- Aktivitas illegal drilling atau pengeboran minyak bumi ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan, yang sudah berlangsung sejak 1980-an, diduga menyebabkan kerugian negara puluhan triliun rupiah.
- Dugaan kerugian tersebut berasal dari produk domestik regional bruto [PDRB] yang tidak dihitung dalam pendapatan regional, pajak [tax loss], kerugiaan lingkungan, dan lainnya, yang mencapai Rp49,5 triliun.
- Kerusakan lingkungan di Sungai Dawas diperkirakan mencapai Rp4,87 triliun atau 77,6% dari total kerugian lingkungan. Pencemaran bukan hanya merusak ekosistem air, juga berdampak pada produktivitas pertanian dan perikanan.
- Terkait persoalan illegal drilling di Kabupaten Muba, Walhi Sumsel mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya, pemulihan lingkungan segera dilakukan.
Aktivitas illegal drilling atau pengeboran minyak bumi ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan, yang sudah berlangsung sejak 1980-an, diduga menyebabkan kerugian negara puluhan triliun rupiah.
“Ini berdasarkan hasil investigasi kami yang melibatkan ahli dan akademisi,” kata Yuliusman, Direktur Eksekutif Daerah Walhi [Wahana Lingkungan Hidup Indonesia] Sumatera Selatan [Sumsel], Kamis [5/9/2024].
Dugaan kerugian tersebut berasal dari produk domestik regional bruto [PDRB] yang tidak dihitung dalam pendapatan regional, pajak [tax loss], kerugiaan lingkungan, dan lainnya.
“Totalnya sekitar Rp49,5 triliun. Dari PDRB sekitar Rp31,9 triliun, tax loss sebesar Rp7,02 triliun, kerugian lingkungan sebesar Rp6,2 triliun, dan biaya non-produksi sebesar Rp4,2 triliun.”
Sebelumnya, dalam keterangan pers yang digelar Walhi Sumsel bertajuk “Kerugian Negara & Biaya Pemulihan Lingkungan Hidup Akibat Aktivitas Illegal Drilling di Kabupaten Musi Banyuasin” di Palembang, Kamis [5/9/2024] siang, Yuliusman menjelaskan, terjadi peningkatan jumlah sumur minyak ilegal di Muba.
Jika 2021 jumlah sumur minyak ilegal tercatat 5.482 unit, pada 2024 menjadi 10.000 sumur. Sumur tersebut umumnya berada di Kecamatan Babat Toman, Bayung Lencir, Sungai Lilin dan Keluang, dengan penyebaran jaringan penyulingan ilegal mencapai 581 tungku pada 2024. Penyulingan terbesar berada di Kecamatan Babat Toman, menyumbang 51% dari total aktivitas.
Baca: Sumur Minyak Ilegal di Muba Meledak, Rusak Lingkungan dan Makan Korban Jiwa
Kerugian lingkungan
Aktivitas illegal drilling di Muba, dinilai Walhi Sumsel memiliki dampak lingkungan sangat merusak.
Satu lokasi paling terdampak adalah Sungai Dawas, yang mengalami pencemaran berat akibat tumpahan minyak dari kegiatan pengeboran.
Kerusakan lingkungan di Sungai Dawas diperkirakan mencapai Rp4,87 triliun, menyumbang 77,6% dari total kerugian lingkungan. Pencemaran ini tidak hanya merusak ekosistem air, tetapi juga berdampak pada produktivitas pertanian dan perikanan, yang merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat lokal.
Hitungan kerugian lingkungan di Sungai Dawas tersebut hampir sama dengan yang disampaikan Irjen A Rachmad Wibowo, Kapolda Sumatera Selatan, dikutip dari detikom, Senin [22/7/2024] lalu. Dia menyebut, nilai kerugian lingkungan hidup itu berdasarkan hitungan ahli dari IPB [Institut Pertanian Bogor], yaitu mencapai Rp4,8 triliun.
Pencemaran di Sungai Dawas ini diketahui setelah terjadinya ledakan dan kebakaran sebuah sumur minyak ilegal, Jumat [27/6/2024]. Akibat peristiwa tersebut, empat orang meninggal dunia dan empat orang terluka bakar.
Terkait penambangan minyak ilegal, Sekretaris Daerah Kabupaten Musi Banyuasin [Sekda Muba] Apriyadi, dalam keterangannya mengatakan bahwa Pemkab Muba akan membentuk satuan tugas pencegahan illegal drilling.
“Berbagai upaya telah dilakukan agar persoalan ini tidak berlarut, sehingga tidak merusak lingkungan dan juga tidak menelan korban jiwa. Mata rantai permasalahannya harus segera diatasi,” jelasnya, Rabu [7/8/2024].
