- Anak usaha Sinar Mas, PT Wira Karya Sakti (WKS) mengelola lahan kedua konsesi, PT Pesona Belantara Persada (PBP) dan PT Putra Duta Indah Wood (PDIW). Organisasi masyarakat sipil di Jambi, menilai, pengelolaan gambut di sana makin mengkhawatirkan. Temuan mereka antara lain, gambut fungsi lindung pun ditanami akasia. Dalam artikel sebelumnya, mengulas soal PT PDIW, perusahaan yayasan milik TNI-AD yang dikelola PT WKS.
- Perkumpulan Hijau, organisasi yang fokus pada isu lingkungan di Jambi, menemukan bukti tanaman akasia tanam di gambut fungsi lindung. Hasil analisis lembaga nirlaba ini menunjukkan, lebih 70% konsesi PT PDIW dan PT PBP merupakan gambut dalam dan berada dalam fungsi lindung.
- Feri Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau mendesak, pemerintah segera mengevaluasi menyeluruh, untuk menyelamatkan ekosistem gambut yang makin rapuh. Kalau tidak kebakaran akan terus berulang. Apalagi PT PDIW dan PT PBP itu merupakan habitat harimau Sumatera yang terancam punah dan dilindungi.
- Asmadi Saad, akademisi Universitas Jambi mengingatkan, manusia akan menghadapi ancaman serius saat ekosistem gambut rusak. Ekosistem gambut, katanya, memegang peranan penting dalam siklus hidrologi, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Anak usaha Sinar Mas, PT Wira Karya Sakti (WKS) mengelola lahan kedua konsesi, PT Pesona Belantara Persada (PBP) dan PT Putra Duta Indah Wood (PDIW). Organisasi masyarakat sipil di Jambi, menilai, pengelolaan gambut di sana makin mengkhawatirkan. Temuan mereka antara lain, gambut fungsi lindung pun ditanami akasia.
Sejak 2022, WKS membangun ratusan kanal di lahan gambut untuk tanam akasia. Setiap 125 meter dibuat kanal cacing. Bukaan kanal lebih lebar, 2-3 meter setiap 250 meter dan 500 meter. Panjang kanal 500 meter hingga satu kilometer. Kanal utama yang mereka gunakan untuk transportasi lebar 7-8 meter. Apakah ini pengelolaan gambut yang baik?
Sesuai rencana kerja usaha pemanfaatan hutan 2023-2032, luas areal bubidaya PBP yang akan ditanami akasia mencapai 19.240 hektar. Seluas 2.075 hektar dicadangkan untuk kawasan lindung. Luas budidaya PDIW mencapai 34.730 hektar dan kawasan lindung 4.692 hektar.
Pekerja itu berdalih areal yang mereka tanami bukan gambut fungsi lindung. “Kalau gambut fungsi lindung tidak ada, yang ada puncak kubah gambut,” katanya sembari menunjukkan puncak kubah gambut yang ditanami akasia.
Perkumpulan Hijau, organisasi yang fokus pada isu lingkungan di Jambi, menemukan bukti tanaman akasia tanam di gambut fungsi lindung.
“Gambut fungsi lindung ini seharusnya dipulihkan secara alami, bukan malah dibuat sekat kanal terus ditanami akasia. Nanti kalau akasia sudah lima tahun ditebang untuk industri. Mana ada pemulihan model begitu? kata Feri Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau.
Hasil analisis lembaga nirlaba ini menunjukkan, lebih 70% konsesi PDIW dan PBP merupakan gambut dalam dan berada dalam fungsi lindung.
“Kalau ini—gambut fungsi lindung—digarap, itu justru rawan terbakar dan merusak fungsinya,” kata Feri.
Perkumpulan Hijau juga menemukan 28 titik kanal dengan tinggi muka air tanah (TMAT) melebihi 40 cm. Sesuai Peraturan Menteri LHK No.16/2017 tentang Teknis Pemulihan Ekosistem Gambut, seharusnya tinggi muka air tanah tak boleh lebih 40 cm.
“Dalam catatan kami, ada 18 titik lokasi yang kedalaman TMAT-nya 48 cm sampai 100 cm dari permukaan. Dugaan kami, gambut itu sengaja dikeringkan,” katanya Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi.
Berdasarkan laporan BRG, setidaknya ada 60 perusahaan yang mendapatkan izin HGU dan HPH di atas Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) di Jambi. PBP berada dalam KHG Sungai Batanghari-Sungai Air Hitam Laut.
Feri mendesak, pemerintah segera mengevaluasi menyeluruh, untuk menyelamatkan ekosistem gambut yang makin rapuh. “Ini situasinya mendesak, jadi harus segera dilakukan, kalau tidak kebakaran akan terus berulang. Apalagi PDIW dan PBP itu merupakan habitat harimau Sumatera yang terancam punah dan dilindungi,” katanya.
