- Sunendi, Sahru dan kelompoknya telah ditetapkan bersalah sebagai pelaku perburuan badak jawa di Ujung Kulon pada Juni 2024 di PN Pandeglang, Banten.
- Polda Banten berhasil membongkar kasus ini, yang bermula dari laporan tentang hilangnya beberapa kamera jebak yang selama ini digunakan oleh unit monitoring badak TNUK.
- Penyelidikan Mongabay Indonesia mengungkap adanya kebocoran informasi perihal data individu, ruang jelajah, dan jalur badak dari orang dalam yang selama ini bekerja dan aktif di kawasan Ujung Kulon.
- Di balik sudah terbongkarnya kasus ini, masih banyak pertanyaan lain tentang misteri hilangnya badak jawa yang tidak terlaporkan dalam beberapa tahun belakangan.
Hilangnya 26 badak jawa (Rhinoceros sondaicus) karena perburuan, benar-benar seperti tamparan keras bagi pengelolaan konservasi di Indonesia. Tragedi ini adalah bukti nyata sisi rapuh dari model pengamanan kawasan di Balai TN Ujung Kulon (TNUK), salah satu kawasan konservasi tertua di Indonesia yang dideklarasikan sejak 1921.
Lokasi ini juga habitat terakhir badak jawa, -spesies langka super dilindungi, yang masih tersisa di muka bumi.
Mongabay Indonesia melakukan penyisiran data, penelusuran, dan serangkaian percakapan dengan para narasumber di seputaran TNUK, termasuk melakukan perjalanan ke Dusun Ciakar, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, tempat para pemburu badak bersembunyi dan melakukan aksi ilegalnya tersebut.
Dari temuan Mongabay terlihat, perburuan ini dilakukan secara sistematis yang dilakukan oleh organisasi kriminal, yang melibatkan pasokan fasilitas dana, senjata, kemahiran berburu dan kebocoran data lokasi badak yang diduga dilakukan oleh oknum orang dalam.
Meski kasus ini sebagian sudah makin terang. Masih banyak misteri yang masih belum bisa terungkap.
***
“Kasus kieu kakarek bae (Kasus seperti ini baru terjadi sekali ini),” kata Yusup (53), seorang warga Dusun Ciakar, Desa Rancapinang (Kamis,13/06/2024).
Dia pun sama terkejutnya, saat desanya sontak menjadi sorotan dan lantas diberi stigma sebagai desa pemburu badak jawa.
Yusup adalah pembina pemuda karang taruna desa. Puluhan tahun dia berhubungan dengan para pemuda desa. Dia membantah jika ada anak asuhannya yang terlibat dengan jaringan perburuan badak.
Sekalipun rumahnya hanya berjarak 50 meter dari rumah Sunendi bin Karnadi (32), pimpinan komplotan pemburu badak jawa, Sunendi dia sebut adalah pemuda berkepribadian tertutup dan jarang berbaur dengan warga lokal, termasuk dalam kegiatan-kegiatan sosial.
Sebelumnya, berdasarkan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang pada 5 Juni 2024, Majelis Hakim yang diketuai oleh Joni Mauliddin Saputra dengan anggota Panji Answinartha dan Madela Natalia Sai Reeve memvonis Sunendi penjara 12 tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan penjara
Sunendi dinyatakan bersalah dalam kasus perburuan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Selain perburuan ilegal, Sunendi juga dikenai pasal tentang pencurian dan perusakan aset milik negara (kamera jebak) dan kepemilikan senjata gelap.
Awal kasus ini terbongkar, dimulai saat Polda Banten mendapat laporan tentang kehilangan empat kamera jebak yang lenyap di lokasi Ujung Jaya, TNUK. Dari rekaman kamera jebak yang tersisa, para petugas menemukan foto-foto Sunendi yang sedang beraksi.
Wajah Sunendi tampak jelas. Dia menggunakan baju hitam lengan panjang, celana panjang, topi, sepatu boot, tas selempang hitam, serta membawa senapan dan golok. Ini adalah bagian dari operasi ilegalnya yang terjadi pada periode 2022-2023.