Baca: Setelah Perambahan, Koridor Harimau di Dangku Terancam Illegal Drilling
Deddy Permana, Direktur Eksekutif HaKI [Hutan Kita Institute], menyatakan hampir semua lokasi aktivitas illegal drilling di Kabupaten Muba berada di luar kawasan hutan, seperti di perkebunan sawit atau karet.
Sebab, sebagian besar sumur minyak adalah sumur tua peninggalan pemerintahan Hindia Belanda. Lokasinya, kemudian dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian dan perkebunan.
“Tapi, dikarenakan kegiatannya tidak terkelola baik, jelas berdampak terhadap lingkungan, termasuk terhadap kawasan hutan. Misalnya, dampak pencemaran di sungai, kebakaran, serta perubahan suhu, yang tentunya memberikan dampak buruk bagi hutan, yang berada di sekitarnya.”
Bukan hanya berdampak terhadap tanaman di hutan, menurut Deddy, juga beragam jenis satwa yang hidup di dalamnya.
“Mereka sangat terganggu,” terangnya, Jumat [6/9/2024].
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Walhi Sumsel menyatakan pengeboran minyak bumi secara ilegal, baik yang menggunakan sumur aset negara yang sebelumnya telah dikelola oleh kontraktor kontrak kerja sama [KKKS], maupun pengeboran baru merupakan pelanggaran hukum.
Berdasarkan undang-undang tersebut ada tiga katagori pelanggaran.
Pertama, melakukan survei umum tanpa izin, tidak menjaga kerahasiaan data survei umum. Kedua, melanggar eksplorasi dan atau eksploitasi tanpa kontrak kerja sama, mengelola usaha hilir tanpa izin, mengangkut produk hilir tanpa izin, menyimpan produk BBM tanpa izin, menjual usaha hilir tanpa izin, serta tidak ada standarisasi olahan BBM dan gas murni dari pemerintah.
Ketiga, produk yang dihasilkan merupakan tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Empat upaya pemulihan
Terkait persoalan illegal drilling di Kabupaten Muba, Walhi Sumsel mengeluarkan sejumlah rekomendasi.
Pertama, penguatan kelembagaan. Pemerintah perlu membentuk wadah ekonomi yang mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam mengelola sumber daya minyak secara berkelanjutan.
Kedua, penegakan hukum. Diperlukan pengawasan ketat terhadap pelaku illegal drilling serta penegakan hukum yang lebih efektif, untuk mengurangi kerugian ekonomi dan lingkungan.
Ketiga, diversifikasi ekonomi. Memberikan alternatif ekonomi bagi masyarakat lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap pengeboran ilegal.
Keempat, pemulihan lingkungan. Upaya pemulihan harus segera dilakukan untuk mengatasi dampak jangka panjang illegal drilling, baik terhadap ekosistem maupun kesehatan masyarakat.
Dengan penanganan tepat, Walhi Sumsel berharap aktivitas illegal ini dapat ditangani secara baik, serta ekonomi dan lingkungan di Muba dapat pulih demi kesejahteraan masyarakat setempat.
Baca juga: Sumur Minyak Mentah Terbakar, Lingkungan Rusak dan Korban Jiwa Berjatuhan
Sumur minyak tua dan baru
Seperti diberitakan Mongabay Indonesia sebelumnya, aktivitas penambangan minyak bumi di Muba, bukan hanya terjadi di sumur tua yang merupakan peninggalan Hindia Belanda, juga di sumur-sumur baru.
Dikutip dari artikel “Pemanfaatan Sumur Minyak Tua Sisa Eksploitasi Peninggalan Belanda dalam Hubungannya dengan Perekonomian Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin” yang ditulis Yuswalina dan Adi Candra dari STIER Rahmaniyah Sekayu di Jurnal Muamalah [2017], disebutkan bahwa masyarakat memanfaatkan sumur minyak tua peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda sejak 1980-an.
Jumlah sumur minyak tua tersebut diperkirakan sebanyak 1.120 unit. Sebanyak 580 sumur sudah dikelola masyarakat secara tradisional, sedangkan 540 terlantar [Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Muba, 2008].
Sumur-sumur tersebut tersebar di Desa Sungai Angit [Kecamatan Babat Toman] sebanyak 350 sumur, dan sudah dikelola masyarakat sebanyak 250 sumur. Desa Mangun Jaya [Kecamatan Babat Toman] terdapat 150 sumur, yang saat itu belum dikelola masyarakat.
Kemudian Desa Pajering [Kecamatan Babat] sebanyak 150 sumur, yang sudah dikelola 80 sumur. Desa Suban Burung [Kecamatan Batang Hari Leko] memiliki 300 sumur dan sudah dikelola 200 sumur. Di Bayat Ilir [Bayung Lencir] terdapat 70 sumur dan yang sudah dikelola 50 sumur. Terakhir, di Keluang [Kecamatan Keluang] terdapat 100 sumur yang belum dikelola.