- Analisis butiran kaca yang dibawa oleh misi Chang’e 5 mengungkap bukti aktivitas vulkanik di Bulan yang terjadi sekitar 125 juta tahun yang lalu, jauh lebih baru dari perkiraan sebelumnya.
- Temuan ini bertentangan dengan anggapan lama tentang sejarah geologis Bulan dan menunjukkan bahwa satelit alami Bumi ini memiliki sumber panas internal yang memungkinkan aktivitas vulkanik berlangsung lebih lama.
- Penelitian ini berimplikasi pada pemahaman kita tentang evolusi geologis benda langit lainnya di Tata Surya, membuka kemungkinan adanya potensi geologis tersembunyi di objek-objek yang dianggap tidak aktif.
- Para ilmuwan berharap dapat mengungkap lebih banyak misteri tentang Bulan, termasuk sumber panas internal dan potensi aktivitas vulkanik di masa depan, melalui misi eksplorasi mendatang seperti program Artemis NASA.
Bulan, yang selama ini dipersepsikan sebagai tetangga kosmik kita yang sunyi dan tak bernyawa, ternyata menyimpan sebuah kejutan besar dalam sejarah geologisnya. Penelitian terbaru telah mengungkap fakta mencengangkan bahwa Bulan pernah mengalami aktivitas vulkanik dahsyat bahkan pada zaman ketika dinosaurus masih menjadi makluk yang dominan di Bumi.
Para peneliti Cina telah melaporkan bukti bahwa Bulan aktif secara vulkanik hanya 125 juta tahun yang lalu — sekejap mata secara geologis — sebuah temuan yang berpotensi untuk menulis ulang sejarah bulan. Hasilnya berasal dari analisis sampel bulan yang dikembalikan lebih dari tiga tahun lalu oleh misi Chang’e 5, dan membalikkan asumsi sebelumnya bahwa dunia telah mati secara vulkanik selama satu miliar tahun.
Baca juga: NASA: Kemungkinan Besar, Ada Kehidupan Tersembunyi di Kutub Selatan Bulan
Makalah ini, yang ditulis oleh Bi-Wen Wang dari Institute of Geology and Geophysics at the Chinese Academy of Sciences (Institut Geologi dan Geofisika di Akademi Ilmu Pengetahuan China) di Beijing dan rekan-rekannya, diterbitkan pada 6 September 2024 lalu di jurnal Science.
Temuan revolusioner ini diawali dari analisis mendalam terhadap butiran kaca mikroskopis yang berhasil dibawa oleh misi Chang’e 5 dari Tiongkok, misi bersejarah yang berhasil mengumpulkan sampel langsung dari permukaan bulan ke bumi. Misi Chang’e 5 bulan adalah yang pertama mengembalikan sampel dari bulan sejak program Apollo AS dan misi Luna 24 Uni Soviet pada 1970-an. Pada bulan Juni, China menjadi negara pertama yang mengambil batu dari sisi jauh bulan dengan misi Chang’e-6.
Temuan Butiran Kaca: Bukti Fisik Letusan Vulkanik Purba di Bulan
Dalam penelitian terbaru ini, Wang dan rekan-rekannya dengan cermat memeriksa empat sampel untuk memisahkan sekitar 3.000 butiran kaca berukuran antara 20 hingga 400 mikron (0,02 hingga 0,4 milimeter) yang diambil dari tanah bulan dan sampel inti. Mengidentifikasi dan menangani partikel kaca kecil ini memerlukan bantuan mikroskopis. Analisis sampel dilakukan dengan teknik canggih seperti analisis hamburan balik elektron, menggunakan mikroanalisis probe elektron, dan spektrometri massa ion sekunder.
Tingkat kesulitan dalam mengisolasi dan mengidentifikasi tiga butiran kaca vulkanik dalam koleksi 3.000 butiran yang dihasilkan dari tumbukan diakui dalam sebuah komentar yang ditulis oleh Yuri Amelin dan Qing-Zhu Yin dan diterbitkan dalam edisi yang sama di Science. Mereka mencatat “upaya … yang dilakukan untuk menemukan “jarum” vulkanik di “tumpukan jerami” yang dihasilkan dari tumbukan telah membuahkan hasil”.
