- Sejak enam tahun terakhir, perairan Teluk Saleh di Nusa Tenggara Barat mendapat perhatian lebih banyak dari para pemerhati lingkungan. Perairan tersebut menjadi habitat yang paling banyak didatangi hiu dan pari, dua spesies yang terancam punah
- Istimewanya Teluk Saleh, adalah menjadi satu dari tiga lokasi perairan di Indonesia yang memiliki spesies hiu paus dengan jumlah tidak sedikit. Konservasi Indonesia bahkan menyebut kalau Teluk Saleh tempat hiu paus dengan pergerakan pola rumahan
- Pentingnya peran Teluk Saleh pada habitat hiu dan pari, oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) kemudian diakui sebagai lokasi penting dan kemudian dimasukkan dalam program Impotant Shark and Ray Area (ISRA)
- Dukungan dari para pihak juga kemudian bermunculan untuk membantu pengelolaan hiu dan pari. Salah satunya, dari Kedutaan Besar Prancis di Indonesia yang mengucurkan dana senilai 500.000 euro untuk membantu pengelolaan kawasan konservasi berbasis spesies di Teluk Saleh
Kawasan perairan Teluk Saleh yang berlokasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu habitat penting bagi hiu dan pari. Salah satunya, menjadi satu-satunya lokasi di Indonesia yang diketahui menjadi tempat pergerakan dengan pola rumahan bagi hiu paus (Rhincodon typus).
Pola pergerakan rumahan adalah pola yang menunjukkan bahwa perairan tersebut menjadi lokasi tempat berkumpulnya hiu paus sepanjang tahun. Pola tersebut menjadi keunikan yang berhasil diungkap oleh peneliti, setelah sebelumnya menjadi misteri.
Hiu dan pari sendiri bersama hiu hantu (Chimeras) masuk dalam kelas Chondrichthyes dan dijelaskan oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) sebagai spesies yang menghadapi ancaman kepunahan dengan persentase yang terus meningkat.
Belum lama ini, IUCN Species Survival Commission (SSC) Shark Specialist Group (SSG) mengumumkan bahwa spesies kelas tersebut sedang mengalami tren kehilangan keanekaragaman hayati. Sejak dilakukan penilaian pada 2014, ancaman kepunahannya naik dari 24 persen menjadi 32,6 persen pada 2021.
Data dan fakta yang dipublikasikan Konservasi Indonesia (KI) itu, akan semakin memburuk jika mempertimbangkan spesies yang kekurangan data (data deficient). Menurut organisasi yang berpusat di Swiss itu, saat ini persentase resiko kepunahan sudah mendekati 37,5 persen.
Teluk Saleh sebagai habitat dari spesies tersebut, oleh IUCN kemudian dijadikan sebagai bagian dari program Important Shark and Ray Area (ISRA) yang saat ini berjalan saat ini. Upaya itu dibuat setelah SSG yang dianggap sebagai Otoritas Daftar Merah mengevaluasi status konservasi hiu di IUCN.
Baca : Ada Ekowisata Berkelanjutan untuk Hiu Paus di Teluk Saleh, Seperti Apa?

Sebagai bagian penting dari pengelolaan kawasan konservasi, dukungan terhadap Teluk Saleh menjadi sangat dibutuhkan. Konservasi Indonesia yang mengelola Teluk Saleh bersama Pemerintah Kabupaten Sumbawa terus berupaya untuk menghadirkan dukungan tersebut.
Dukungan itu kemudian datang dari Kedutaan Besar Prancis yang memberikan donasi senilai 500.000 euro. Dana tersebut dikucurkan, agar pengelolaan kawasan konservasi dengan berbasis pada spesies di Teluk Saleh bisa semakin baik.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Firdaus Agung menyebutkan kalau dukungan dari Kedubes Prancis menjadi bentuk perhatian yang besar terhadap konservasi perairan berbasis spesies.
Melalui dana tersebut, pengelolaan habitat hiu paus diharapkan bisa semakin meningkat, dan sekaligus menguatkan ekosistem laut pada wilayah tersebut. Dengan demikian, peran Teluk Saleh di Bentang Laut Sunda Kecil sebagai kawasan mencari makan hiu paus dan pergerakannya menjadi semakin besar.
Dia menyebut kalau dana dari Kedubes Prancis akan sangat penting untuk pengembangan kawasan konservasi dan upaya perlindungan hiu paus di Indonesia, yang statusnya telah dilindungi penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Atap di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurut dia, sebagai Otoritas Pengelola Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES), KKP menaruh perhatian yang serius dengan menjadikan hiu paus sebagai salah satu dari 20 jenis biota perairan yang diprioritaskan upaya konservasinya.
Dukungan yang diberikan Kedubes Prancis menjadi momentum yang tepat untuk menyamakan perspektif tujuan yang sama, serta menjadi upaya yang komprehensif dalam menjalankan kegiatan konservasi hiu paus di Teluk Saleh.
Baca juga : Ini Magnet Pariwisata Baru di Teluk Saleh

