- Bali masih menghadapi krisis pemrosesan sampah karena banyak TPA dan TPS terbakar
- Terakhir, TPST yang diklaim sebagai percontohan terbakar. Sebelumnya TPST ini diprotes warga karena dampak polusi dan kesehatan
- Tak hanya TPST Samtaku Jimbaran yang bermasalah, TPST Kesiman Kertalangu juga diprotes warga. Padahal fasilitas ini diklaim didukung teknologi canggih dan dipersiapkan untuk showcase KTT G20 di Bali.
- Sejumlah lembaga lingkungan mendorong konsistensi pemilahan dari sumber dan minta tanggung jawab perusahaan kemasan.
Bali masih darurat kebakaran tempat pemrosesan sampah. Sepanjang 2023-2024 setidaknya ada 8 kali kebakaran di TPA dan TPS, kini Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku di Jimbaran, Bali.
TPST ini dipersiapkan jelang KTT G20 dan diresmikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan dan Gubernur Bali Wayan Koster pada September 2021. Pengelolaannya kerja sama Pemerintah Kabupaten Badung dengan PT. Danone-AQUA dan PT. Reciki Mantap Jaya (Reciki).
TPST ini digadang-gadang sebagai percontohan dan bisa mengolah sampah sebanyak 120 ton/hari tanpa residu ke TPA. Namun, pada Rabu, 17 Juli 2024 terbakar. Sebelumnya TPST ini juga diprotes warga dan dikritik sejumlah lembaga lingkungan.
Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Nexus3 Foundation, PPLH Bali bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali menyampaikan siaran pers terkait dampak kebakaran ini. Lembaga di bidang lingkungan dan pendampingan hukum ini mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap penyebab kebakaran, mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah kejadian serupa di TPA/TPST lain dan mencabut izin operasional TPST Samtaku.
Peristiwa ini dinilai tak hanya berdampak pada kesehatan lingkungan namun juga masyarakat. Menurut keterangan saksi dari siaran pers ini, api mulanya membakar gudang area TPST Samtaku Jimbaran, disinyalir akibat korsleting listrik pada panel listrik. Sekitar 11 unit mobil Pemadam Kebakaran (Damkar) Badung dari lima pos dikerahkan untuk menangani peristiwa kebakaran tersebut. Namun hingga Rabu (17/7/2024) sore, petugas Damkar belum bisa membeberkan penyebab pasti kebakaran.
Pembangunan TPST Samtaku disebut tidak memperhatikan persiapan dan edukasi di masyarakat sebelumnya. Sebaliknya, pemerintah malah membangun fasilitas tanpa memberikan pendidikan tentang cara memilah sampah sejak awal.
Baca : Warga Protes Dampak Pembangunan TPST di Bali

“Malu sebenarnya sebagai warga Bali, karena TPST ini awalnya sangat digadang-gadang menjadi percontohan pertama dalam pengelolaan sampah di Bali. Sudah banyak provinsi lain datang untuk studi tiru, tetapi kenyataannya hasilnya tidak optimal. Sangat disesalkan sejak awal sosialisasi tidak menyeluruh dan transparan kepada warga sekitar tentang peruntukan TPST ini dan pelanggan angkutan sampah juga tidak diedukasi untuk memilah,” kata Catur Yudha Hariani, Direktur PPLH Bali dalam pernyataan lembaga. Ia berharap ini peringatan agar tak tergiur teknologi dan membuat TPST di tengah pemukiman.
Menurut aliansi ini, kebakaran harus jadi perhatian serius bagi warga sekitar TPST karena tumpukan berbagai jenis sampah plastik yang terbakar menimbulkan asap yang mengandung racun berbahaya dan karsinogenik seperti dioksin, furan, PFAS, particulate matter (PM2.5, PM10), karbon (CO, CO2, black carbon), logam berat, NOx, serta PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbons). Polutan-polutan ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan, pusing, mual, dan muntah dalam jangka pendek, serta meningkatkan risiko kanker paru, gangguan kognitif, dan penyakit jantung dalam jangka panjang.
“Kemasan plastik mengandung berbagai bahan kimia beracun pengganggu hormon dan karsinogen yang dapat membahayakan kesehatan saat terbakar atau dibakar, termasuk dalam bentuk pelet atau briket RDF,” kata Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation. Kimia-kimia berbahaya dan beracun ini jika terlepas ke udara, meningkatkan risiko kesehatan warga sekitar TPST.
Pembangunan fasilitas TPST dinilai harus disertai dengan standar operasional yang memadai serta edukasi kepada masyarakat. Kegagalan operasional TPST sejenis ini kemungkinan besar dapat terjadi juga di TPST-TPST lainnya. Pemerintah harus fokus pada perubahan sistem pengelolaan sampah yang menekankan pada pemilahan dan pengelolaan sampah sejak di sumber dan mewajibkan produsen mengambil kembali kemasan mereka lewat skema EPR (extended producers responsibility).
Selama tiga tahun terakhir, operasional TPST juga disebut tidak berjalan dengan baik. Bau yang dihasilkan akibat penumpukan sampah organik, pemilahan sampah campuran serta bau dan asap dari proses pembuatan briket RDF, mengganggu kehidupan sehari-hari warga sekitar TPST.
Selain menimbulkan ketidaknyamanan, warga juga mengeluhkan berbagai gangguan kesehatan, seperti sesak nafas, pusing dan mual. Hal ini terjadi karena lokasi TPST Samtaku Jimbaran berada di sekitar pemukiman dan berjarak kurang dari 100 meter dengan rumah-rumah terdekat.
Baca juga : Teba Modern, Cara Desa Celuk Bali Bebas Sampah Organik

