- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberi sanksi kepada PLTU Ombilin Sawahlunto, enam tahun lalu untuk melakukan beberapa perbaikan. Organisasi masyarakat sipil menilai, hingga kini tak ada perbaikan dilakukan tetapi PLTU terus beroperasi.
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pun menggugat KLHK di PTUN Jakarta, Juni lalu. Pada 31 Juli sidang pertama dengan hakim membacakan putusan sela mengabulkan PT PLN jadi tergugat intervensi.
- Sebelumnya, karena tak bisa mendapatkan informasi perkembangan pelaksanaan sanksi KLHK kepada PLTU Ombilin, LBH Padang juga ajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Pusat pada 21 Februari 2024.
- Indira Suryani, Direktur LBH Padang mengatakan, KLHK tidak bersikap tegas dalam pengawasan dan penegakan hukum.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberi sanksi paksaan pemerintah kepada PLTU Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, enam tahun lalu untuk melakukan beberapa perbaikan. Organisasi masyarakat sipil menilai, hingga kini tak ada perbaikan dilakukan tetapi PLTU terus beroperasi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pun menggugat KLHK di PTUN Jakarta, Juni lalu. Pada 31 Juli sidang pertama dengan hakim membacakan putusan sela mengabulkan PT PLN jadi tergugat intervensi.
“Sejak 2018, kita melihat pelanggaran terus berulang,” kata Alfi Syukri, pengacara LBH Padang dalam konferensi pers di Padang.
KLHK memberikan sanksi paksaan pemerintah dengan nomor sanksi SK.5550/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/8/2018 pada 28 Agustus 2018. Ada tujuh poin berupa paksaan yang harus PLTU jalankan.
Pertama, perubahan izin lingkungan. Kedua, memiliki izin pengelolaan dan pemanfaatan limbah B3 berupa fly ash and bottom ash (Faba)
Ketiga, melengkapi kemasan limbah B3 dengan label LB3. Keempat, memperbaiki cerobong emisi diesel emergency dan fire fighting sesuai peraturan teknis.
Kelima, pengukuran emisi sumber tidak bergerak terus menerus dalam kondisi rusak atau secara manual. Keenam, pengambilan sampel tanah untuk uji kesuburan, kualitas air tanah pada sumur uji.
Ketujuh, pemulihan fungsi lingkungan hidup di lima area berupa pembuangan limbah B3 Faba tanpa izin. Mereka baru pemulihan pada dua lokasi dalam area PLTU itu.
Tiga lokasi yang belum beres itu di areal PT AIC seluas 10 hektar sebanyak 432.000 ton, Guguak Rangguang, Desa Tumpuak Tangah, Kawasan Tandikek Bawah Desa Sijantang seluas 5 hektar sebanyak 200.000 ton.
Beberapa catatan lain, katanya, seperti pencemaran udara dari cerobong pada Februari 2019, pada 17-19 Juli 2023, November 2019, 6 November 2022, 4 Mei 2023 dan 4 Juli 2023.
Penumpukan abu sisa pembakaran masih menggunung di PLTU Ombilin dan bertebaran ke pemukiman Desa Sijantang Koto sampai 2019. Polusi abu dari truk pengangkut batubara dan abu batubara saat proses keluar masuk kendaraan PLTU.
Alfi mengatakan, KLHK seolah-olah menutup mata melihat kondisi ini. Selain pelanggaran berulang, ada 50 murid sekolah dasar di Sijantang mengalami gangguan paru. Sampai sekarang, katanya, PLTU Ombilin dan Ikatan Dokter Indonesia belum memberikan hasil pemeriksaan individu kepada masyarakat.
Indira Suryani, Direktur LBH Padang mengatakan, KLHK tidak bersikap tegas dalam pengawasan dan penegakan hukum.
“Karena itu, kami dari LBH selaku masyarakat sipil Sumbar melayangkan gugatan faktual terkait perbuatan tidak membekukan operasi PLN ini,” katanya.
Padahal, katanya, kalau PLTU tak mampu menyelesaikan masalah sendirian dapat menunjuk pihak ketiga.
“Pasal 55 UU Nomor 32/2009 itu kan sudah jelas bisa ditunjuk pihak ketiga untuk pemulihan. Sampai sekarang tidak dilakukan. Bahkan, dua hal itu belum dilakukan, itulah kenapa kami melakukan gugatan,” katanya.
Dia mendesak, KLHK segera mungkin melakukan pembekuan dan pencabutan izin lingkungan PLTU.
“Kita harus menutup PLTU batubara dan beralih ke energi bersih sesuai kebutuhan kita. Tidak berlebih-lebihan.”
Sedang masyarakat sekitar PLTU pun masih merasakan dampak, seperti menghirup udara tidak sehat. Seharusnya, masyarakat pakai masker N95 sebagai upaya perlindungan dari pencemaran udara. Masker jenis itu tidakmereka pakai karena harus mengeluarkan biaya banyak untuk membelinya.
Wahyu Widiarto dari Rhizoma Indonesia menilai, langkah Pemerintah Sumatera Barat memproyeksikan penutupan PLTU pada 2060 sebagai tindakan ‘gila.’ Itu berarti, masih lebih 30 tahun lebih PLTU akan beroperasi.
Dari sisi teknologi, pembangkit ini termasuk subcritical dan generasi pertama serta termasuk tua. Belum lagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. “Tertua, terkotor dan ternakal, karena nggak patuh,” katanya.
Pemerintah, katanya, hanya mementingkan ekonomi kalangan atas, sosial, baru paling akhir aspek lingkungan.
Meletakkan pertimbangan lingkungan di posisi terakhir, katanya, sama dengan menjadikan manusia dan alam itu hanya variabel dalam ekonomi.
“Padahal untuk mencapai kualitas hidup tinggi, alam harus paling besar (prioritasnya), sosial di tengah dan ekonomi paling kecil. Kita harus tunduk dengan alam.”
Apa kata pelaksanaan proyek pembangkit Ombilin? Elfita, Asisten Sumber Daya Manusia dan Umum PLTU Ombilin mengatakan, sudah melakukan semua kewajiban dari pemerintah.
Dia membantah PLTU tidak patuhi aturan.
“Kondisi sebetulnya tidak ada masalah antara lingkungan, masyarakat dan aparat desa. Penyelesaian juga sudah sesuai aturan,” katanya.
Namun dia akui memang ada yang belum selesai karena perlu waktu. “Cuma masih dalam proses, cuma itu sesuai aturan,” katanya tanpa menyebutkan apa yang dalam proses itu.
Gugatan itu, katanya, berita lama yang ‘digoreng’ kembali. PLTU, katanya, sudah beroperasi sesuai aturan.
Selain itu terkait polusi, kata Elfita, PLTU sudah kerjasama dengan beberapa lembaga seperti Sucofindo. “Kita ada pemeriksaan secara periodik sudah ada,” katanya.
Sengketa informasi publik
Tak bisa mendapatkan informasi perkembangan pelaksanaan sanksi KLHK kepada PLTU Ombilin, LBH Padang juga ajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Pusat pada 21 Februari 2024.
Alfi mengatakan, KLHK mengaitkan sanksi ini dengan pengendalian pencemaran udara dan lingkungan. Namun, katanya, sejak 3 September 2018, publik tak mengetahui kondisi terkini soal udara maupun langkah memulihkan lingkungan hidup oleh PLTU. “Publik tidak tahu.”
KLHK, katanya, menganggap informasi sanksi sebagai informasi tertutup berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal KLHK pada 2021.
Hal itu, katanya, menyebabkan publik tak dapat mengawasi atau menguji dugaan pelanggaran.
********