Firdaus mengatakan, lokasi di Teluk Saleh bisa didorong menjadi kawasan konservasi berbasis hiu paus dan pusat pembelajaran konservasi hiu paus di Indonesia sesuai dengan norma dan standar konservasi hiu paus yang ditetapkan oleh KKP.
“Melalui petunjuk teknis, kode etik, daya dukung, dan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.
Habitat Utama
Selain di Teluk Saleh, ekowisata juga ada di dua lokasi lain, yaitu Teluk Cendrawasih (Papua) dan Teluk Triton (Papua Barat). Ketiga kawasan yang menjadi wisata bahari berkelanjutan itu, menjadi bagian dari lima lokasi perairan yang menjadi habitat hiu pari paling banyak di Indonesia.
Kelima lokasi tersebut, adalah perairan laut di Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Tetapi, titik lokasi yang sering ditemukan kemunculan hiu pari perairan kawasan konservasi perairan Aceh Jaya (Provinsi Aceh), Botubarani, Kepulauan Widi (Maluku Utara), Belongas (NTB), serta Taman Nasional Komodo dan Taman Nasional Laut Sawu (NTT).
Adapun, luas kawasan konservasi perairan yang sudah ditetapkan dan dicadangkan pada 2023 adalah 29,3 juta hektare. Terdiri dari 17,8 juta ha dengan 117 kawasan konservasi ditetapkan oleh KKP, 4,6 juta ha dengan 30 kawasan konservasi ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta 6,9 juta ha ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Dia menekankan tentang pentingnya perwujudan upaya perlindungan habitat hiu dan pari melalui penyusunan standar dalam perancangan daerah perlindungan habitat penting hiu dan pari, mengidenfikasi habitat penting hiu dan pari, dan perlindungan habitat penting hiu dan pari.
Senior Vice President dan Executive Chair KI Meizany Irmadhiany menjabarkan bahwa pengembangan konservasi hiu dan paus di Desa Labuhan Jambu, Teluk Saleh, berhasil dilakukan melalui pemberdayaan berbasis masyarakat dan pengembangan kebijakan.
Pengembangan tersebut dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh KI. Informasi penelitian sains tersebut kemudian dijadikan pijakan untuk pengembangan ekowisata yang berkelanjutan.
Baca juga : Berkah Teluk Saleh: Hiu Paus, dan Harta Karun Kerapu Kakap untuk Warga

Keberhasilan KI mengembangkan pengelolaan kawasan konservasi dengan berpijak pada hasil penelitian, menguatkan KKP untuk menetapkan Kode Etik Wisata Hiu Paus pada 2022, dan diadopsi pada 2023 oleh NTB sebagai alat pengukuran pengelolaan hiu paus di Teluk Saleh.
Adopsi tersebut diterapkan oleh Badan Layanan Umum Daerah Badan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BLUD BPSDKP) Sumbawa-Sumbawa Barat, walau dalam praktiknya dinilai masih belum optimal.
Hal tersebut, karena sebagian besar ekowisata hiu paus berada di luar kawasan konservasi perairan. Sementara, beberapa kawasan lainnya yang ada saat ini belum memiliki pengelolaan yang memadai. Namun demikian, diharapkan pendanaan Kedubes Prancis bisa menjadi angin segar untuk pengelolaan.
“Setelah lahirnya kebijakan-kebijakan tersebut, kami melihat upaya-upaya pengembangan ekowisata di Teluk Saleh bisa membawa keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar,” terangnya.
Lima Kawasan
Adapun, BLUD BPSDKP Sumbawa-Sumbawa Barat mengelola lima kawasan konservasi, meliputi perairan Pulau Liang dan Pulau Ngali di Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa; Gili Balu di Gili Kenawa Desa Poto Tano, Kecamatan Poto Tano; Gugusan Pulau Kramat, Bedil, dan Temudong (KBT) di perairan pulau Rakit; dan Pulau Panjang di utara Pulau Bungin, Kecamatan Alas, Sumbawa.
Melalui pemberian dana hibah ini, Meizany mengatakan bahwa pihaknya akan fokus untuk menguatkan kapasitas pengelola untuk menegakkan peraturan, kode etik, dan sistem kuota yang penting untuk melindungi populasi hiu paus dan keselamatan wisatawan.
Tak hanya bisa membantu penguatan pengelolaan kawasan konservasi berbasis spesies, kucuran dana dari Kedubes Prancis juga diyakini akan membantu untuk mewujudkan rencana Pemerintah Indonesia mewujudkan perluasan kawasan konservasi perairan higga dua kali lipat.
“Dan menjadikan area Teluk Saleh sebagai kawasan konservasi perairan berbasis hiu paus,” tegasnya.
Baca juga : Bertamu ke “Rumah” Hiu Paus di Teluk Triton

