- Pasca era perburuan paus komersil berakhir, para peneliti menduga mamalia laut paling langka seperti paus biru (Balaenoptera musculus) telah punah. Diperkirakan dari tahun 1998 menunjukkan bahwa jumlah paus biru yang masih hidup kurang dari 2.000 ekor.
- Namun, penelitian terbaru yang dilakukan selama dua dekade menunjukkan bahwa populasi paus ini mungkin mulai pulih.
- Analisis ribuan jam audio untuk mendengarkan suara panggilan khas paus biru oleh peneliti senior Divisi Antartika Australia Brian Miller menunjukkan bahwa jumlah paus stabil atau terus meningkat.
- Menurut sebuah makalah baru yang mengumpulkan temuan dari tujuh pelayaran, peneliti Australia melaporkan bahwa paus biru semakin sering terdengar bermigrasi secara teratur melintasi Samudra Selatan dari tahun 2006 hingga 2021.
Pasca era perburuan paus komersil berakhir, para peneliti kehilangan harapan. Mereka menduga eksistensi mamalia laut paling langka seperti paus biru atau (Balaenoptera musculus) sudah berakhir pada era itu.
Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa populasi paus ini mungkin mulai pulih. Ilmuwan Australia dan beberapa kolega internasional menghabiskan waktu selama dua dekade untuk mendengarkan lagu dan panggilan khas mereka. Dari sana ditemukan bahwa paus biru migrasi secara teratur melintasi Samudra Selatan.
Analisis ribuan jam audio, yang dikumpulkan dengan mikrofon bawah air dan alat pendengar kapal selam bekas milik militer, menunjukkan bahwa jumlah paus stabil atau terus meningkat, menurut ilmuwan peneliti senior Divisi Antartika Australia, Brian Miller.
“Ketika Anda melihat kembali ke masa sebelum pekerjaan ini dimulai, kami hanya memiliki sedikit sekali kesempatan untuk bertemu dengan hewan-hewan ini. Kini kami dapat memberitahu Anda di mana mereka sering berkunjung, kami dapat memberitahu Anda bahwa kami lebih sering mendengarnya. Jadi, ini adalah sebuah kemajuan,” kata Miller seperti dikutip dari The Guardian.
Baca : Mengejutkan, Penelitian Tunjukkan Paus Biru Kawin Silang dengan Spesies Lain

Menurut sebuah makalah baru yang mengumpulkan temuan dari tujuh pelayaran, peneliti Australia melaporkan bahwa paus biru semakin sering terdengar di Samudra Selatan dari tahun 2006 hingga 2021.
“Entah jumlah mereka meningkat atau kemampuan kami untuk menemukan mereka meningkat, tapi kedua hal itu adalah kabar baik,” kata Miller.
Paus biru hampir punah sebelum perburuan paus menurun pada pertengahan abad ke-20. Sejak saat itu, paus biru menjadi salah satu makhluk paling langka di Bumi. Diperkirakan dari tahun 1998 menunjukkan bahwa jumlah paus biru yang masih hidup kurang dari 2.000 ekor.
Melacak dengan nada
Dalam upaya melacak dan mempelajari spesies yang terancam punah ini, para peneliti menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendengarkan nada-nada selama sekitar 20 detik, yang disebut panggilan Z. Adapun panggilan D yang lebih pendek, namun bernada lebih tinggi. Total, survei nada ini mencakup hampir 3.900 jam suara.
“Kami pikir pesannya adalah: ‘Saya paus biru, saya di sini,” kata Miller. “Jika Anda berpikir tentang kita yang hampir memusnahkan mereka, dan kepunahan, maka akan menjadi lebih pedih ketika memikirkan mereka berkata saya masih di sini.”
Para ilmuwan melakukan perjalanan sejauh hampir 150.000 km melintasi Samudra Selatan untuk melacak kemunculan paus di sekitar Antartika. Peneliti Australia lainnya mengatakan bahwa jangkauan geografis dan temporal penelitian ini memberikan wawasan yang langka tentang keadaan spesies ini.
Baca juga : Paus Bergigi Berburu Mangsa dengan Suara Mirip Kim Kardashian?