Asmadi Saad, akademisi Universitas Jambi mengingatkan, manusia akan menghadapi ancaman serius saat ekosistem gambut rusak. Ekosistem gambut, katanya, memegang peranan penting dalam siklus hidrologi, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Kebakaran di lahan gambut akan menurunkan ketebalan gambut 20-30 cm. “Gambut turun itu karena ada proses obsidasi, seperti daun lapuk, lama kelamaan hilang. Kalau itu terjadi, lama-lama akan jadi cekungan. Kalau sudah cekung tentu akan banjir terus.”
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla), katanya, memberikan konsekuensi peningkatan pelepasan karbon ke atmosfer. Dampak buruk yang terjadi peningkatan suhu bumi. Badan Meteorologi Dunia (WMO) mencatat 2023 menjadi tahun terpanas sepanjang pangamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat celsius di atas zaman pra industri.
Kondisi ini tanpa disadari juga terjadi di Jambi. BMKG Jambi mencatat sejak 1983 sampai 2023 terjadi kenaikan suhu rata-rata di Kota Jambi 0,0159 derajat setiap tahun.
“Kalau makin panas akibatnya banyak, tanaman jenis tertentu tidak bisa tumbuh. Kita juga sakit sedikit mati, hewan mati. Orang tidak mikir ke situ. Jambi ini sudah parah, orang-orang yang rakus saja yang tidak sadar itu,” katanya.
Bahkan sekarang banyak perusahaan maupun kelompok melakukan persekongkolan jahat mengacak-acak gambut demi mengeruk untung, tanpa peduli keberlanjutan lingkungan.
“Ada yang kolaborasi, kami jamin izin bisa keluar. Kau urus ini, itu tukang palak namanya, bandar. Istilahnya cukong, saya ini ini you urus nanti uang—hasilnya—bagi dua atau gimana. Itu yang masuk neraka semuanya itu.”
Andri Gunawan, guru besar ilmu hukum Universitas Indonesia mengatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup bisa dijerat pidana. Sesuai PP 57/2017, gambut fungsi lindung dikatakan rusak jika dibuat kanal.
“Harusnya itu bisa dijerat dengan Pasal 98-99 UU Lingkungan Hidup, itu pidana.”
Bisnis Sinar Mas
Mongabay menelusuri kepemilikan PBP yang ternyata terkait dengan perusahaan pemasok kayu pulp Sinar Mas. Dalam dokumen Ditjen AHU Kemenkumham, 99,8% saham PBP dikuasai PT Sumber Hijau Permai, pemegang izin HTI seluas 30.040 hektar di Sumatera Selatan. Sisanya, 0,2% dimiliki PT Bumi Hijau Lestari (BHL).
Dalam peta jejaring perusahaan, BHL merupakan perusahaan induk yang memegang saham mayoritas tiga perusahaan pemasok kayu pulp Sinar Mas di Sumatera Selatan dan Riau. Ia menguasai 99,99% saham PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, 99,93% saham PT Rimba Mandau Lestari dan 92,5% saham PT Sumber Hijau Permai.
Analisis Greenpeace Indonesia menunjukkan, 98,84% saham BHL dimiliki PT Anugerah Bukit Hijau, dan 1,16% dipegang PT Anugerah Hijau Abadi. Lewat data kepemilikan saham yang rumit, Mulyadi Gani diketahui mengantongi 80% saham PT Anugerah Hijau Abadi. Perusahaan ini diketahui turut menguasai 7,5% saham PT Sumber Hijau Permai.
Menurut profil Linkedin, Mulyadi Gani pernah bekerja di Sinarmas Forestry pada 2000 dan 2018. Dia juga tercatat pernah menjadi pemegang saham di PT Anugerah Bukit Hijau, yang sekarang 99,89% saham dikuasai Great Asia Enterprises Limited.
Hartono Alpin, kolega Mulyadi Gani, pernah tercatat sebagai direktur PT Anugerah Bukit Hijau dan Anugerah Hijau Abadi, sekaligus pemilik saham.
Laporan Woods & Wayside International, TuK Indonesia, Publish What You Pay Indonesia dan Transparency Internasional berjudul “Upaya Indonesia dalam meningkatkan transparansi korporasi” yang rilis Januari 2024 menyebut, Mulyadi Gani merupakan pemilik manfaat PT Sumber Hijau Permai, yang menjadi penyuplai jangka panjang Sinar Mas.
Selama ini kebutuhan kayu pulp PT OKI Pulp & Paper Mills, pabrik kertas Sinar Mas di Kecamatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan banyak suplai dari “pemasok independen”. Nantinya, hasil panen akasia dari PDIW dan PBP akan dikirim ke OKI Mills.
