- Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Pemprov Jatim dan Menteri PUPR atas vonis Pengadilan Negeri Surabaya terhadap gugatan Ecoton tentang pencemaran Kali Brantas dimana banyaknya ikan mati secara massal pada 2019.
- Dalam gugatan itu, Ecoton membuat 10 tuntutan yang intinya memerintahkan Pemprov Jatim dan Menteri PUPR memulihkan pencemaran yang terjadi di Kali Brantas
- Ecoton menilai putusan MA itu sedikit membuka harapan akan pengelolaan Kali Brantas yang lebih baik dari pencemaran dan kerusakan sungai yang semakin tak terkendali.
- Pemprov Jatim menyatakan siap menjalankan putusan MA itu, tetapi proses akan dimulai dengan perancangan anggaran.
Upaya Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR untuk lepas dari tanggung jawab pemulihan Kali Brantas akhirnya kandas. Hal iItu setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi keduanya atas vonis Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap gugatan yang diajukan lembaga Kajian dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) sebelumnya.
Dalam putusan bernomor: 1190K/PDT/2024 tertanggal 30 April 2024 itu, MA menyatakan menolak kasasi yang diajukan Pemohon I dan Pemohon II, yakni Gubernur Jatim dan juga Menteri PUPR Republik Indonesia. Selain itu, MA juga menghukum keduanya membayar biaya perkara sebesar Rp500 ribu.
MA menyampaikan Risalah Pemberitahuan Putusan Mahkamah Agung (RPPMA) kepada Ecoton, selaku penggugat, pada Kamis (18/7/2024) lalu. Koordinator Advokasi Kali Brantas Ecoton, Alaika Rahmatullah menyambut positif putusan tersebut.
“Dengan putusan MA ini, maka pihak tergugat yaitu Gubernur Jawa Timur dan Menteri PU PR harus melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang dikuatkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 117/PDT/2023/PT.SBY,“ terang Alaika.
Sebagai catatan, Ecoton sebelumnya menggugat Gubernur Jawa Timur yang kala itu masih dijabat Soekarwo dan juga Menteri PUPR. Gugatan diajukan merespons banyaknya ikan mati secara massal di sepanjang Kali Brantas pada 2019 silam.
Dalam gugatannya itu, Ecoton menilai kedua pejabat itu abai dengan tanggung jawabnya mengelola Kali Brantas hingga menyebabkan ikan mati secara masal.
Baca : Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah

Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menyidangkan kasus tersebut mengabulkan gugatan itu. Pun demikian dengan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, ikut memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama itu.
Setidaknya, ada 10 tuntutan yang kemudian dikabulkan oleh PN dan PT Surabaya sebelum akhirnya diperkuat dengan putusan MA tersebut. Ke-10 tuntutan itu adalah:
- Memerintahkan Para Tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat di 14 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN 2020
- Memerintahkan Para Tergugat untuk melakukan pemasangan CCTV di setiap outlet wilayah DAS Brantas guna meningkatkan fungsi pengawasan para pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh DLH di provinsi Jawa timur baik DLH Provinsi maupun DLH Kota/Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan NGO di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini pembuangan limbah cair.
- Memerintahkan Para Tergugat mengeluarkan peringatan terhadap industri khususnya yang berada di wilayah DAS Brantas untuk mengelola limbah cair sebelum di buang ke sungai.
- Memerintahkan Para Tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang alat pemantau kualitas air (real time) di setiap outlet Pembuangan Limbah Cair di Sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas, untuk tidak mengkonsumis ikan yang mati karena limbah industri.
- Memerintahkan DLH Kabupaten/Kota untuk melakukan koordinasi dengan industri dalam tata cara pengembalian limbah cair yang menjadi tanggung jawab industri.
- Memerintahkan Para Tergugat untuk membentuk tim Satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur.
Harapan Perbaikan
Alaika menilai, putusan MA itu sedikit membuka harapan akan pengelolaan Kali Brantas yang lebih baik. Pasalnya, saat ini, kerusakan sungai yang melintas di 14 kabupaten dan kota di Jatim ini semakin tak terkendali.
“Industri bebas membuang limbah tanpa diolah. Menjamurnya pemukiman akibat abainya PUPR sehingga meningkatkan volume sampah plastik yang masuk ke Sungai Brantas,” ujarnya melalui keterangan tertulisnya, awal Agustus lalu.
Di sisi lain, buruknya pengelolaan Kali Brantas itu sejalan dengan hasil survei yang dilakukan Ecoton. Dimana, dalam survei yang melibatkan 535 warga di Jatim itu, 62,1 persen menyatakan pengelolaan Kali Brantas sangat buruk.
“Sekitar 88% responden bahkan meyakini Kali Brantas dalam kondisi tercemar, “ kata Manajer Sains, Seni dan Komunikasi Ecoton, Prigi Arisiandi.
Baca juga : Kali Brantas Tercemar, Berpotensi Sebabkan Penyakit