Dari foto kamera jebak, dia sedang membidik badak dari jarak sekitar 15 meter. Badak itu ditembak di perut. Setelah itu, salah satu anggota komplotannya, Haris lalu menyembelih leher badak dengan menggunakan golok yang sebelumnya sudah dipersiapkan.
Cula badak yang sudah terpotong, lalu dimasukkan Sunendi ke dalam plastik hitam, dibawanya ke rumah dan di simpan di balik plafon atap rumahnya. Tujuannya agar aksi keji ilegalnya tersebut tidak diketahui oleh orang lain.
Setelah di profiling, polisi lalu dapat melacak keberadaan Sunendi. Dia ditangkap di sebuah restoran berlokasi di belakang Terminal Grogol, Jakarta Barat pada 26 November 2023. Saat itu, dia sedang makan berdua dengan pacarnya.
Hari itu juga, Sunendi digiring oleh tim Resmob Brimob Polda Banten. Dalam penggeledahan di rumahnya di Dusun Ciakar, Desa Rancapinang, polisi menemukan 1 senapan berburu merk Mauser, 1 pistol revolver, 1 pistol airsoft gun, 12 butir amunisi, 4 butir peluru pistol, dan 10 selongsong peluru.
Tentu saja, kedatangan pasukan Brimob saat itu menghebohkan seluruh kampung. Kampung terpencil yang biasanya sepi itu, tiba-tiba digeruduk oleh pasukan polisi bersenjata lengkap. Warga pun gempar.
“Aya dua atau tilu pelaku nu kanyahoan ku warga eta mah langsung bae ditangkap (Ada dua tiga pelaku [komplotan Sunendi] yang saat itu langsung ditangkap),” kata salah satu warga yang enggan disebut namanya kepada Mongabay.
Warga mendeskripsikan kejadian di hari-hari mencekam itu. Mereka dilarang keluar dari kampung dan beraktivitas di kebun, selama polisi mencari para pelaku yang tergabung dalam geng Sunendi yang terlanjur melarikan diri ke dalam hutan.
Menurut warga yang kami wawancarai, polisi juga menemukan beberapa tulang dan tengkorak kepala badak di rumah Sunendi. Sejak saat itu warga baru tahu bahwa selama ini kekayaan yang didapat merupakan hasil dari berburu badak jawa.
“Kadang sok panasaran timana boa si Sunendi meunang duitna. Atuh kadang mah kapikiran bae soal pesugihan da ceunah sok sering ziarah (Kadang kami suka penasaran darimana Sunendi dapat uang. Kami pikir dia pakai pesugihan karena sering ziarah [di situs di dalam TNUK]).”
Warga selama ini memang sudah mulai curiga dengan tindak tanduk Sunendi. Dia jarang ada di kampung, tetapi tiap kembali, selalu pulang dengan banyak uang.
Kurang dari 3 tahun, Sunendi lalu menjelma jadi orang kaya baru kampung. Terakhir dia mampu membeli mobil baru yang harganya Rp300 juta. Barang mewah yang sulit terjangkau dalam ukuran ekonomi rata-rata warga Ciakar.
Di dalam pengembangan fakta persidangan, diketahui ada dua kelompok pemburu badak, masing-masing diketuai oleh Sunendi dan kakaknya Sahru. Kelompok Sunendi mengaku telah membunuh 6 badak, sedangkan kelompok Sahru membunuh 4 badak.
Selama periode Maret 2020-Desember 2022, Sunendi menjual 4 cula badak ke perantara bernama Yogi Purwadi. Setiap bertransaksi, mereka selalu bertemu di Jakarta.
Pada April 2020, Sunendi menerima uang tunai sebesar Rp260 juta dari Yogi. Dia bersama rekannya Erik [almarhum], adalah perantara kepada pembeli bernama Liem Hoo Kwan alias Willy yang berdomisili di Jakarta.
Setelah itu, pada Desember 2020, Sunendi kembali membawa cula badak kepada Yogi, kali ini cula ini dihargai oleh Willy Rp315 juta dan dibayar lewat tunai.
Tahun 2022, dua kali mereka bertemu lagi. Pada Agustus 2022, Sunendi menjual cula lewat perantaraan Yogi. Cula itu dibeli Rp525 juta yang dibayarkan secara transfer bank.