Meskipun paus biru merupakan spesies terancam punah yang hidup di habitat terpencil. Memantau paus-paus ini di lautan yang sangat luas bukanlah hal mudah. Apalagi mereka diketahui sebagai penjelajah dunia yang melintasi khatulistiwa.
Penyebaran mereka membuat para ilmuwan di seluruh dunia tertarik pada proyek ini. Harapannya pemantauan tersebut akan menjadi langkah maju bagi upaya konservasi Komisi Paus Internasional (The International Whaling Comission/IWC).
“Hanya upaya kolaboratif internasional yang akan mampu menyatukan teka-teki di mana mereka berada dan apakah mereka sudah pulih,” katanya.
Sementara itu, Jeremy Kiszka, seorang profesor ilmu biologi di Florida International University, merangkum perjalanan mengikuti suara paus biru di perairan Afrika Timur. Bersama Kathleen Stafford, seorang profesor di Institut Mamalia Laut Oregon State University, kelompok ini melakukan dua kali perjalanan ke kepulauan Seychelles di lepas pantai Afrika timur antara tahun 2020 dan 2021.
Para peneliti menggunakan beberapa metode penelitian yang menghasilkan lima penampakan kelompok paus biru yang terdiri dari 10 paus biru. Para ilmuwan menggunakan survei visual berbasis kapal yang berfokus pada perairan dalam tempat paus menyelam, serta hidrofon (mikrofon bawah air yang mampu merekam suara paus).
“Karena penemuan paus biru, kami telah bekerja sama dengan operator pariwisata lokal dan pemerintah, terutama untuk mengidentifikasi langkah-langkah untuk membatasi dampak dari potensi pengembangan kegiatan menonton paus sebagai sebuah aktivitas. Ini adalah langkah positif menuju konservasi mereka,” tulis Kiszka. “Kita masih mengetahui sedikit sekali tentang paus biru. Namun, data yang dikumpulkan di Seychelles memberi kami harapan dan mendorong kami untuk berbuat lebih banyak.”
Baca juga : Ekowisata Menjadi Ancaman Baru Hiu Paus

Perburuan Paus Biru
Industri perburuan paus telah menghancurkan populasi paus biru di seluruh dunia sejak abad ke-19. Di Seychelles, khususnya, pemburu paus Soviet membunuh 500 paus biru secara ilegal pada tahun 1960-an, sehingga sangat menggembirakan bahwa makhluk-makhluk tersebut dapat kembali ke wilayah itu.
Sebetulnya, masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi hewan-hewan luar biasa ini, kata Kiszka. Terlebih paus biru sangat penting bagi ekosistem laut.
Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan (The International Fund for Animal Welfare/IFAW) pun menggambarkan paus biru sebagai “insinyur ekosistem”. Alasannya karena mereka mengendalikan populasi krill atau krustacea kecil yang menjaga keseimbangan rantai makanan dan membantu memastikan stabilitas jaringan pasokan makanan.
Selain itu, WWF mengamati bahwa kotoran mereka yang kaya zat besi berfungsi sebagai pupuk untuk mendukung fitoplankton yang menghasilkan setengah dari oksigen bumi dan menyerap 40% karbon dioksida planet ini.
Baca juga : Miris! Paus Biru Bisa Memakan 10 Juta Keping Mikroplastik Setiap Harinya

Sampah Plastik
Meskipun saat ini perburuan paus komersial sudah dilarang di hampir semua tempat kecuali Norwegia, Islandia, dan Jepang, tapi paus biru menghadapi tantangan baru yaitu polusi laut dalam bentuk plastik. Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa paus menelan sebanyak 10 juta keping mikroplastik per hari. Belum lagi peralatan penangkapan ikan yang dibuang ke laut dan meningkatnya suhu laut.
Padahal keberadaan paus biru sama artinya dengan menjaga lautan tetap sehat. Makhluk raksasa ini membantu manusia dengan mengurangi polusi dan berkontribusi pada masa depan yang lebih sejuk.
Kita semua harus berperan untuk memastikan kesehatan paus biru yang berkelanjutan, baik dengan mengurangi produksi polusi yang menyebabkan pemanasan global, menghindari penggunaan plastik sekali pakai, atau mengkampanyekan industri perikanan yang lebih ramah lingkungan.
Penelitian yang mengungkap spesies yang luar biasa ini merupakan berita yang fantastis. Seperti nada-nada harapan yang didengungkan oleh paus biru ini adalah bahasa tentang nasib mereka yang cenderung membaik. (***)
360 Paus Sikat Terancam Punah: Fakta Menyedihkan di Hari Paus Sedunia