- Tambang emas ilegal di Bone Bolango, Gorontalo. Sudah memakan banyak korban, tetapi tak ada penghentian menyeluruh aktivitas ini. Berdasarkan dokumen kesepakatan Forum Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bone Bolango yang Mongabay dapatkan, pertambangan ilegal di Suwawa Timur ini hanya setop sementara.
- Merlan S. Uloli, Bupati Bone Bolango mengatakan, penghentian sementara pertambangan rakyat Suwawa Timur untuk menjaga tidak ada lagi korban dan kejadian longsor yang sama berikutnya. Sembari, pemerintah daerah nyatakan, akan usulkan pertambangan emas ini jadi wilayah pertambangan rakyat. Wilayah pertambangan emas yang longsor itu masuk wilayah kontrak karya PT Gorontalo Minerals (GM).
- Konflik pemanfaatan ruang antara masyarakat penambang emas ilegal dan GM, selaku pemegang izin sudah berlangsung puluhan tahun lalu. Hal itu berawal dari kebijakan pemerintah pusat mengeluarkan kontrak karya (KK) generasi II tahun 1971 kepada PT Tropic Endeavour Indonesia (TEI). Sementara pertambangan emas tradisional di wilayah yang jadi KK GM itu sudah berlangsung sejak tahun 1940-an pada masa kolonial Belanda. Izin GM sempat diprotes lewat demonstrasi besar-besar.
- Eka Putra Santoso, Dosen Politik di IAIN Sultan Amai Gorontalo memandang upaya Bupati Bone Bolango Merlan Uloli menutup sementara pertambangan emas rakyat dan mendorong jadi WPR tak terlepas dari kepentingan pemilihan kepala daerah (pilkada) November mendatang.
Tanah longsor di wilayah tambang ilegal di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo awal Juli lalu menyebabkan 325 korban, 282 orang selamat, 27 tewas, dan 15 orang belum ditemukan. Pada 13 Juli lalu, proses pencarian korban dihentikan.
Meski tambang emas ilegal memakan banyak korban, tak ada penghentian menyeluruh aktivitas ini. Berdasarkan dokumen kesepakatan Forum Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bone Bolango yang Mongabay dapatkan, pertambangan ilegal di Suwawa Timur ini hanya setop sementara.
Poin pertama kesepakatan itu menyebutkan, penghentian sementara pertambangan ilegal itu berlaku sambil menunggu rekomendasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk mendapatkan petunjuk tata kelola pertambangan yang baik (good mining practice), khusus di wilayah kontrak karya PT. Gorontalo Minerals (GM).
Kedua, posko pengawasan dan larangan memasuki area pertambangan Kecamatan Suwawa Timur harus aktif maksimal dan pasang baliho tanda larangan sesuai peruntukan. Ketiga, GM diminta bertanggung jawab secara moril atas bencana longsor di konsesinya.
Keempat, Forkopimda segera berkonsolidasi dan konsultasi bersama KESDM guna percepatan penyelesaian dokumen pengelolaan wilayah pertambangan rakyat (WPR) Bone Bolango dengan penciutan kontrak karya GM.
Langkah mendorong WPR dan penciutan kontrak karya GM itu untuk mengurangi risiko bahaya bagi masyarakat karena pertambangan tanpa izin. Hal itu disebut juga sebagai solusi agar pertambangan rakyat dapat mempertimbangkan aspek keselamatan dan lingkungan.
Kelima, Forkopimda Bone Bolango meminta kepada KESDM untuk memberdayakan inspektur tambang yang ditugaskan di Gorontalo agar mengawasi maksimal pertambangan ilegal di konsesi GM.
Merlan S. Uloli, Bupati Bone Bolango mengatakan, penghentian sementara pertambangan rakyat Suwawa Timur untuk menjaga tidak ada lagi korban dan kejadian longsor yang sama berikutnya.
Dia bilang, kesepakatan Forkopimda Bone Bolango itu akan dibawa ke provinsi hingga pusat guna mencari legalitas pertambangan rakyat yang banyak digeluti warga Bone Bolango ini.
“Saya atas nama Forkopimda Bone Bolango mengambil langkah-langkah dengan Forkopimda sepakat kita menghentikan sementara pertambangan itu,” kata Merlan melalui rilis yang diterima Mongabay Juli lalu.