Pada Desember 2022, Sunendi kembali menjual cula yang di beli seharga Rp200 juta secara tunai. Dalam setiap transaksi ini, Yogi menerima komisi dari Sunedi sebesar Rp5 juta untuk tiga transaksi, dan Rp2,5 juta untuk satu transaksi.
Setelah menerima uang dari setiap penjualan cula badak, Sunendi membagi-bagi uang yang diperoleh kepada anggota kelompoknya. Masing-masing bisa dapat hingga puluhan juta rupiah.
Sunendi dan Sahru bergerak dalam dua kelompok. Kelompok Sunendi yang disebut kelompok I, beranggotakan Atang Damanhuri, Sukarya (status: DPO), Nurhadi (DPO), Icut (DPO), Haris (DPO) dan Sahud (DPO).
Sedang kelompok II yang diketuai Sahru, beranggotakan Leli, Karip (DPO), Rahmat (DPO), Isnen, Sayudin dan Wandi (DPO). Semuanya warga Rancapinang.
Para anggota ini direkrut dari orang-orang dekat Sunendi dan Sahru. Di lapangan Sunendi dan Sahru yang biasanya menjadi eksekutor untuk menembak badak, anggota lain bekerja untuk menyembelih badak dengan golok dan memutilasi culanya.
Keluarga Sunendi dan Sahru memang punya sejarah sebagai pemburu di masa lampau. Ayah dan kakeknya adalah orang disegani di kampung. Bahkan bapaknya dikenal sebagai orang yang punya kekuatan mistik, yang disebut-sebut punya ajian ampuh cara untuk berburu satwa.
Di desa-desa yang ada di Kecamatan Cimanggu, berburu memang jadi kebiasaan turun-temurun antar generasi. Senjata rakitan biasa dibawa oleh petani ke kebun. Tujuannya, untuk mengusir babi hutan yang kerap turun ke kebun warga.
Sejak kasus perburuan badak mencuat, senpi yang ada di tangan penduduk dikumpulkan oleh aparat.
Dalam 100 tahun sejarah konservasi di wilayah paling barat Jawa ini, sudah ada nama-nama pemburu badak legendaris yang berasal dari desa-desa sekitar TNUK.
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak dari mereka yang berhenti, karena sudah lanjut usia, meninggal, ataupun tobat. Sebagian akhirnya malah menjadi mitra polhut untuk kegiatan konservasi.
Kasus Sunendi yang menyeruak ini pun kemudian membongkar masih rawannya kawasan Ujung Kulon dari para pemburu badak. Setelah lebih dari dua dekade kasus perburuan badak sudah tidak pernah terdengar lagi.
Menjumpai badak jawa di Ujung Kulon bukanlah perkara gampang. Badak adalah satwa sensitif suara dan bau. Hanya segelintir orang yang bisa menjumpai badak. Bahkan di tahun 1980-an Alain Compost, seorang fotografer internasional memerlukan waktu tahunan untuk sekedar mendapatkan foto seekor badak jawa.
Pertanyaannya lalu, dari mana kelompok Sunendi dan Sahru mendapat titik-titik koordinat yang presisi, sehingga mereka dapat menemukan badak secara cepat dalam waktu singkat dan melakukan perburuan yang masif dalam beberapa tahun terakhir?
Informasi Keberadaan Badak yang Bocor
Penelusuran Mongabay membawa kami ke Desa Rancapinang, desa yang berbatasan dengan TNUK di sebelah timur.
Dibandingkan dengan daerah lain yang dibatasi oleh barisan perbukitan Gunung Honje, Desa ini adalah daerah terbuka (open access) yang mudah dimasuki dari garis pantai.
Jalur ini adalah pintu masuk tradisional bagi para perambah kayu, pemburu burung, pencari lobster dan pemancing ikan, hingga para peziarah yang menyusuri pantai pesisir selatan untuk menuju ke situs Sang Hyang Sirah yang ada di tepi ujung barat.
Kelompok Sunendi dan Sahru juga melewati lokasi ini. Untuk mengaburkan jejak, mereka menimbun perbekalan logistik dan terkadang senpi, amunisi, dan sajam mereka di jalur-jalur tikus yang ada.