Lebih jauh lagi, dia optimis kalau dukungan dana tersebut akan mengatasi tantangan dalam membangun kapasitas dan perbaikan tata kelola. Termasuk, didalamnya ada keterlibatan masyarakat yang sudah dilakukan identifikasi sebagai hal yang penting.
Dengan kata lain, rencana implementasi dari donasi Kedubes Prancis sudah selaras dengan kebijakan nasional Indonesia dalam pengelolaan keanekaragaman hayati. Mencakup di dalamnya adalah Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Nasional, serta Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk konservasi hiu paus.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia Fabien Penone menyatakan bahwa dukungan dana yang diberikan untuk pengelolaan kawasan konservasi di Teluk Saleh, menjadi bagian dari komitmen negaranya untuk berkontribusi dalam komitmen internasional untuk mewujudkan perlindungan minimal 30 persen lautan global pada 2030.
Penjabat (Pj) Gubernur NTB Lalu Ita Ariadi, menyampaikan program pengembangan kawasan konservasi perairan laut berbasis hiu paus menjadi bagian dari komitmen Pemerintah Provinsi NTB untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut.
Dukungan dari Prancis dan KI bukan hanya dalam bentuk finansial, tetapi juga dalam bentuk pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan untuk menjadikan Teluk Saleh sebagai contoh sukses pengelolaan kawasan konservasi perairan laut berbasis spesies di Indonesia khususnya.
“Kerja sama ini menunjukkan komitmen kita bersama dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.
Baca juga : Konservasi Hiu dan Pari: Melawan Penangkapan Ikan Berlebihan dan Menjaga Habitat

Potensi Ekowisata
Perkembangan ekowisata dalam beberapa dekade terakhir, terus memperlihatkan kemajuan yang signifikan. Pengembangan yang dilakukan di Teluk Saleh, mengekor pengembangan serupa di Teluk Cendrawasih (Papua) dan Teluk Triton (Papua Barat).
Sementara, pengembangan Teluk Saleh yang secara administrasi masuk wilayah Desa Labuhan Jambu, Kabupaten Sumbawa, mulai dilakukan pada September 2018 atau enam tahun yang lalu. Fokus pengembangan dilakukan pada ekowisata hiu paus.
Saat awal dikembangkan, KI pernah menaksir bahwa ekowisata akan memberi pemasukan untuk kas desa senilai Rp550-600 juta. Potensi itu muncul dari semua potensi yang ada pada pengembangan ekowisata hiu paus.
Tetapi semua potensi akan berkurang, jika masyarakat tidak menerapkan pengelolaan dengan cara yang benar dan transparan. Itu berarti, tidak boleh ada korupsi, pembukuan tidak teratur, inkonsistensi peraturan desa, tidak memperhatikan daya dukung pariwisata, perubahan lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Hal lain yang dapat mendukung ekowisata, adalah pelibatan warga dalam perencanaan dan pengelolaan, peningkatan kapasitas untuk penyedia jasa, kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, agen perjalanan, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, serta asosiasi.
Saat menyediakan paket pariwisata, warga desa memanfaatkan aset yang dimiliki seperti kendaraan roda empat sebagai alat transportasi darat, kamar dalam rumah sebagai tempat menginap wisatawan, perahu motor untuk alat transportasi laut, dan perahu bagan sebagai media interaksi.
Diketahui, Teluk Saleh adalah kawasan perairan dengan luas 1.459 kilometer persegi (km2) dan memiliki garis pantai sepanjang 708 km. Teluk ini berbentuk semi tertutup yang berhubungan dengan Laut Flores yang dipisahkan oleh Pulau Moyo.
Teluk Saleh terletak di pulau Sumbawa dan masuk dalam wilayah administrasi Desa Labuhan Jambu, Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa. Ada tiga pulau besar di teluk ini, yaitu pulau Liang, pulau Ngali, dan pulau Rakit. (***)
Hiu, Pari dan Hiu Hantu di Indonesia Hadapi Kepunahan yang Terus Meningkat