Penghentian sementara itu, katanya, semata-mata untuk melindungi para penambang agar aktivitas yang sudah puluhan tahun itu dapat berjalan sesuai aturan dan hukum di Indonesia. Mereka tidak akan lepas tangan hanya karena pertambangan rakyat ini ada di konsesi GM.
Merlan bilang, akan bersama-sama menghadap pemerintah pusat dan GM selaku pemegang konsesi untuk membahas legalitas tambang rakyat ini. Dia meminta, masyarakat yang bergantung hidup dari tambang bersabar, dan mempercayakan kepada pemerintah daerah mencarikan solusinya.
“Mohon kesabarannya, berikan kami waktu, percayakan kami pemerintah daerah, karena kami sesungguhnya ada di pihak masyarakat. Apalagi, yang menjadi korban adalah rakyat kami.”
Penghentian pertambangan rakyat ini, katanya, sampai ada kepastian dari pusat. “Kita tidak bisa memastikan sampai kapan ini akan diberhentikan sementara. Kita juga tidak bisa berspekulasi, jadi berikan kami kesempatan.”
Data KESDM per Agustus 2021 menyebutkan, pertambangan emas ilegal di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Bone Bolango, Gorontalo ini satu dari 2.741 tambang ilegal di Indonesia.
Setop ilegal jadi WPR?
Pasca insiden tanah longsor tambang ilegal itu, KESDM akan memberantas semua titik lokasi di Indonesia, termasuk di Desa Tulabolo Timur ini.
Dikutip dari Bloomberg Technoz, Siti Sumilah Rita Susilawati, Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Ditjen Minerba KESDM mengatakan, salah satu cara memberantas tambang ilegal dengan memberikan pengelolaan WPR kepada masyarakat.
Pertambangan bisa pada area WPR, alih-alih ilegal. KESDM, katanya, akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi dan penyiapan WPR serta kemudahan penerbitan izin pertambangan rakyat (IPR).
Kemudahan WPR dan IPR itu, diharapkan dapat mendorong pemberdayaan masyarakat dengan mengoptimalkan pengelolaan sembari mengurangi risiko atau bahaya dari pertambangan tanpa izin.
Data ESDM, sudah ada 1.216 blok WPR pada 20 provinsi seluas 66.593,18 hektar yang ditetapkan pada 2022. Ini tindak lanjut Undang-undang Nomor 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Direktorat Jenderal Minerba juga menyusun dokumen pengelolaan WPR di 9 provinsi dengan 291 blok dari 1.216 blok WPR hingga 2023, yang akan lanjut pada blok lain.
Konflik ruang
Konflik pemanfaatan ruang antara masyarakat penambang emas ilegal dan GM, selaku pemegang izin sudah berlangsung puluhan tahun lalu. Hal itu berawal dari kebijakan pemerintah pusat mengeluarkan kontrak karya (KK) generasi II tahun 1971 kepada PT Tropic Endeavour Indonesia (TEI).
Mengutip Jurnal GeoEco, pada 1998, kontrak karya TEI diambil alih dan diperbaharui GM jadi KK Generasi VII dengan konsesi 24.995 hektar di Bone Bolango. Konsesi itu sebagian besar kawasan hutan, atau seluas 17.798 hektar. Sisanya, 7.197 hektar merupakan area penggunaan lain (APL), berupa perkebunan dan pertanian masyarakat.
Sementara pertambangan emas tradisional di wilayah yang jadi KK GM itu sudah berlangsung sejak tahun 1940-an pada masa kolonial Belanda. Izin GM sempat diprotes lewat demonstrasi besar-besar.
Konflik itu berlanjut hingga pada 2010, ketika terjadi perubahan sebagian Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Awalnya, 14.000 hektar dari 24.995 hektar konsesi GM itu merupakan TNBNW. Pada 25 Mei 2010,Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menerbitkan surat keputusan sekitar 14.000 hektar hutan konservasi, menjadi hutan produksi terbatas.
Tahun sama, Zulkifli kembali menerbitkan surat keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk eksplorasi emas dan mineral buat GM. Sejak itu, GM eksplorasi di situ.