Dalam informasi yang kami peroleh, Sunendi memiliki satu lembar rekapitulasi data tiap-tiap individu badak jawa hasil kamera jebak dalam periode 2010-2023. Satu lembar peta penjagaan jalur masuk-keluar di wilayah seksi 2 TNUK, 1 bundel peta distribusi badak jawa tahun 2020-2023, 1 bundel data kematian badak jawa, dan 1 flash disk putih data-data digital tentang badak.
Indikasi adanya kebocoran informasi dari oknum orang dalam ini disampaikan oleh narasumber kami. Dia menyebut sosok ini berinisial ‘M’ orang yang pernah bertugas sebagai ranger di satuan Rhino Protection Unit (RPU), suatu kelompok kerja yang dikoordinasikan oleh salah satu mitra kerja TNUK. ‘M’ adalah salah satu ranger senior yang bekerja sejak 2009.
“Saacana jadi petugas, baheula manehna terkenal tukang moro oge. Jadi geus pasti apal, tah pas kasus perburuan nu ayeuna manehna malah eweuh, leungit” (Sebelum jadi petugas, ‘M’ ini pemburu, pastinya dia tahu lokasi-lokasi [badak], sekarang saat ramai kasus perburuan, dia hilang,” sebut seorang warga lokal yang minta namanya dirahasiakan.
Sumber kami menyebut ‘M’ ini berasal dari Kampung Ciakar, dia berkerabat dengan Sunendi, namun setelah menikah dia katanya pindah ke Kampung Cegog, dusun yang masih masuk Desa Rancapinang.
Keterangan informan Mongabay ini, selaras dengan penuturan informan lainnya. Narasumber ini pernah bekerja dengan ‘M’ cukup lama di TNUK di bagian tim monitoring badak.
Narasumber yang minta namanya dirahasiakan ini, menyebut ‘M’ diduga kuat sebagai penyuplai informasi soal kantung-kantung populasi badak jawa kepada kelompok Sunendi dan Sahru.
Dia bilang ‘M’ pula yang mengajari Sunendi dalam operasinya. Agar tidak dicurigai, Sunendi kadang memakai masker dan penutup muka, serta berseragam khusus yang menyerupai petugas patroli TNUK.
Lokasi-lokasi yang didatangi pun, tidak pernah meleset dari titik koordinat kubangan badak jawa. Berdasarkan sejumlah rekaman kamera jebak, Sunendi diketahui kerap melewati area-area jalur badak.
Dari ‘M’, Sunendi paham bahwa badak adalah satwa soliter, kecuali saat musim kawin atau ketika induk badak sedang bersama anaknya. Dari informasi ini, Sunendi memiliki jalur-jalur lengkap pergerakan tiap individu badak.
Informan Mongabay menyebut, awal pembunuhan badak dimulai pada tahun 2018, yaitu saat individu yang dinamai Samson ditemukan mati di area Karang Ranjang, pantai selatan TN Ujung Kulon. Badak jantan ini mati dengan tengkorak berlubang.
“Samson murni mati ditembak, bukan karena penyakit. Saya heran kenapa kasus kematian badak ini seolah-olah ditutup-tutupi petugas balai. Seperti tidak mau diungkap,” sebutnya.
Keterangan sumber ini sesuai dengan laporan yang dibuat oleh Yayasan Auriga Nusantara yang menyebut Samson mati karena ada lubang di duga peluru di tengkorak kepalanya.
Dalam versi Balai TNUK lubang di kepala badak Samson ini bukan tertembus peluru, tetapi karena tertusuk vegetasi seperti bambu yang banyak tumbuh di Ujung Kulon.
Dari ‘M’, Sunendi juga tahu, tentang waktu-waktu petugas monitoring TNUK bekerja. Termasuk pos-pos jagawana di sisi timur taman nasional yang sering kosong, atau bahkan rusak, dan sudah tidak lagi beroperasi sama sekali. Ini sudah terjadi jauh sebelum kematian badak Samson.
“Secara aturan, tiap pos penjagaan biasa dibagi 2 shift, masa kerjanya di putar 15 hari sekali. Satu shift diisi satu kepala unit dengan dua anggota.”
Kekosongan personal ini yang lalu dimanfaatkan oleh pemburu yang masuk dari arah selatan melalui laut, maupun darat dari sisi timur.
