- Pencemaran air dan penurunan populasi ikan menjadi ancaman serius bagi ekosistem Danau Toba dan mata pencaharian komunitas lokal.
- Kerusakan ekosistem Danau Toba tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang bergantung pada danau.
- Pemerintah Indonesia telah menetapkan Danau Toba sebagai prioritas nasional untuk dilestarikan dan mengusulkan Hari Danau Sedunia untuk meningkatkan kesadaran global.
- Pentingnya keterlibatan komunitas lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan dukungan dari organisasi non-pemerintah untuk pelestarian Danau Toba.
Galumbang Rajagukguk berdiri tegak di tepi Danau Toba. Tatapannya menerawang jauh, ke hamparan air yang diselimuti kabut pagi.
Bagi pria 60 tahun ini, Danau Toba bukan hanya tempat mencari ikan. Tapi juga bagian jiwa, simbol kedekatan spiritual dan budaya yang telah diwariskan leluhurnya. Namun kini, Danau Toba tidak indah. Airnya tercemar akibat aktivitas limbah rumah tangga maupun industri.
“Kami sangat bergantung pada danau. Hasil tangkapan kami juga semakin berkurang. Apalagi, ‘ikan batak’ yang merupakan ikan endemik, sudah tidak ada lagi,” kata Galumbang, Ketua Komunitas Adat Huta Lontung, Muara [Tapanuli Utara], Sumatera Utara, Kamis [1/8/2024].
Danau Toba merupakan danau vulkanik terbesar di dunia yang meliputi tujuh kabupaten yaitu Karo, Dairi, Samosir, Humbang Hasundutan, Taput, Toba, dan Simalungun.
Baca: Menolak Ikan Batak Punah, Apa yang Perlu Dilakukan?
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa perlindungan Danau Toba memerlukan perhatian global. Dalam Forum Air Sedunia ke-10 yang diselenggarakan di Bali pada Mei 2024, Indonesia mengusulkan penetapan Hari Danau Sedunia, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran internasional tentang pentingnya pengelolaan danau secara berkelanjutan.
Firdaus Ali, Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR] Bidang Sumber Daya Air, menjelaskan bahwa Hari Danau Sedunia dapat menjadi pengingat penting bagi komunitas internasional akan pentingnya menjaga kelestarian danau.
“Danau memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga ketersediaan air di dunia, sehingga harus bisa dikelola dengan baik,” ujar Firdaus, Senin [20/5/2024], dikutip dari Kominfo.
Baca: Usulan Hari Danau Sedunia, untuk Apa?
Inisiatif pelestarian danau
Pada 2021, Pemerintah Indonesia menetapkan Danau Toba sebagai satu dari 15 danau prioritas untuk pelestarian melalui Peraturan Presiden No. 60 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.
Wilson Nainggolan, sejarawan dan peneliti lingkungan dari Hariara Institute yang telah memantau kondisi Danau Toba selama bertahun, menyatakan bahwa kondisi danau ini sangat memprihatinkan.
“UNESCO telah memberikan peringatan keras kepada Badan Pengelola Global Geopark Caldera Toba, dengan tujuh rekomendasi spesifik untuk memperbaiki tata kelola. Beberapa rekomendasi tersebut mengkritik pengelolaan warisan geologi dan budaya yang tidak efektif,” ujarnya melalui telepon, Jumat [2/8/2024].
Wilson menekankan, tindakan tegas harus diambil terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Daerah Tangkapan Air [DTA] Danau Toba, yang telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebab pencemaran.
Selain itu, inisiatif seperti Hari Danau Sedunia, yang diusulkan Indonesia dalam Forum Air Sedunia ke-10, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan dukungan internasional terhadap upaya pelestarian Danau Toba dan danau-danau serupa di dunia.
“Dengan kolaborasi efektif antara pemerintah, komunitas lokal, dan mitra internasional, harapan untuk memulihkan Danau Toba dan menjaganya untuk generasi mendatang sangat terbuka,” jelasnya.
Baca: Hutan Lindung Danau Toba Terbakar, Bagaimana Nasib Geopark?
Pentingnya keterlibatan komunitas lokal
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Limnology menyoroti penurunan signifikan kualitas air di Danau Toba, khususnya di area dekat pemukiman dan zona industri. Hasil studi ini menunjukkan peningkatan konsentrasi nutrien seperti nitrogen dan fosfor, yang memicu ledakan alga dan menyebabkan gangguan serius pada keseimbangan ekosistem danau.
Aktivis masyarakat adat, Abdon Nababan, menekankan pentingnya keterlibatan komunitas lokal dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Menurut dia, melalui pendekatan Community-Based Natural Resource Management [CBNRM], masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan konservasi.
“Dengan begitu, mereka memahami pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya alam sambil memenuhi kebutuhan ekonomi,” jelasnya, Jumat [2/8/2024].
Peran organisasi non-pemerintah menjadi sangat krusial dalam memperkuat upaya konservasi di Danau Toba. Organisasi tersebut dapat berkontribusi dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal tentang praktik pertanian ramah lingkungan dan mengembangkan proyek-proyek ekowisata berkelanjutan.
“Dengan dukungan stakeholder lokal dan internasional, serta dukungan teknis dan advokasi yang kuat, kita dapat melindungi Danau Toba dari kerusakan lebih lanjut,” tegasnya.
Merangkai Sejarah Toba: Erupsi Vulkanik Purba, Hikayat Rakyat, hingga Geopark Dunia