati, terdapat beberapa izin konsesi di sekitar Kecamatan Banua Lawas, , termasuk di Barito Timur, Kalimantan Tengah.
“Di wilayah itu sudah ada beberapa perkebunan sawit, juga perusahaan tambang batubara,” kata Jefry Raharja, Manajer Kampanye Walhi Kalsel.
Dia memberi catatan untuk para pemangku kebijakan agar evaluasi tata kelola hutan dan lahan untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan lingkungan hidup.
“Supaya bisa memberikan ruang hidup yang adil dan berkeadilan bagi seluruh makhluk hidup,” katanya.
******