- Mpox, sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, telah ditetapkan sebagai darurat kesehatan global oleh WHO karena kemunculan varian Clade 1B yang lebih menular.
- Penularan Mpox terjadi melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau manusia yang terinfeksi, terutama melalui cairan tubuh atau luka terbuka.
- Praktik berburu dan konsumsi daging hewan liar (bushmeat) menjadi faktor utama dalam penyebaran Mpox dari hewan ke manusia.
- Gejala Mpox meliputi demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam yang berkembang dari bintik-bintik kecil menjadi pustula berisi cairan.
Mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, telah menarik perhatian dunia secara signifikan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 14 Agustus 2024, menetapkan mpox sebagai “darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional” (PHEIC). Penyakit ini kembali muncul sebagai ancaman serius, terutama seiring dengan kemunculan varian Clade 1B yang lebih berbahaya dibandingkan Clade II. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa clade baru ini memiliki potensi penularan yang lebih cepat, menandakan adanya tantangan global yang serupa dengan yang dihadapi selama pandemi COVID-19.
Apa Itu Mpox dan Bagaimana Penyebarannya?
Virus Mpox (MPXV) merupakan anggota dari genus Orthopoxvirus dan memiliki kemiripan dengan virus cacar. Virus ini umumnya ditemukan pada mamalia liar seperti hewan pengerat, primata non-manusia, dan hewan lain yang berperan sebagai reservoir. Mpox pertama kali diidentifikasi pada tahun 1970-an di Republik Demokratik Kongo dan sejak saat itu telah menjadi perhatian global, terutama di wilayah Afrika Tengah dan Barat.
Kasus mpox dapat terjadi secara sporadis, namun peningkatan kasus dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin sedang mengalami perubahan dalam pola penyebarannya.
Penularan dari Hewan ke Manusia
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pola penyebaran Mpox adalah praktik berburu dan konsumsi daging satwa liar, yang berfungsi sebagai jembatan dalam penularan zoonosis, termasuk Mpox. Bushmeat, atau daging satwa liar yang didefinisikan sebagai “daging mamalia liar yang diburu untuk konsumsi manusia di daerah tropis dan subtropis,” menjadi sangat umum di banyak masyarakat di Afrika, di mana praktik ini memiliki unsur budaya dan ekonomi yang tinggi. Dalam konteks ini, WHO mencatat bahwa konsumsi daging hewan liar yang terinfeksi menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap penularan virus dari hewan ke manusia. Penularan dapat terjadi tidak hanya melalui konsumsi daging yang tidak dimasak sepenuhnya, tetapi juga melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau luka dari hewan yang terinfeksi.
Penularan dari Manusia ke Manusia
Penularan virus mpox antara manusia dapat berlangsung melalui kontak dekat dengan luka yang terinfeksi, cairan tubuh, tetesan pernapasan, atau melalui barang-barang yang terkontaminasi. Meskipun penularan dari manusia ke manusia relatif jarang dibandingkan dengan beberapa penyakit zoonosis lainnya, kasus-kasus yang tercatat menunjukkan bahwa interaksi meningkatkan risiko penyebaran. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penularan dapat terjadi melalui aerosol di ruang terbatas, yang menambah tingkat kompleksitas dalam pengendalian penyebaran virus ini.
Baca juga: Waspada Zoonosis, Cacar Monyet Merebak di Indonesia
Meskipun mamalia liar hanya menyumbang sekitar 1,8 persen dari biomassa global, lebih dari 70 persen kejadian spillover penyakit zoonosis telah dihubungkan dengan interaksi manusia-wildlife, terutama yang terkait dengan bushmeat. Aktivitas berburu dan penjualan bushmeat berisiko tinggi untuk penularan patogen zoonosis, seperti yang terlihat dalam wabah Ebola dan virus Nipah. Di banyak lokasi di Sub-Sahara Afrika, praktik berburu telah berkontribusi pada wabah zoonosis yang muncul, menciptakan tantangan besar baik bagi kesehatan masyarakat maupun konservasi.
Dampak Global Penyebaran Mpox
Sejak dimulainya wabah Mpox pada tahun 2022, lebih dari 100.000 kasus telah dilaporkan secara global. Sekitar 90 persen dari semua kasus tersebut berasal dari Republik Demokratik Kongo (DRC), termasuk lebih dari 16.000 kasus dan 575 kematian yang dilaporkan pada tahun 2024. Dengan kemunculan Clade IB dan Clade I ke negara-negara lain, di antaranya Swedia dan negara-negara Asia Tenggara, tantangan kesehatan masyarakat ini menuntut perhatian internasional.
Risiko Zoonotik Global: Ancaman yang Membayangi
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa aktivitas bushmeat, atau perburuan dan konsumsi daging hewan liar, di negara-negara seperti Equatorial Guinea dan Liberia, secara signifikan meningkatkan risiko zoonotik global. Praktik ini, yang seringkali didorong oleh kebutuhan ekonomi dan budaya, menciptakan jalur langsung bagi patogen mematikan untuk melompat dari hewan liar ke manusia. Virus seperti Mpox, Ebola, dan Nipah, yang semuanya memiliki asal-usul zoonotik, telah menyebabkan wabah besar dengan tingkat kematian yang tinggi, menyoroti urgensi untuk mengatasi masalah ini.