“Masalahnya pos sering kosong. Petugas baru ada, kalau ada program seperti pasang kamera jebak atau operasi langkap.”
Langkap (Arenga obtusifolia) sendiri adalah sejenis tumbuhan invasif yang penyebarannya mengancam vegetasi pakan badak di Ujung kulon. Secara reguler para jagawana dikerahkan untuk memusnahkan palma ini.
Pasca kematian Samson, wilayah inti di TNUK makin santer di datangi pemburu. Banyak ditemukan jejak-jejak manusia di sekitar area badak jawa, terutamanya di area yang sudah terekam data tentang nama dan data jelajah badak per individu.
Sumber Mongabay mencontohkan, ada jejak lebih dari dua orang, yang melakukan pengintaian satu individu badak.
“Pernah ada beberapa anggota yang mau lapor tentang kecurigaan soal keberadaan pemburu badak. Tapi ‘M’ ini justru balik mengancam yang mau lapor. Padahal sebagai petugas RPU, tupoksi dia kan mengamankan badak.”
Dalam suatu pemetaan kawasan yang menyisir kubangan badak jawa, sumber Mongabay menyebut dia pernah menemukan ranggon, atau sejenis rumah pohon kamuflase di tengah hutan yang dibuat oleh pemburu badak.
Ranggon itu berada di ketinggian 7 meter di atas tanah yang gunanya untuk menghindari penciuman badak. Jarak rangon hanya sekitar 10 meter dari kubangan badak.
“Kadang saya heran sendiri, dari mana mereka [pemburu badak] dapat informasi kubangan badak, bahkan bisa tahu cara bikin tempat pengintaian?”
Padahal pengetahuan itu terbatas. Hanya para petugas saja yang punya keahlian ini.
Tak hanya itu, para pemburu juga beroperasi saat sore menjelang petang, setelah mereka menunggu jadwal patroli petugas. Di saat-saat itu, mereka mengintai badak yang akan mulai mandi di sungai setelah berkubang.
Sumber Mongabay masih ingat betul kejadian saat patroli bersama ‘M’. Saat itu ada bunyi seperti letusan senapan tiga kali yang asalnya tidak jauh dari Pos Kalajetan, ‘M’ menyuruh anggota yang lain untuk tidak ikut. Yang boleh mengecek hanya dia sendiri.
Penelusuran Mongabay perihal suara letusan ini mengindikasikan jika itu berasal dari kelompok pemburu, yang besar kemungkinan kelompok Sunendi.
Suara ini kemungkinan berasal dari senjata Mauser tipe M98 Action, senjata impor buatan Jerman yang biasa digunakan untuk berburu beruang di Eropa dan Amerika Utara. Dengan teleskop, senjata ini bisa dipakai membidik hingga 500 meter oleh seorang profesional.
Senjata in berjenis single shoot, yang memerlukan jeda waktu untuk pengisian ulang peluru. Tiga letusan ini, mengindikasikan pemburu sedang membidik tiga sasaran vital di tubuh badak, yaitu leher, organ dalam (jantung), dan perut.
Informasi ini sesuai dengan rekaman kamera jebak yang dilacak polisi, bahwa ada waktu antara tembakan pertama hingga tembakan akhir mematikan yang menembus perut badak.
Di belakangan hari, dengan menyeruaknya kasus Sunendi dan kelompoknya yang ditangkap polisi, orang-orang yang terlibat pun mulai terlihat panik.
“Saya baru pahamnya, setelah adanya razia handphone oleh Polda Banten setelah Sunendi ditangkap. Si ‘M’ ini seperti panik. Beberapa kali dia coba mengambil handphone miliknya, tapi gak jadi, karena sudah ada di pihak polisi,” jelasnya.
Sejak itu ‘M’ tiba-tiba menghilang. Dia tak lagi kelihatan bertugas. Beberapa atasannya sempat menanyakan ihwal keberadaannya, namun tak ada yang tahu sampai sekarang.
Dalam keterangannya saat jumpa pers di Polda Banten, Serang (Selasa, 11/6/24), Kepala Balai TNUK Ardi Andoni, menampik jika modus perburuan badak jawa, berasal karena kebocoran informasi dari orang dalam.
