- Warga Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, tidak ingin berkonflik dengan gajah sumatera. Meski kawanan gajah sering mendatangi kebun mereka, namun warga tidak memusuhi gajah liar tersebut.
- Pemasangan pagar listrik di kebun dan sekitar rumah mereka merupakan upaya untuk melindungi diri dari serangan gajah. Ini dikarenakan, hingga saat ini belum ada solusi efektif dari pemerintah setempat terkait kehadiran gajah ke wilayah mereka.
- Konflik mulai sering terjadi di Desa Karang Ampar dan sekitar, sejak kawasan hutan dibuka untuk perkebunan sawit di Kabupaten Bireuen. Akibatnya, lintasan gajah terganggu dan habitatnya terfragmentasi. Gajah terjebak di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan sebagian Bireuen.
- Konflik gajah di DAS Peusangan sering terjadi karena alih fungsi lahan dan hutan serta pengelolaan kawasan budidaya yang tidak sesuai. Akibatnya, gajah terjebak di koridor yang sempit.
Hari menjelang siang, saat Mak Besan memetik cabai rawit di kebun di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh. Wanita paruh baya itu bekerja bersama seorang rekan, di kebun tetangga mereka.
“Kebun saya agak jauh dari permukiman dan sudah tidak dikunjungi lagi karena takut ada gajah sumatera liar,” jelasnya, Minggu [23/6/2024].
Karang Ampar yang masuk kawasan Daerah Aliran Sungai [DAS] Peusangan, merupakan wilayah yang kerap terjadi konflik manusia dengan gajah liar, selain Desa Bergang dan Desa Kekuyang. DAS Peusangan meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Kabupaten Bireuen.
“Bukan hanya saya dan keluarga, warga lain juga tidak berani datang. Padahal, di kebun itu ada pohon kemiri, durian, dan jenis tanaman lain yang harus dirawat,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan harian, Mak Besan pun harus ikut bekerja.
“Gajah bukan hanya datang ke kebun, tapi juga masuk permukiman.”
Malam hari kami sering tidak tidur, khawatir gajah datang. Rumah kami hanya berdinding kayu dan jarak setiap rumah agak jauh.
“Kalau ada serangan gajah, warga lain tidak tahu,” tambahnya.
Baca: Gajah Sumatera Mati Lagi Akibat Tersengat Listrik
Ketua Tim Pengamanan Flora Fauna [TPFF] Karang Ampar Muslim, mengatakan konflik ini membuat warga khawatir.
“Hingga sekarang belum ada solusi dari pemerintah, sehingga warga mencari jalan keluar sendiri untuk menyelamatkan diri dan tanaman mereka dari gangguan gajah. Termasuk, memasang pagar listrik di rumah dan kebun,” jelasnya, Minggu [23/6/2024].
Umumnya, pagar dialiri listrik malam hari.
“Namun, warga tidak paham aturan pemasangan pagar listrik, sehingga mereka menggunakan tegangan tinggi. Jika mengenai gajah, bisa berakibat fatal.”
Jumat [7/6/2024], satu individu gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] liar ditemukan mati di Desa Karang Ampar. Gajah tersebut meregang nyawa karena sengatan listrik yang dipasang di kebun warga.
Kepala BKSDA Aceh, Ujang Wisnu Barata, membenarkan kematian satwa liar dilindungi itu.
“Benar, karena arus listrik di kebun masyarakat,” terangnya, Selasa [11/6/2024].
Warga tidak memusuhi gajah
Kepala Desa Karang Ampar, Saleh Kadri, mengungkapkan keadaan ini membuat warga takut beraktivitas yang berdampak pada perekonomian juga.
“Kami tidak pernah memusuhi gajah. Kami bersedia hidup berdampingan dengan mamalia besar itu. Kami juga paham, ketika gajah masuk kebun artinya mereka butuh makanan. Untuk itu, kami tidak mengusik hutan sebagai habitatnya.”
Muslim menambahkan, konflik mulai sering terjadi sejak kawasan hutan dibuka untuk perkebunan sawit di Kabupaten Bireuen. Akibatnya, lintasan gajah terganggu dan habitatnya terfragmentasi. Gajah terjebak di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan sebagian Bireuen.
“Padahal sebelumnya, wilayah lintasan gajah mulai dari Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, kemudian ke Kecamatan Pinto Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, lalu ke Kabupaten Bireuen hingga ke Kabupaten Aceh Utara.”
Pendapat senada disampaikan Imum Mukim Datu Derakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Syahrial. Imum Mukim atau Kepala Mukim adalah pimpinan adat yang memimpin beberapa desa yang berada di bawah kecamatan.
“Konflik manusia dengan gajah sumatera sudah terjadi 10 tahun terakhir,” jelasnya, Sabtu [22/6/2024] malam.
Gajah kehilangan habitat dan jalur lintas, karena berubah menjadi kebun sawit.
“Kawanan gajah masuk kebun dan permukiman penduduk, karena butuh makanan untuk mempertahankan hidupnya, sebagaimana manusia,” terangnya.
Asisten II Pemkab Bireuen Dailami, saat menjadi pembicara dalam diskusi “Festival Forum Daerah Aliran Sungai [DAS] Peusangan” mengatakan penataan wilayah jelajah gajah di DAS Peusangan harus segera dilakukan.
“Hal ini sangat penting, mengingat konflik manusia dengan gajah semakin meningkat di Bireuen, Bener Meriah, dan Aceh Tengah,” jelasnya, Sabtu [22/6/2024].
Harapannya, gajah sumatera selamat dari ancaman kepunahan,
“Warga juga tidak terganggu dengan keberadaan gajah liar,” paparnya.
Ketua Pusat Riset Konservasi Gajah dan Biodiversity Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Abdullah, dalam diskusi tersebut menyebutkan, berdasarkan penelitian yang mereka lakukan, konflik gajah di DAS Peusangan sering terjadi karena beberapa hal. Sebut saja, alih fungsi lahan dan hutan serta pengelolaan kawasan budidaya yang tidak sesuai.
“Habitatnya di DAS Peusangan sudah terfragmentasi, sehingga gajah terjebak di koridor yang sempit,” paparnya.
Diduga Keracunan, Gajah Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Tengah