- Warga Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan melakukan aksi unjuk rasa di kantor bupati, Selasa (9/7/2024), menagih janji bupati untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kemelut HGU PTPN XIV Takalar yang tak kunjung dilakukan sebagaimana yang pernah dijanjikan.
- Pemda Takalar diharapkan lebih aktif dalam berupaya menyelesaikan konflik antara warga dengan PTPN XIV.
- Tim penyelesaian konflik yang dibentuk bupati harus melibatkan warga secara tidak dilakukan sendiri-sendiri seperti yang terjadi selama ini.
- Pj Bupati Takalar, Setiawan Aswad menyatakan siap menampung aspirasi warga. Ia berdalih ditundanya RDP dilaksanakan pada 10 Juli 2024 karena kondisi waktu yang terlalu mepet dan menjanjikan akan segera dilakukan di waktu yang lain.
Puluhan warga dari sejumlah desa dan kelurahan di Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan melakukan aksi unjuk rasa di kantor bupati, Selasa (9/7/2024). Mereka menagih janji bupati untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kemelut HGU PTPN XIV Takalar yang tak kunjung dilakukan sebagaimana yang pernah dijanjikan.
Dalam aksi sebelumnya, 26 Juni 2024, bupati menjanjikan akan melaksanakan RDP pada 2 Juli 2024 dengan menghadirkan semua pihak yang berkonflik bersama dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopinda). Kegiatan ini batal karena kesibukan pemda mempersiapkan penyambutan Presiden Jokowi dalam agenda peresmian PSN Bendungan Pamukkulu, Takalar.
Pemda kemudian menjanjikan bahwa RDP paling lambat akan diselenggarakan pada 10 Juli 2024, namun tak ada kepastian dilaksanakan tidaknya kegiatan tersebut, hingga dilaksanakannya aksi ini.
Al Iqbal, Kepala Bidang Advokasi dan Kampanye KontraS Sulawesi yang juga tergabung dalam Gerakan Anti Monopoli Tanah (GRAMT) menyampaikan bahwa pemda seharusnya lebih aktif dalam berupaya menyelesaikan konflik antara warga dengan PTPN XIV.
“Kedatangan warga ke sini untuk memastikan kapan RDP itu terlaksana. Harapannya minggu depan bisa terealisasi. Kami juga meminta pemda untuk lebih aktif dalam berupaya menyelesaikan konflik yang terjadi. Kami tidak menginginkan konflik itu semakin membesar ketika pemda lamban dalam menyelesaikan konflik antara warga dengan PTPN XIV. Apalagi hari ini per 9 Juli 2024 semua HGU PTPN XIV telah habis,” ujarnya.
Al Iqbal juga mengingatkan bahwa tim penyelesaian konflik harus melibatkan warga secara tidak dilakukan sendiri-sendiri seperti yang terjadi selama ini.
“Terkait tim yang dibentuk untuk penyelesaian konflik, kami meminta tim ini harus melibatkan warga secara penuh dan aktif serta harus bekerja dengan serius. Berkaca pada sebelumnya, pada tahun 2021 tim serupa juga pernah dibentuk bupati tanpa melibatkan seorang pun warga. Lihat hasilnya sekarang, tak ada progres yang terlihat.”
Baca : Ratusan Warga Takalar Unjuk Rasa Tolak Perpanjangan HGU PTPN XIV

Pj Bupati Takalar, Setiawan Aswad yang menerima perwakilan warga di ruang rapat bupati menyatakan siap menampung aspirasi warga. Ia berdalih ditundanya RDP dilaksanakan pada 10 Juli 2024 karena kondisi waktu yang terlalu mepet dan menjanjikan akan segera dilakukan di waktu yang lain.
“Semua dokumen yang masuk telah saya disposisi dan meminta untuk segera ditindaklanjuti. Kami sebenarnya upayakan RDP pada 10 Juli 2024, tapi karena terlalu mepet sehingga kami tidak mampu mempersiapkan RDP tersebut di minggu ini. Kami upayakan minggu depan akan terlaksana, paling cepat sekitar tanggal 15 Juli 2024,”katanya.