Ardi menyebut seluruh informasi yang diperoleh para pelaku adalah berasal dari internet. Dokumen yang dimiliki pelaku pun, katanya hanyalah risalah bahan sosialisasi konservasi dari pihak TNUK.
Misteri Badak-badak yang Menghilang
Selama satu dekade terakhir, terdapat banyak laporan tentang badak yang secara misterius menghilang dari tangkapan kamera jebak. Laporan Auriga menyebutkan jika dalam periode 2019-2021 ada 15 badak menghilang, 7 betina dan 8 jantan. Sedangkan 3 individu lainnya terkonfirmasi mati.
Data ini berbeda dengan KLHK, seperti dilansir Tempo disebut bahwa selama periode 2012-2022 ada 11 badak hilang. Data ini juga berbeda dengan hasil simpulan Polda Banten yang menyebut ada 26 individu badak jawa telah mati karena diburu.
Salah satu individu yang hilang ini bernama Rawing yang lenyap sejak 2019. Jantan dewasa menuju tua ini biasa dapat dikenali dari cara makannya yang sudah serabutan dalam memotong dedaunan. Ini indikasi jika gigi gerahamnya sudah tidak tajam digerus usia.
“Yang hilang itu rata-rata [sebagian besar] badak jantan,” ungkap sumber Mongabay.
Jumlah badak yang hilang, pastinya akan berpengaruh kepada populasi badak jawa yang ada. Dalam beberapa tahun terakhir, TNUK selalu melaporkan tentang kelahiran badak baru, namun cenderung tertutup dengan kematian badak atau hilangnya badak di dalam kawasan.
Perkecualian dalam data pada tahun 2021. Rilis data KLHK melaporkan dari 92 unit kamera jebak yang dipasang, disimpulkan di Ujung Kulon ada 76 badak. Ini adalah kumulatif dari tahun sebelumnya, yaitu 74 individu, ditambahkan lima kelahiran individu, dikurangi kematian 3 individu.
Berdasarkan informasi Balai TNUK di webnya Januari 2024, metode penghitungan jumlah badak jawa sejak tahun 2011 dilakukan dengan menggunakan analisis spasial SECR (Spatially Explicit Capture Recapture) yang berdasarkan pada data kamera jebak, yang dipadukan dengan metode lain seperti CMR (Capture Mark Recapture) dan metode ALBUM.
Metode terakhir adalah pencatatan serial berdasarkan hasil identifikasi individu badak jawa. Data individu ini akan terus dicatat di dalam album secara kontinyu, bahkan selama individu tersebut belum ditemukan mati, meski selama bertahun-tahun badak jawa tidak lagi dapat terdeteksi keberadaannya.
Dalam laporan perihal populasi badak jawa di TNUK oleh KLHK selama 10 tahun, badak-badak ini disebut dalam populasi yang stabil dengan trend meningkat. Dalam periode 2012-2022, angka badak berkisar dari 51 individu (2012) hingga 80 individu (2022). Angka ini terus meningkat karena laporan jumlah kelahiran yang selalu bertambah.
Sebaliknya, Auriga menyangsikan perhitungan populasi yang dirilis oleh KLHK itu. Pasalnya deviasi jumlah badak yang terlihat dalam monitoring dan foto kamera jebak, jauh lebih rendah dari angka rilis resmi tahunan. Angka ini di klaim tidak memperhitungkan individu-individu badak yang menghilang di beberapa titik lokasi di dalam kawasan.
Contohnya, pada data 2022, dari analisa 132 unit kamera jebak, teridentifikasi 41 individu badak. Dalam laporan resmi disebut total badak jawa adalah 80 individu.
“Limabelas badak yang hilang itu tidak terpublikasikan. Jika angka buruan sesuai fakta persidangan, berarti kemungkinan ada kematian [tambahan] yang tidak terdeteksi,” kata Riszki Is Hardiyanto, peneliti satwa Yayasan Auriga Nusantara saat dihubungi (Selasa, 11/6/24).
Riszki bilang harusnya Balai TNUK menyelidiki hilangnya badak-badak yang pergerakannya tidak lagi konsisten terekam kamera jejak sejak tahun 2019.
Seluruh kasus perburuan badak ini belum semua terungkap. Ada beberapa hal yang masih gelap.