TPST ini juga didaftarkan di program Verra untuk mendapatkan kredit sampah plastik. Dikutip dari laman program Verra Danone-AQUA Indonesia telah mendaftarkan proyek plastik Indonesia pertama ke Program Pengurangan Sampah Plastik (Program Plastik) Verra.
Dalam Proyek Reciki ini, material bernilai tinggi disortir, dikepal, dan dijual ke agregator besar dan/atau langsung ke pendaur ulang. Sisa plastik yang sulit didaur ulang akan digunakan kembali – plastik tersebut akan diubah menjadi pengganti bahan konstruksi seperti eco-plank dan eco-beam atau menjadi bahan bakar melalui Bahan Bakar Berasal dari Sampah.
Protes TPST
Pada 12 Januari 2024, aliansi ini mengadakan diskusi publik bertajuk “Efektivitas dan Dampak Pembangunan TPST di Bali.” Acara ini juga mempertemukan para warga terdampak dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali dan PT CMPP pengelola TPST Kesiman Kertalangu yang juga diprotes. Dalam video testimoni diperlihatkan keluhan sejumlah warga Jimbaran yang menghasilkan polusi udara dan limbah di sekitarnya.
Pada 2023, Gubernur Bali menerbitkan surat siaga kebakaran dan kekeringan, salah satunya dipicu Kebakaran juga terjadi di TPA dan TPS nyaris di semua kabupaten, seperti kebakaran di TPA Suwung, sudah membakar 16 hektar, TPA Mandung di Tabanan 2,7 hektar dan Temesi di Gianyar seluas tiga hektar. Pada 2024 juga TPA Suwung kembali terbakar, diikuti TPA Desa Labasari Karangasem dan TPA Sente Klungkung.
Wayan Sudina, Kepala Lingkungan Angga Swara Batungongkong, Jimbaran, lokasi TPST yang dikonfirmasi Mongabay Indonesia pada 19 Juli 2024 menyatakan dari laporan yang diterima kemungkinan karena korslet mesin. Ia menyebut dampak kebakaran adalah polusi, tapi tidak terlalu kelihatan. “Belum ada laporan kesehatan sesak nafas atau batu. Sebelumnya ada dampak warga terganggu dengan bau. Janjinya tidak ada bau, karena Badung kewalahan tempat sampah, kita mendukung,” ujarnya.
Ia menyebut TPST sudah beberapa bulan menurunkan volumenya tapi masih beroperasi, menurutnya kecil tak seperti dulu, masih ada beberapa pekerja. “Mau buka lagi Agustus ini, tapi karena kebakaran tidak tahu karena harus perbaikan tempat. Kami berharap lebih bagus lagi manajemennya, alat lebih canggih lagi, tak ada dampak bau,” tambahnya.

Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone Indonesia merespon konfirmasi Mongabay secara tertulis menyatakan turut memantau peristiwa kebakaran ini namun belum mendapat laporan pasti dengan menyilakan menghubungi PT Reciki Mantab Jaya sebagai pemilik dan pengelola utama TPST Jimbaran.
Sebagai bagian dari upaya mendukung pengelolaan sampah di lndonesia, khususnya pengelolaan sampah skala kawasan, Danone-AQUA memberikan dukungan finansial untuk TPST Jimbaran yang dioperasikan oleh PT Reciki. PT Reciki membangun fasilitas sekaligus melakukan edukasi masyarakat mengenai pengelolaan sampah bersama mitra setempat.
Kolaborasi terjalin mulai dari September 2021 dan telah berakhir pada Desember 2023, Danone-AQUA mengatakan selalu mendorong agar operasional TPST dijalankan sesuai dengan prinsip kepatuhan, mematuhi peraturan yang berlaku serta berkolaborasi dengan masyarakat setempat.
Ia juga menyebut mendengar masukan warga dan juga LSM di Bali. Sementara soal pengajuan ke program plastik Verra, pihaknya tidak mendapat kredit plastik. “Mengenai plastic credit, perlu kami tegaskan, bahwa Danone-AQUA tidak mendapatkan plastic credit apa pun dari proyek ini. Karena diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji efektivitas plastic credit. Danone-AQUA terus mencari berbagai solusi untuk daur ulang plastik, dengan fokus pada mendesain ulang kemasan kami sendiri dan mengembangkan sistem yang efektif untuk pengumpulan, penggunaan kembali, dan daur ulang,” paparnya.
Pihaknya mengakui pengelolaan sampah di lndonesia masih banyak tantangan dan perlu ditingkatkan efektivitasnya. Hal serupa juga terjadi di Bali dimana setiap tahun menghasilkan 1,6 juta ton, di mana 303.000 ton adalah plastik (19,6% dari total sampah) dan hanya baru sekitar 48% sampah di Bali dikelola secara bertanggung jawab melalui daur ulang atau dikumpulkan, diproses dan dibuang ke TPA. Saat ini perusahaan air kemasan ini menyebut mendukung 36 fasilitas di seluruh lndonesia, serta jaringan bank sampah komunitas dan hampir 10.000 pemulung di seluruh negeri. (***)