Setelah beberapa warga menyampaikan aspirasinya, Setiawan kemudian menyimpulkan bahwa masalah ini harus mendapat perhatian serius. Dia meminta waktu untuk membahas ini di internal dan segera mengundang semua pihak yang terkait untuk hadir dalam RDP termasuk PTPN XIV, Kantah ATR/BPN Takalar, Kanwil ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan, camat, dll.
Kronologi Kasus
Kemelut antara warga Takalar dengan PTPN XIV Takalar terjadi seiring berakhirnya sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV Takalar pada 23 Maret 2023 dan yang berakhir pada 9 Juli 2024, setelah beroperasi selama puluhan tahun.
PTPN XIV (Persero) sendiri didirikan pada tanggal 11 Maret 1996 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 tentang Peleburan PT Perkebunan XXVIII (Persero), PT Perkebunan XXXII (Persero), PT Bina Mulya Ternak (Persero) menjadi PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero), termasuk eks Proyek-proyek pengembangan PT Perkebunan XXIII (Persero) di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Bahkan penguasaan tanah telah dilakukan sejak tahun 1978.
Akta pendirian PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Nomor 47 tanggal 11 Maret 1996 dibuat oleh Notaris Harun Kamil, SH yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C2-9087.HT.01.01 tahun 1996 tanggal 24 September 1996 (Berita Negara RI Nomor 81 tanggal 08 Oktober 1996, tambahan Nomor 8678).
Pabrik gula ini dinilai telah merampas tanah warga untuk dijadikan kebun tebu dengan luas lahan HGU 6650 hektar, yang tersebar di 11 Desa di Kecamatan Polongbangkeng dan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar.
Baca juga : Kasus Kebun Sawit PTPN XIV Mantadulu, Bagaimana Perkembangannya?

Hasnawati Dg. Sona warga Desa Timbuseng menceritakan kronologis perampasan tanah yang dialaminya dan orang tuanya puluhan tahun lalu.
“Kami dipaksa pemerintah pada tahun 1983 agar tanah kontrakkan selama 25 tahun, dengan ancaman akan diusir dengan tuduhan PKI,” katanya dalam bahasa Makassar.
Karena takut, warga terpaksa merelakan tanahnya dengan status kontrak. Ketika kontrak berakhir di tahun 2008 perusahaan menolak mengembalikan dengan alasan sudah menjadi hak milik perusahaan. Warga merasa tertipu dan dibodoh-bodohi perusahaan.
Hatia Dg. Ngenang, warga Kelurahan Parangluara, menyatakan bahwa semenjak tanah mereka dirampas oleh PTPN XIV, kehidupan mereka semakin sengsara.
“Waktu masih digarap sendiri tanah, kami tak perlu beli beras untuk makanan sehari-hari. Tapi sekarang beras saja harus kami beli, belum lagi banyak orang harus meninggalkan tanah kelahirannya demi menyambung hidup. Kami tak mau lagi menderita dan berharap tanah itu dikembalikan. Apalagi sekarang biaya hidup semakin tinggi, anak-anak sekolah anak, belum lagi pemenuhan bahan pokok, dll.,” katanya.
Rahmad dg. Rola, salah seorang perwakilan warga secara tegas untuk menolak perpanjangan HGU PTPN XIV Takalar.
“Sudah 40 tahun lamanya tanah-tanah rakyat dirampas oleh PTPN XIV. Tanah yang sebelumnya katanya hanya dikontrak selama 25 tahun, namun dalam perjalanannya terbit izin HGU tanpa sepengetahuan masyarakat. Tahun ini semua HGU PTPN XIV telah berakhir, kami berharap agar HGU tidak diperpanjang lagi karena kami meninta tanah-tanah warga yang masuk di wilayah konsesi itu dikembalikan kepada masyarakat,” katanya. (***)
Perusakan Lahan di Maiwa Enrekang, PTPN XIV Klaim Sudah Sesuai Prosedur. Bagaimana Ceritanya?