- Para nelayan di Maluku Utara sedang berbahagia, karena saat ini memasuki puncak musim ikan tuna perairan Kabupaten Pulau Morotai.
- Tetapi kondisi itu justru membuat resah para supplier dan perusahaan pembeli ikan tuna di Kabupaten Pulau Morotai karena berbagai kendala yang dihadapi, seperti minimnya ketersediaan es balok, keterbatasan cold storage penampung tuna, sampai terbatasnya pengangkutan tuna oleh kapal ekspor
- Untuk itu, mereka berharap kepada pemerintah mencarikan solusi berbagai kendala terkait ikan tuna tersebut
- KKP bersama Pemkab Pulau Morotai sedang menyiapkan solusi puncak musim ikan tuna saat ini, seperti penyiapan kapal angkut tambahan dan distribusi alat pendingin ikan ke Morotai
Para nelayan di Maluku Utara sedang berbahagia, karena saat ini memasuki puncak musim ikan tuna perairan Kabupaten Pulau Morotai.
Tetapi kondisi itu justru membuat resah para supplier dan perusahaan pembeli ikan tuna di Kabupaten Pulau Morotai karena keterbatasan cold storage sebagai penampung ikan tuna tangkapan nelayan yang mereka miliki. Cold storage digunakan untuk menyimpan dan mendinginkan ikan tuna agar tidak rusak dan nelayan dapat harga beli yang memadai.
Hal itu terungkap dalam rapat bersama Ketua Koperasi Nelayan Tuna Pasifik suplier tuna Morotai, Manager PT Harta Samudra (HS), dan Manager SKPT Morotai, pada Selasa (21/5/2024) lalu.
Pihak PT HS yang merupakan perusahaan pengekspor tuna ke berbagai negara di Asia, seperti Jepang dan Vietnam serta ke Amerika itu mengharapkan pemerintah untuk mencarikan solusi keterbatasan daya tampung ikan saat ini.
“Masalahnya sekarang kapasitas daya tampung di SKPT hanya 6 ton per hari, sementara tangkapan nelayan di Morotai per hari 12-16 ton. Jadi saat ini lagi menumpuk, menunggu kapal ekspor,” jelas Kepala Cabang PT Harta Samudra Morotai, I Made Maliharradana, seperti dikutip dari Times Indonesia.
Perusahaan ini juga terkendala kapal ekspor. Sebelumnya, dua kapal dari proyek tol laut masuk masuk Morotai dua kali setiap satu bulan. Saat ini hanya satu kali kapal masuk dalam satu bulan dengan jatah kontainer terbatas.
Baca : Kekhawatiran Nelayan Tuna Maluku Utara dengan Kapal Ikan PMA
Karena kendala daya tampung dan transportasi laut untuk ekspor itu, PT HS mengirimkan ikan melalui Pelabuhan Tobelo, Halmahera Utara. “Hal ini kami lakukan agar sirkulasi pembelian ikan di Morotai tidak mati,” terang Maliharradana.
Tetapi cara itu belum mengatasi masalah karena jatah kontainer ikan di kapal terbatas dan hasil tangkap nelayan per hari jauh lebih besar dari daya tampung ikan (cold storage) yang dimiliki PT HS.
Karena itu dia menyarankan para nelayan menjual hasil tangkapnya ke perusahaan ikan lain di Morotai, selain ke PT HS.
“Di Morotai pembeli ikan bukan hanya PT Harta Samudra. Tapi ada di Desa Sangowo, Morotai Timur dan ada di Desa Tiley, Morotai Barat. Jadi jangan hanya PT Harta Samudra yang dilirik, kompetitor lain juga diberi kesempatan masuk Morotai. Karena semakin banyak kompetitor maka semakin bagus sirkulasi ekonominya,” sarannya.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kabupaten Pulau Morotai Jopy Jutan mengatakan pihaknya memfasilitasi pertemuan bersama itu untuk mencari solusinya agar tangkapan ikan tuna dari nelayan tidak rusak.
“Agenda rapat terkait antisipasi anomali puncak kelimpahan tuna di Morotai. Termasuk di dalamnya membahas rencana kedatangan kapal pengangkut ikan untuk di bawa ke Bitung Sulawesi Utara,” jelas Joppy dihubungi dari Ternate Selasa (21/5/2024)
Kesimpulan dari pertemuan tersebut, katanya, adalah distribusi dan pengangkutan ikan ke luar Morotai.
“Masalah kami di sini adalah distribusi pengangkutan ikan keluar Morotai masih sulit. Tol laut hanya satu kali dalam sebulan. Itupun hanya terbatas 3 teus. Ekspor lewat Pelabuhan Tobelo Halmahera Utara juga masih terkendala kapasitas angkut kapal feri penyeberangan ke Bitung, Sulawesi Utara,” katanya.