Sebagian besar butiran diklasifikasikan sebagai kaca yang dihasilkan dari tumbukan, tercipta oleh panas ekstrem dari tumbukan meteor atau asteroid. Namun, tiga dari butiran tersebut diidentifikasi berasal dari gunung berapi melalui komposisi kimia dan isotop belerangnya. Kaca vulkanik Chang’e 5 juga memiliki susunan unsur yang sangat cocok dengan kaca vulkanik yang ditemukan oleh astronot Apollo.
Baca juga: Dan Akhirnya, Bulan akan Ditambang
Yang lebih signifikan adalah penanggalan uranium-timbal yang menunjukkan bahwa tiga butiran kaca vulkanik tersebut baru berusia 123 juta tahun. Kelimpahan thorium dan unsur tanah jarang yang tinggi menunjukkan bahwa vulkanisme ini terkait dengan unsur-unsur penghasil panas di mantel bulan.
Usia muda kaca vulkanik ini merupakan sebuah kejutan, dan implikasinya bahwa Bulan aktif secara vulkanik hanya 125 juta tahun yang lalu adalah temuan yang xukup mengejutkan, karena 125 juta tahun hanyalah 2,5 persen dari usia Bulan yang 4,6 miliar tahun. Menemukan vulkanisme yang begitu terlambat dalam garis waktu bulan menyiratkan bahwa Bulan telah aktif secara vulkanik selama hampir seluruh keberadaannya. Bisa dikatakan bahwa vulkanisme aktif di Bulan terjadi ketika dinosaurus masih aktif menjelajahi Bumi.
Menguak Sumber Panas Tersembunyi di Bulan
Penemuan ini bertentangan dengan anggapan lama yang menyatakan bahwa aktivitas vulkanik di Bulan telah lama berakhir, milyaran tahun yang lalu. Sebaliknya, penelitian menunjukkan bahwa Bulan memiliki sumber panas internal yang dapat mendukung aktivitas vulkanik lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Namun, makalah tersebut juga menyebutkan bahwa masih “belum jelas” bagaimana bulan bisa tetap aktif secara vulkanik begitu lama. Qian Yuqi, seorang peneliti vulkanisme planet di University of Hong Kong, mengatakan penemuan gunung berapi yang relatif muda tersebut memiliki implikasi “signifikan” bagi evolusi bulan.
“Di mana sumber (vulkanis) mereka?” Qian, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan dalam sebuah email. “Ini dapat mendorong misi baru di masa depan untuk mencari mereka.”
“Penelitian ini dapat membantu kita memahami berapa lama planet-planet kecil dan bulan-bulan di planet lain ( termasuk bulan kita sendiri) dapat tetap aktif secara vulkanik,” kata He Yuyang.
Ini membuka kemungkinan bahwa magmatisme mungkin masih terjadi di bawah permukaan Bulan, memberikan peluang bagi aktivitas geologis di masa depan. Para ilmuwan kini sedang berusaha mengidentifikasi sumber panas misterius ini, yang bisa jadi disebabkan oleh peluruhan unsur radioaktif di inti Bulan, dampak pasang surut dari interaksi dengan Bumi, atau mekanisme lainnya yang belum terjelaskan.
Penelitian lebih lanjut nantinya akan berfokus untuk memahami sumber dan mekanisme yang memungkinkan Bulan mempertahankan panas internalnya. Misi eksplorasi Bulan di masa depan, seperti program Artemis dari NASA yang berambisi mengirim manusia kembali ke Bulan, kemungkinan besar akan memfokuskan eksplorasi di wilayah yang menunjukkan jejak aktivitas vulkanik terbaru. Dengan dukungan teknologi mutakhir, para ilmuwan berharap untuk menggali lebih dalam informasi tentang sejarah geologis dan komposisi mantel Bulan serta mempertimbangkan potensi aktivitas vulkanik di masa depan.