Lewat anak usahanya dan “pemasok independen”, Grup Sinar Mas menguasai 479.000 hektar lebih lahan di Jambi. Luasnya setara enam kali Singapura.
Ada sembilan perusahaan yang diketahui terafiliasi dengan Grup Sinar Mas, lima pemegang izin HTI: PT Wira Karya Sakti, PT Rimba Hutani Mas dan PT Tebo Multi Agro, PT Pesona Belantara Persada dan PT Putra Duta Indah Wood.
Sementara di sektor perkebunan sawit, Sinar Mas melaui anak usahanya SMART memiliki empat perusahaan sawit di Jambi: PT Satya Kisma Usaha, PT Bahana Karya Semesta, PT Kresna Duta Agroindo dan PT Primatama Kreasi Mas, dengan luas konsesi 78.096 hektar.
PT Wanakasita Nusantara, pemilik izin HTI seluas 8.783,62 hektar di Sarolangun dan Batanghari, sebelumnya jadi pemasok pihak ketiga, disebut tidak lagi terkait dengan Grup Sinar Mas. APP menemukan salah satu pemegang saham Wanakasita Nusantara juga memiliki saham di PT Agronusa Alam Sejahtera (ASS) yang terlibat dalam alih fungsi hutan.
Belakangan, masyarakat sipil curiga PT Agronusa Alam Sejahtera, pemegang izin HTI seluas 22.525 hektar di Sarolangun dan Batanghari itu sudah dikuasai Sinar Mas. Kecurigaan ini dibantah Taufik, humas WKS.
“Dulu mereka mau jual kayunya ke kita, tetapi hitungannya nggak masuk. Biaya amprahnya gede. Kecuali ke Sumsel lewat ALN—Alam Lestari Nusantara, milik PTPN IV—tapi ALN nggak oke.”
Di Jambi hanya PT Lontar Papyrus Pulp & Paper, PT Wirakarya Sakti yang diakui Sinar Mas Group berada di bawah kendalinya. Pemilik manfaat kedua perusahaan ini dilaporkan sebagai Oei Tjie Goan, yang dikenal sebagai Teguh Ganda Widjaja, pimpinan grup dan patriark keluarga Wijaya.
Laporan TuK Indonesia bersama tiga lembaga koalisinya menyebut, hasil investigasi media dan masyarakat sipil menemukan, 24 perusahaan “pemasok independen” Sinar Mas, pernah dimiliki atau oleh individu yang saat ini atau pernah menjadi staf Sinar Mas dan afiliasinya, termasuk Asia Pulp & Paper dan Sinar Mas Forestry. Ini menunjukkan, mereka mungkin adalah pemegang saham titipan.
Sinar Mas diduga sengaja mengaburkan pemilik manfaat sebenarnya melalui struktur kepemilikan perusahaan yang rumit.
Abdul Haris, Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK Indonesia menduga, itu dilakukan untuk menjaga nama baik Sinar Mas yang selama ini mengklaim menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab di seluruh operasi global dan rantai pasok mereka. Bekerja secara harmonis dengan masyarakat setempat, melindungi hutan, lahan gambut dan keanekaragaman hayati.
Menurut Aris, perusahaan “bayangan” berpotensi disalahgunakan dan dapat merugikan negara. “Aliran keuangan korporat akan sulit diketahui, sehingga rawan kasus pencucian uang.”
Pemulihan salah kaprah
Ahmad Bestari, Kepala Dinas Kehutanan Jambi, mengatakan, PBP dan PDIW sedang pemulihan lingkungan pascakebakaran 2019, sesuai sanksi KLHK.
Dia tahu, WKS yang menggarap dua konsesi perusaahaan itu menanam akasia. Menurut dia, pengelolaan lahan gambut oleh anak usaha Sinar Mas itu masih sesuai koridor.
“Apa yang dikerjakan sekarang itu sudah memenuhi kaedah pemulihan lingkungan. Makanya mereka kerjanya terbatas, tata kelola air terus dijaga, nah menanam—akasia—itu dalam rangka itu tadi (pemulihan).”
Menurut Bestari, dalam upaya pemulihan lingkungan lahan bekas terbakar tidak bisa hanya dibiarkan suksesi alami, tetap harus tergarap.
“Di luar monopoli izin Sinarmas dan ada TNI di situ, saya mendukung itu—PDIW dan PBP—digarap. Sekarang terbukti saat dimana-mana kebakaran, konsesi itu tidak terbakar.”
Asmadi Saad punya pandangan berbeda. Upaya pemulihan lahan gambut semestinya ditanami tanaman endemik, bukan akasia.
