- Kerang terompet atau triton terompet [Charonia tritonis] adalah moluska atau siput laut raksasa yang termasuk dalam genus Gastropoda laut yang bisa ditemui pada kedalaman 1–40 meter.
- Bagi masyarakat pesisir di wilayah timur Indonesia, kerang terompet ini merupakan alat tiup tradisional untuk mengumpulkan warga di balai adat atau sebagai penanda terjadi bahaya.
- Tidak hanya di Indonesia, kerang terompet juga dikenal oleh negara-negara pasifik serta dijadikan sebagai alat tiup tradisional.
- Kerang terompet merupakan predator bagi bintang laut, bulu babi dan juga bintang laut mahkota berduri yang merupakan ancaman kelestarian terumbu karang. Di Indonesia, kerang terompet dilindungi oleh pemerintah melalui Peraturan KLHK Nomor P 106 Tahun 2018 tentang Satwa dan Tumbuhan yang Dilingungi.
Namanya kerang terompet atau triton terompet [Charonia tritonis].
Disebut demikian, karena cangkangnya berbentuk seperti terompet dan seting dijadikan sebagai hiasan rumah.
Jamil Yusuf, nelayan di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, mengatakan ketika turun ke laut, tujuannya hanya mencari ikan, gurita, atau berburu teripang. Kerang terompet bukan sebagai target utama.
Namun, saat melihat kerang terompet di dasar laut, maka mau tak mau akan diambil, karena dagingnya dapat dijadikan bahan makanan.
“Kerang ini hanya bisa diambil dengan cara menyelam,” terangnya, Senin [2/9/2024].
Jamin menyelam tanpa menggunakan alat bantu seperti tabung, hanya bermodal masker yang biasa digunakan nelayan. Kedalamannya sekitar 7-10 meter, yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggalnya di Pulau Papan.
“Setelah isi kerang dikonsumsi, cangkangnya dipakai sebagai penghias rumah atau sebagai barang kenang-kenangan,” jelasnya.
Baca: Kerang Kepala Kambing, Seperti Apa Bentuknya?
Berdasarkan penjelasan ilmiah, kerang terompet ini adalah moluska atau siput laut raksasa yang termasuk dalam genus Gastropoda laut yang bisa ditemui pada kedalaman 1-40 meter. Distribusi satwa ini berada di negara-negara tropis mulai dari perairan Laut Merah hingga ke Pulau Cocos, Kosta Rika, Jepang, hingga Selandia Baru. Panjang maksimum cangkang hewan laut ini bisa mencapai 50 cm.
Siklus hidupnya dimulai dari embrio dan berkembang menjadi larva trokofor planktonik dan kemudian menjadi veliger remaja sebelum menjadi dewasa. Kerang terompet merupakan predator bagi bintang laut, bulu babi, dan juga termasuk bintang laut mahkota berduri yang bisa mengancam kelestarian terumbu karang. Sehingga, jika terjadi penurunan populasi kerang terompet akibat pengambilan melebihi batas, akan berdampak negatif pada kesehatan terumbu karang.
Baca: Tedong-tedong, Kerang yang Bentuknya Unik dan Banyak Manfaat
Jadi alat tiup tradisional
Dalam sebuah film animasi yang begitu populer berjudul Moana [2016], kerang terompet dipakai sebagai alat tiup oleh bangsa-bangsa Pasifik Oseania, yang merupakan negara-negara di Samudera Pasifik seperti Tonga, Vanuatu, Samoa, Fiji, hingga Hawa’i. Di Hawai sendiri, misalkan, kerang terompet ini disebut Pu’ yang berarti alat tiup terompet dari kerang dan bahkan sebagai alat tiup untuk musik.
Di Indonesia, kerang terompet memiliki fungsi yang sama dengan sebutan berbeda. Misalkan di Pulau Rote, NTT, disebut To’is atau dalam Bahasa Sabu disebut Watabe. Terompet ini dahulu digunakan sebagai alat komunikasi di Nusa Tenggara Timur. Fungsinya, untuk mengumpulkan masyarakat ketika hendak menyampaikan informasi.
Terompet dibunyikan dengan kode-kode tertentu. Bunyi panjang tiga kali artinya informasi dari pemerintah. Bunyi panjang dua kali memiliki arti informasi keagamaan. Bunyi pendek-pendek bermakna hal mendesak dan harus segera misalnya, ketika terjadi bencana alam atau kebakaran.
Baca: Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa
Di Maluku, kerang terompet disebut Tahuri, yang bertujuan untuk memanggil masyarakat atau kepala adat agar berkumpul di balai pertemuan adat atau rumah adat. Seperti halnya di NTT, jumlah tiupannya memiliki makna tersendiri. Misalnya, satu kali tiupan menandakan ada warga yang meninggal dunia.
Tahuri juga dimainkan untuk mengiringi beberapa tarian, seperti Cakalele. Biasanya, dimainkan dengan alat musik lain dalam bentuk orkestra, yang terdiri anak-anak dan remaja.
Baca juga: Bintang Laut Berduri Ini Jadi Musuh Terumbu Karang
Penggunaan kerang terompet juga ditemukan pada masyarakat pesisir di Biak, Papua. Fungsinya, sebagai sarana komunikasi, yaitu alat panggil atau pemberi tanda. Saat ditiup, masyarakat akan berkumpul atau harus bergegas menuju ke rumah upacara atau tempat pesta Ararem dan Wor, dalam budaya Suku Biak.
Dalam perkembangannya, alat ini dipakai juga dalam hiburan dan alat musik tradisional di Papua, yang dipakai dalam tarian serta pukulan tifa bertalu-talu. Alat musik ini, hampir sebagian besar terdapat di wilayah pantai Raja Ampat, Biak Numfor, Supiori, Yapen, Waropen, Nabire, dan Teluk Wondama.
Untuk bisa ditiup, cangkang kerang terompet harus dilubangi ujungnya yang lancip, sehingga dapat menciptakan bunyi.
Saat ini, penjualan kerang terompet semakin banyak ditemukan di toko-toko online dengan harga cukup mahal. Padahal, di Indonesia, moluska ini telah dilindungi pemerintah berdasarkan Peraturan KLHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Satwa dan Tumbuhan yang Dilindungi.