Dari penelitian tim Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Negeri Gorontalo (UNG) tahun 2007 terlihat dalam Jurnal GeoEco yang ditulis Sukirman Rahim pada 2017 menyebutkan, setidaknya ada 6.300 penambang tradisional di sana.
Jumlah tromol ketika itu ada 144, dengan sekitar 100 lubang di masing-masing titik bor (istilah lokasi pembukaan lubang. Di sana ada 17 titik bor masyarakat. Pemukiman dan penambangan berada di konsesi GM.
Penambang pernah mengajukan WPR melalui DPRD Bone Bolango tetapi pupus karena berada di anak perusahaan Bumi Resources. Belum lagi, izin pertambangan diambil alih pemerintah pusat.
Pada 27 Februari 2019, izin operasi produksi GM keluar dengan kontrak sampai 1 Desember 2052 atau 33 tahun. GM menargetkan, produksi 5 juta ton bijih emas per-tahun, dan produksi konsentrat 130.000 ton per-tahun.
Konflik antara warga penambang dan GM hingga kini belum berakhir.
Mongabay menghubungi Didit Budi Hatmoko, Kepala Kantor GM di Gorontalo mengkonfirmasi soal tambang rakyat di konsesinya. Soal rencana Pemerintah Bone Bolango mendorong WPR dengan menciutkan konsesi GM, dia tidak mau merespon.
Dia hanya bilang, perusahaan taat kepada peraturan serta perundang-undangan di Indonesia. Mereka terus melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dan melaporkan secara berkala.
“Dalam menjalankan usaha perusahaan melakukan pemberdayaan, perekrutan karyawan sesuai kebutuhan dan keahlian, serta pelibatan lokal sebagai vendor sesuai kemampuan dan spesifikasi,” katanya, Juli lalu.
Kepentingan pilkada?
Eka Putra Santoso, Dosen Politik di IAIN Sultan Amai Gorontalo memandang upaya Bupati Bone Bolango Merlan Uloli menutup sementara pertambangan emas rakyat dan mendorong jadi WPR tak terlepas dari kepentingan pemilihan kepala daerah (pilkada) November mendatang. Dia duga, sebagai janji untuk menjaga basis politiknya.
Merlan, katanya, pertahana yang akan maju dalam pilkada Bone Bolango.
“Penutupan sementara dan janji WPR ini bisa jadi strategi politik petahana menggaet suara pemilih. Secara legal formal, WPR itu tidak memenuhi syarat karena lokasi berada di konsesi perusahaan,” katanya kepada Mongabay, 9 Agustus lalu.
Ketika ada isu cukup krusial diusung calon kepala daerah pasti akan mempengaruhi cukup besar stabilitas suaranya. Menurut dia, WPR jadi salah satu isu menarik di tengah konflik pemanfaatan ruang antara warga dan perusahaan.
Kalau memang bukan alat politik, katanya, mewujudkan WPR sebelum pilkada.
Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional mengatakan, upaya Pemerintah Bone Bolango terkesan setengah hati dalam meminimalisir dampak pertambangan walau sudah jatuh korban ratusan orang.
Upaya WPR, katanya, hanya akan memperpanjang cerita buruk dampak pertambangan. Pemerintah pun seakan enggan bertindak serius.
Upaya jadikan WPR, katanya, seolah-olah ingin menormalisasikan aktivitas yang berisiko merusak lingkungan itu.
“Lagi-lagi, rakyat ini seperti disengaja diperhadapkan dengan situasi tanpa pilihan. Pemerintah seperti tidak memiliki solusi terhadap warga penambang ini.”
Untuk menghentikan tambang ilegal, katanya, harus secara struktural, dan harus ada pengganti mata pencarian warga.
Semua yang terlibat dalam rantai produksi penambangan ilegal dari hulu ke hilir harus ada penegakan hukum terutama para bandar, beking, dan cukong-cukong yang mendapatkan keuntungan lebih besar. Warga penambang, katanya, sejatinya adalah korban.
Meski begitu, kata Jamil, tambang ilegal maupun legal perusahaan, sama-sama berisiko merusak lingkungan. Apalagi, kedua aktivitas ini berdekatan dengan kawasan konservasi.
******
Longsor Area Tambang Emas Ilegal di Gorontalo Telan Puluhan Korban Jiwa