“Yang namanya revegetasi itu adalah tanaman hutan endemik di situ, akasia itu dari mana? Itu saja sudah salah. Nggak cocok. Monokultur itu—akasia—invasif.”
Menurut Pedoman Teknis Pemulihan Ekosistem Gambut KLHK, jenis pohon yang cocok ditanam untuk rehabilitasi vegetasi lahan gambut yang terdegradasi akibat karhutla antara lain Jelutung rawa, perepat, perupuk, rengas manuk, pulai rawa, ramin, meranti rawa, terentang, punak, kempas hingga belangeran.
Sedangkan Taufik Qurochman, humas WKS mengatakan, yang dikerjakan WKS di konsesi PBP dan PDIW berdasarkan dokumen pemulihan yang disahkan KLHK. Termasuk pembagian wilayah budidaya dan fungsi lindung.
“Kalau kami itu tergantung RKT (rencana kerja tahunan), sepanjang RKT, RKU (rencana kerja usaha) dan dokumen pemulihan itu disahkan, kami jalan. Kalau kata kementerian areal ini tidak boleh ditanam, kita tidak akan tanam.”
Dia juga membantah ada kubah gambut yang ditanami akasia. “Kalau menurut saya itu nggak mungkin. Karena yang kita gunakan sebagai pedoman final itu dokumen pemulihan,” kata Taufik.
Menurut dia, penentuan kubah gambut berdasarkan citra lansat bisa keliru, karena kondisi di lapangan bisa jauh berbeda. Jadi, data kubah gambut BRG bisa berbeda dengan dokumen pemulihan yang KLHK keluarkan.
“Kerepotan kami di bidang kehutanan itu tidak ada data yang pasti. Dari awal penentuan data by dekstop, citra landsat maupun lidar, begitu dicek di lapangan ternyata bukan.”
Namun, Taufik mengakui ada areal yang sebelumnya wilayah budidaya berubah menjadi fungsi lindung. Areal lindung yang terlanjur ditanami akasia tidak akan ditebang, dan dibiarkan suksesi alami.
Terkait temuan tinggi muka air tanah yang melebihi aturan, Taufik mengaku meminta batas toleransi ke KLHK agar bisa lebih 40 centimeter (cm).
“Kalau 40 cm tidak ada tanaman yang hidup. Maksimal batas kita 60 cm. Ketika 60 cm tanaman aman. Setelah tumbuh, tanaman hidup baru kita naikin jadi 40 cm, itu batas toleransi yang kita minta ke kementerian. Itu disetujui dalam dokumen lingkungan. Kalau dipaksakan 40 cm semua, itu mati.”
Taufik mengaku, WKS memiliki sistem peringkat bahaya kebakaran dalam pengelolaan lahan gambut. Ketika hari tanpa hujan menurunkan level air, sekat kanal dan spill way akan ditutup.
“Ketika itu—penurunan TMT— parah, kita akan cari solusi bagaimana gambut itu harus basah. Kita bisa intake dari Sungai Batanghari atau manapun. Kebetulan di PDIW itu ada air pasang surut, ketika air pasang itu mengalir sampai Sungai Kumpeh, jadi kita cukup mainkan di spill way canal bloking. Kita paksa itu.”
Menurut dia, teknik itu terbukti berhasil. “Alhamdulillah, 2023 di mana-mana kebakar, PDIW dan Pesona tidak terbakar.”
WKS, kata Taufik, berkomitmen memulihkan areal bekas terbakar di konsesi PBP dan PDIW secara alami. Tetapi dia tidak bisa menyebutkan berapa luas wilayah yang akan dipulihkan alami dan direhabilitasi.
Seorang pekerja yang Mongabay temuai mengaku sudah restorasi di kawasan lindung gambut seluas 20 hektar di konsesi PBP dan PDIW. Ada 2.000 bibit pohon ditanam untuk pemulihan. Ada bibit jelutung rawa, pulai, durian, rengas, balam dan blangeran.
Mongabay menghubungi Sigit Reliantoro, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK untuk konfirmasi mengenai pengelolaan lahan kedua perusahaan itu termasuk soal batas TMAT yang Taufik klaim mendapat persetujuan KLHK.
“Di kontak saja Pak Askary” jawabnya, via pesan WhatsApp, 6 September 2024.
Pada 9 September 2024, Mongabay berupaya menghubungi Askary, Kasubdit Pengelolaan Gambut Dirjen PPKL, KLHK, tetapi tidak ada jawaban. (Selesai)
*Infografis: Niko Wicaksana
********
*Liputan ini, bagian dari program Data Journalism Forest Bootcamp 2024 yang didukung Indonesia Data Journalism Network (IDJN).
Ada Sinar Mas dan Yayasan TNI Penyumbang Asap Karhutla Jambi? [1]