Jika Sunendi dan Sahru mengaku total telah membunuh 10 individu badak. Lalu kemana badak yang lain? Apakah sisanya mati karena sebab alamiah tanpa pernah dijumpai bangkainya, atau apakah masih ada aksi perburuan lain yang belum terungkap?
Hal lain yang masih jadi misteri adalah, apakah hanya kelompok Sunendi dan Sahru yang bekerja di dalam perburuan badak? Adakah komplotan lain yang bekerja secara paralel dalam waktu yang sama di TNUK?
Lalu, dari mana atau siapa yang memasok senjata buru profesional kepada mereka?
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Banteng Komisari Besar Didik Hariyanto menjelaskan, pihaknya berkomitmen terus mengembangkan kasus perburuan yang tercatat terbesar sejauh ini. Begitupun jika ada indikasi keterlibatan orang dalam TNUK.
“Dari penyidik menyampaikan itu masih dalam proses penyelidikan,” kata Didik saat dikonfirmasi Mongabay, 21 Juni 2024 lalu.
Masih banyak pekerjaan rumah menanti aparat dalam mengungkap selebar-lebarnya kasus ini.
***
* Tim Mongabay Indonesia: Donny Iqbal, Niko Dwi Wicaksana (grafis), Rahmadi Rahmad, Ridzki R Sigit, Sapariah Saturi
***
Hak Jawab Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan Tanggapan Mongabay
Setelah laporan Mongabay Indonesia berjudul “Ada Indikasi Oknum Orang Dalam Terlibat Perburuan Badak di Ujung Kulon” terbit, Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) merespon lewat surat bernomor S555/T.12/TU/KSA.3.1/B/7/2024 tertanggal 4 Juli 2024. Adapun poin yang disoroti adalah sebagai berikut:
a) Laporan Mongabay Indonesia tentang satu lembar rekapitulasi data tiap-tiap individu badak jawa hasil kamera jebak dalam periode 2010-2023, satu lembar peta penjagaan jalur masuk-keluar di wilayah seksi 2 TNUK, 1 bunder peta distribusi badak jawa tahun 2020-2023, 1 bundel kematian badak jawa, dan 1 flash disk putih berisi digital badak adalah tidak benar ditemukan di rumah Sdr Sunendi.
BTNUK mengemukakan, bahwa data-data tersebut adalah data yang diserahkan oleh saksi petugas TNUK ketika bersidang pada kasus Sunendi, pada 1 Desember 2023. Data tersebut digunakan oleh penyidik sebagai penguat bukti pola kerja pemburu dan rekaman hasil perburuan
b) Saudara “M” yang dimaksud adalah bukan PNS atau honorer BTNUK tetapi masyarakat lokal yang direkrut oleh BTNUK pada tahun 2009 untuk ikut serta sebagai tenaga bantu patroli dan saat ini yang bersangkutan sudah tidak ikut bekerja lagi di BTNUK.
Dokumen: putusan pengadilan
Tanggapan Mongabay Indonesia:
a) Informasi Mongabay Indonesia mengacu pada pernyataan hakim saat membacakan putusan hukum atas terdakwa Sunendi dalam sidang di PN Pandeglang, 5 Juni 2024. Dalam lembar dokumen Putusan Pengadilan bernomor 39/Pid.Sus-LH/2024/PN Pdl juga ada menyebutkan hal serupa. Penjelasan ini tertera pada halaman 32, yang menyatakan, bahwa dokumen-dokumen itu ditemukan di rumah terdakwa Sunendi.
b) Laporan yang dibuat oleh Mongabay Indonesia tidak pernah menyatakan, bahwa “M” adalah PNS atau honorer BTNUK. Dalam tulisan, Mongabay menyebut “M” pernah bertugas sebagai ranger di satuan Rhino Protection Unit (RPU), suatu kelompok kerja yang dikoordinasikan oleh salah satu mitra kerja TNUK.
Rekaman hakim Pengadilan Negeri Pandeglang saat pembacaan putusan hukum pada tersangka Sunedi.
***
Setelah hak jawab 2 Juli 2024, Balai Taman Nasional Ujung Kulon memberikan surat tanggapan lagi, dapat dibaca di link ini.
(Redaksi Mongabay/12 Juli 2024)