Perdagangan bushmeat, yang seringkali ilegal dan tidak diatur, menciptakan jaringan kompleks yang memfasilitasi penyebaran penyakit lintas batas. Hewan yang ditangkap di satu lokasi dapat dengan mudah diangkut dan dijual di pasar-pasar yang ramai di wilayah lain, meningkatkan risiko paparan bagi populasi yang lebih luas. Selain itu, kondisi tidak higienis selama perburuan, pengolahan, dan penjualan daging bushmeat semakin meningkatkan kemungkinan penularan patogen.
Baca juga: Cacar Monyet dan Darurat Kesehatan Global
Untuk mengurangi risiko zoonotik global yang terkait dengan bushmeat, diperlukan upaya kolaboratif di berbagai tingkatan. Surveilans yang ditingkatkan, termasuk pemantauan kesehatan hewan liar dan manusia di daerah berisiko tinggi, sangat penting untuk mendeteksi wabah secara dini dan memungkinkan respons yang cepat. Selain itu, strategi mitigasi yang efektif harus mencakup:
- Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Kampanye pendidikan yang ditargetkan untuk menginformasikan masyarakat tentang risiko kesehatan yang terkait dengan bushmeat dan mempromosikan praktik penanganan dan konsumsi yang aman.
- Penegakan Hukum yang Lebih Ketat: Tindakan tegas terhadap perdagangan bushmeat ilegal, termasuk peningkatan patroli, hukuman yang lebih berat, dan kerjasama lintas batas untuk membongkar jaringan perdagangan.
- Pengembangan Alternatif Ekonomi: Menyediakan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat yang bergantung pada bushmeat, seperti pertanian, peternakan, atau ekowisata, untuk mengurangi tekanan pada populasi satwa liar.
- Kolaborasi Internasional: Kerjasama antara negara-negara, organisasi internasional, dan lembaga penelitian untuk berbagi informasi, mengembangkan strategi pengendalian penyakit, dan mendukung upaya mitigasi di tingkat lokal.
Mengatasi risiko zoonotik global yang terkait dengan bushmeat adalah tantangan yang kompleks, membutuhkan pendekatan multifaset yang mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan. Namun, dengan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan, ada peluang untuk mengurangi ancaman penyakit zoonosis yang muncul dan melindungi kesehatan manusia serta ekosistem global. Pendekatan One Health, yang mengakui keterkaitan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, sangat penting dalam mengatasi tantangan ini. Dengan mengintegrasikan upaya di berbagai sektor, kita dapat membangun sistem yang lebih tangguh untuk mencegah, mendeteksi, dan merespons ancaman penyakit zoonosis yang muncul, melindungi kesehatan masyarakat global, dan melestarikan keanekaragaman hayati planet kita.
Penyebaran Mpox di Indonesia
Di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melaporkan adanya 88 kasus Mpox sejak tahun 2022, dengan 12-14 kasus baru dilaporkan pada tahun 2024. Kasus ini sebagian besar didominasi oleh varian Clade IIB yang lebih mudah diobati, namun menunjukkan kemampuan penularan yang perlu diwaspadai. Data epidemiologis menunjukkan bahwa peningkatan interaksi masyarakat dalam berburu dan mengonsumsi hewan liar dapat menyumbang pada penyebaran virus. Oleh karena itu, kesadaran dan edukasi masyarakat terkait praktik aman dalam menangani daging hewan liar sangatlah vital.
Gejala Mpox: Apa yang Perlu Kita Ketahui
Gejala Mpox mirip dengan gejala cacar, dan muncul dalam dua fase yang berbeda.
Fase Awal
Fase awal biasanya ditandai dengan demam tinggi, menggigil, sakit kepala, kelelahan, dan pembengkakan kelenjar getah bening, yang sering terjadi pada bagian leher dan ketiak. Gejala awal ini bisa muncul dalam waktu 5 hingga 21 hari setelah terpapar virus, dan sering kali dapat disertai dengan nyeri otot, nyeri punggung, serta sakit tenggorokan.
Fase Ruam
Setelah fase awal, biasanya dalam waktu satu hingga tiga hari, pasien akan mulai mengalami ruam yang unik. Ruam ini dapat mulai muncul di wajah dan kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya, termasuk tangan, kaki, dan area genital. Ruam akan melalui beberapa tahap perkembangan, dimulai dari bintik-bintik kecil yang mirip dengan jerawat, kemudian berkembang menjadi pustula berisi cairan, dan akhirnya membentuk kerak sebelum sembuh. Proses penyembuhan ruam ini biasanya memakan waktu antara 2 hingga 4 minggu.
Komplikasi yang Mungkin Terjadi
Meskipun sebagian besar pasien Mpox pulih dalam waktu 14 hingga 21 hari tanpa memerlukan perawatan khusus, ada risiko komplikasi serius yang patut diperhatikan. Komplikasi tersebut di antaranya infeksi bakteri sekunder akibat luka terbuka di kulit, yang dapat menyebabkan penyakit lebih lanjut. Selain itu, beberapa pasien juga berisiko mengalami masalah pernapasan, terutama jika virus mempengaruhi saluran pernapasan. Mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah atau memiliki kondisi kesehatan tertentu juga lebih rentan terhadap komplikasi yang lebih serius.