Para responden itu juga menyebut beberapa faktor yang dinilai menjadi sumber pencemaran Kali Brantas. Di antaranya, sampah plastik dan limbah cair yang dibuang ke sungai (73,5% responden).
Lalu, juga limbah industri yang ada di sekitar sungai (25% responden) serta limbah rumah tangga (1, 5% responden). Terutama dari rumah-rumah permanen yang ada di bantaran sungai. Karena itu, dalam survei tersebut, sekitar 67,7% responden menyebut pengelolaan bantaran sungai sangat buruk dan tidak terawat.
Menyusuk putusan MA ini, Ecoton pun mendesak Gubernur Jatim, Menteri PUPR dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyusun standar prosedur operasi penanganan jika terjadi mati massal. Selain itu, melakukan pemulihan kualitas Kali Brantas.
“Selama ini kejadian ikan mati massal terus berulang dan tanpa penyelesaian karena penyebab terjadinya ikan mati massal tidak diungkap ke publik dan cenderung dipetieskan sehingga peristiwa ikan mati masal terus berulang,” ungkap Prigi.
Menurutnya, desakan itu perlu ia sampaikan lantaran dari hasil pantauan Ecoton pada 2022 hingga 2024, sebagian pelaku industri menjadikan Kali Brantas sebagai lokasi pembuangan limbah. Situasi itu menjadikan kadar oksigen dalam air turun dan memicu ikan-ikan mati.
Nawiyanto Dkk., dalam ulasannya menyebut, pencemaran Sungai Brantas, termasuk beberapa anak-anak sungainya terutama yang melintasi kawasan Kota Surabaya, telah ada sebelum pertengahan abad ke-19. Kajian yang dilakukan oleh Nagtegaal (1995:9) menunjukkan bahwa Surabaya dan kota-kota penting lain di Jawa khusus Batavia dan Semarang menghadapi problem pencemaran mikrobial yang serius.
Pencemaran jenis ini disebabkan oleh limbah organik seperti kotoran manusia, sampah dan bangkai yang masuk ke aliran sungai sebagai sumbernya. Masuknya limbah organik ke aliran sungai tidak terpisahkan dari perilaku masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan limbah.
Baca juga : Ekosistem Sungai Brantas Terancam Rusak Akibat Tambang Pasir Ilegal

Terhadap keputusan MA tersebut, Pemerintah Provinsi Jatim menegaskan akan melaksanakan putusan tersebut. “Kami lakukan seperti yang diputuskan,” kata Pejabat Gubernur Jatim Adhy Karyono kepada awak media di Surabaya, Rabu (07/8/2024) seperti dikutip dari Tempo.
Adhy mengatakan pihaknya akan membantu dengan menganggarkan biaya untuk pemulihan pencemaran, meski Sungai Brantas adalah kewenangan nasional. “Brantas itu masuk kewenangan nasional, tapi kalau terjadi persoalan, ya kami lakukan bantuan,” ucap Adhy.
Dia mengatakan Pemprov Jatim akan mengalokasikan anggaran untuk pemulihan Sungai Brantas tersebut walau tak ada bantuan dari pusat. “Kalau dari pusat tidak ada anggaran, ya kami juga akan mengalokasikan, walaupun itu sungai nasional,” papar Adhy.
Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemprov Jatim, Jempin Marbun menyatakan pihaknya siap menjalankan putusan MA yang menolak kasasi terkait gugatan pencemaran Sungai Brantas. Namun soal pelaksanaannya, Jempin menerangkan proses akan dimulai dengan perancangan anggaran.
“Kalau sudah ada putusan MA, Pemprov wajib melaksanakannya. Artinya, kami akan melaksanakan 10 putusan hakim itu. Terkait kapannya, kami akan mulai dengan merancang penganggarannya,” kata Jempin dikutip dari beritajatim.com, Jumat (02/8/2024). (***)
Sungai Brantas Tercemar Limbah Industri dan Mikroplastik, Pemulihannya?