Baca juga : Potensi Besar, Tuna di Morotai Belum Tergarap Optimal
Selain itu, fasilitas prosesing tuna dengan bak chiling terbatas hanya 600 ekor berukuran 20-30 kg atau 400 ekor berukuran 30 kilogram ke atas.
Sedangkan data DKP Pemkab Morotai menunjukkan ada sekitar 800 ekor tuna berukuran rerata 30 – 40 kg keatas per harinya dalam beberapa hari terakhir.
Di sisi lain beberapa perusahaan tidak melakukan pembelian ikan tuna. Di saat yang sama juga kapal angkut ke Manado pun docking. “Di Morotai ada PT. Charlie, Morotai Cemerlang dan Koperasi Nelayan Tuna Pasifik tetapi mereka juga tidak membeli tuna. Ini masalah kami,” jelasnya.
Minimnya Es Balok
Permasalahan paling krusial lainnya adalah ketersediaan es yang masih sangat minim yang tidak sebanding dengan jumlah ikan didaratkan.
Es balok yang tersedia di PT HS juga dipakai untuk prosesing tuna saat chilling di bak unit pengelolaan ikan (UPI). Karena es yang terbatas itu, ikan juga sulit dipasarkan jauh.
Es balok juga dibutuhkan para nelayan saat melaut untuk mengawetkan ikan sebelum didaratkan. “Saat berlimpah ikan, nelayan melaut dengan es seadanya sehingga mutu ikan menjadi menurun. Bahkan ikan menjadi rusak,” kata Joppy.
Dia melanjutkan serapan tuna untuk pasar global masih menjadi masalah. Beberapa pihak pembeli tuna di Morotai pun masih belum membeli ikan tuna untuk sementara.
Yoppi mengakui di satu sisi volume daya tampung di perusahaan terbatas, sisi lain hasil tangkap nelayan meningkat dua kali lipat.
“Saat ini memang volume pendaratan ikan tuna di Morotai sedang meningkat dua kali lipat dari biasanya, bahkan lebih. Data volume distribusi pendaratan ikan tuna tertinggi yakni dari Morotai Utara 40 persen, Morotai Timur 30 persen, Morotai Selatan 20 persen dan sisanya sekitar 10 persen di pasok dari luar,” ungkapnya.
Yoppy bilang Morotai tercatat sebagai salah satu kabupaten penghasil tuna tertinggi di Provinsi Maluku Utara. Rata-rata ikan tuna mendarat di Morotai sebanyak 400 ekor setiap hari, namun saat ini meningkat dua kali lipat hingga mencapai 800 ekor.
Kapasitas produksi di PT Harta Samudera maksimal 300 ekor setiap harinya. Sebagian lainnya diserap pembeli lain, seperti CV Charlie Morotai Cemerlang dan Koperasi Nelayan Tuna Pasifik yang domisili perusahaannya di Desa Sangowo.
Perlu dibaca : Penangkapan Ikan Berkelanjutan dan Kesejahteraan Nelayan: Manfaat Sertifikasi MSC di Maluku
Saat ini pembeli selain PT Harta Samudera masih terkendala rendahnya serapan pasar ekspor sehingga ikan yang mereka beli dari nelayan Morotai masih tertampung lama di cold storage, baik di Morotai maupun di Jakarta.
“Semoga di 2024 ini sejumlah fasilitas pemerintah yang tersedia di SKPT Morotai dapat beroperasi. Baik itu sarana prasarana berupa penambahan mesin pabrik es agar mutu dan harga ikan tuna terjaga stabil, cold storage berkapasitas 200 ton, hingga perluasan pasar ekspor. Upaya ini untuk menjawab sejumlah persoalan yang sedang dihadapi agar terhindar dari ancaman kubur ikan,” harap Yoppi.
Perhatian dari KKP
Terkait persoalan stakeholder usaha ikan tuna di Morotai, mendapat perhatian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Saat ini KKP bersama Pemkab Pulau Morotai sedang menyiapkan langkah antisipasi menghadapi puncak musim tuna di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Hal tersebut dilakukan agar potensi kerugian akibat menumpuknya hasil tangkapan tuna di Pelabuhan dapat dihindari.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulis, Senin (20/5/2024) lalu menyampaikan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono telah menyampaikan secara jelas, jangan sampai harga ikan kurang proporsional sehingga merugikan nelayan.
Budi menjelaskan berdasarkan hasil koordinasi dengan dinas setempat, telah ada pihak swasta dalam hal ini PT Nutrindo Fresfood Internasional siap menyediakan kapal angkut ke Morotai. Perusahaan tersebut membeli dan mengangkut ikan tuna ke Bitung, Sulawesi Utara.
Lebih lanjut kata Budi telah didistribusikan juga 6 unit chest freezer (pendingin,) ke Morotai masing-masing 5 unit dengan kapasitas 300 liter dan satu unit kapasitas 750 liter untuk membantu sementara menjaga mutu ikan nelayan. (***)
Upaya Benahi Tata Kelola Perikanan Tuna Lestari di Indonesia