- Pemerintah berencana mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon I. Dari kajian koalisi masyarakat sipil menyebut, masyarakat sekitar belum banyak mengetahui soal rencana pensiun dini PLTU ini. Padahal, mereka merupakan kelompok paling terdampak operasi dan penghentian pembangkit listrik ini.
- Kehadiran PLTU Cirebon I, tidak hanya berdampak alih fungsi ruang ekonomi dan menurunkan pendapatan masyarakat, juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Karena itu, transisi energi berkeadilan seharusnya ikut memulihkan wilayah-wilayah tercemar karena operasi PLTU. Juga, memulihkan kesehatan masyarakat terdampak.
- Walaupun masyarakat sekitar tidak punya cukup informasi, tetapi mereka berharap ada pemulihan lingkungan, sosial dan ekonomi dari agenda pensiun dini PLTU Cirebon I.
- Untuk pekerja mereka katakan sudah mengetahui informasi pension PLTU. Namun, koalisi menemukan beberapa hal, seperti belum terpenuhinya sejumlah hak pekerja antara lain, perpanjangan kontrak terus-menerus, minim jaminan bagi pekerja outsourcing (alih daya), serta ketiadaan serikat pekerja.
Pemerintah berencana mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon I. Dari kajian koalisi masyarakat sipil menyebut,
masyarakat sekitar belum banyak mengetahui soal rencana pensiun dini PLTU ini. Padahal, mereka merupakan kelompok paling terdampak operasi dan penghentian pembangkit listrik ini.
PLTU Cirebon I dan Pelabuhan Ratu, masuk target pensiun 2035/2036, lewat skema Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP) dan mekanisme transisi energi (ETM). Seturut dokumen rencana Investasiidan kebijakan komprehensif (CIPP), anggran biaya pensiun dini kedua PLTU itu US$1,1 miliar, setara Rp16,5 triliun (kurs Rp15.000).
Rendahnya informasi masyarakat dan pekerja, menimbulkan keraguan tentang target transisi energi berkeadilan.
Hasil penelitian Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), LBH Bandung dan Salam Institute, berjudul “Transisi Energi Berkeadilan di Jawa Barat” menyebutkan, masyarakat tak memahami wacana pemensiunan PLTU Cirebon I serta dampak yang ditimbulkan.
Dengan metode penelitian kualitatif, mereka coba mendeskripsikan dampak pensiun dini PLTU Cirebon I pada masyarakat sekitar dan tenaga kerja (formal maupun non formal) di PLTU itu.
Siti Latifah, peneliti Salam Institute menjelaskan, pada Februari 2024 berlangsung sosialisasi di balai vokasi PLTU Desa Waruduwur. Namun, katanya, kegiatan itu hanya dihadiri orang pilihan kepala desa dan mereka kesulitan mengerti karena penyampaian dalam bahasa Inggris.
“Dampaknya, banyak warga tak mengetahui berita pensiun dini (PLTU Cirebon I),” katanya, Agustus lalu.
Baginya, pengetahuan dan partisipasi masyarakat seharusnya jadi syarat utama mencapai transisi energi berkeadilan. Sejak awal, PLTU Cirebon I disebut menyebabkan hilangnya lahan pertanian dan tambak.
Perubahan fungsi ruang itu kemudian berdampak menurunkan pendapatan nelayan kerang ijo dan petani garam. Padahal, menurut Siti, sebelum PLTU Cirebon I datang, nelayan kerang ijo masih bisa kumpulkan Rp60 juta per tahun. Petani garam dapat menghasilkan Rp16 juta tiap musim.
“Dengan lingkungan rusak, yang pertama kali mereka rasakan adalah penurunan pendapatan. Itu sangat mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat,” katanya.
Syaharani, Plt. Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan dan Keadilan Iklim ICEL mengatakan, meski masyarakat sekitar tidak punya cukup informasi, tetapi mereka berharap ada pemulihan lingkungan, sosial dan ekonomi dari agenda pensiun dini PLTU Cirebon I.
Kehadiran PLTU Cirebon I, katanya, tidak hanya berdampak alih fungsi ruang ekonomi dan menurunkan pendapatan masyarakat, juga menyebabkan pencemaran lingkungan. Karena itu, transisi energi berkeadilan seharusnya ikut memulihkan wilayah-wilayah tercemar karena operasi PLTU. Juga, memulihkan kesehatan masyarakat terdampak.
“Harusnya dengan kondisi lingkungan membaik, pekerjaan tradisional itu bisa kembali. Kalau lingkungan tidak dipulihkan dulu, butuh waktu lama,” ujar Syaharini.
“Untuk masyarakat bisa meningkatkan ekonominya, perlu didahului pemulihan lingkungan dan sosial.”
Dalam aspek ekonomi, katanya, prorgam pensiun dini PLTU Cirebon I hendaknya dapat mengembalikan tambak dan lahan pertanian yang dulu Masyarakat garap. Hingga saat ini, masyarakat masih ingin lanjut bekerja sektor pertanian, perikanan dan pariwisata.
Bagi Syaharini, efek positif dari pensiun dini PLTU Cirebon I dan cita-cita transisi energi berkeadilan, baru bisa terwujud kalau diiringi pemulihan sosial, ekonomi dan lingkungan. Juga, memungkinkan masyarakat mengelola sumber-sumber energi secara mandiri.
“Idealnya, setelah pensiun dini, masyarakat dapat akses kelola, bukan cuma lahan juga sumber energi mereka. Bisa kembangkan energi sendiri, yang sesuai kebutuhan mereka,” katanya.
Koalisi masyarakat sipil pun merekomendasikan beberapa poin agar pensiun dini PLTU Cirebon I memenuhi keadilan bagi masyarakat dan lingkungan.
- Negara, PLTU dan Bank Pembangunan Asia (ADB) selaku pendana wajib memastikan bahwa masyarakat lokal terdampak dapat memahami komperhensif hal-hal apa saja yang akan mereka hadapi dalam kaitan dengan pensiun dini PLTU.
- Menjamin terbukanya akses informasi untuk mendorong pelibatan masyarakat lokal dengan partisipasi bermakna dalam hal pemensiunan dini PLTU.
- Membentuk suatu produk hukum, khusus mengatur hak-hak masyarakat lokal terdampak, termasuk pengawasan serta konsekuensi hukumnya dalam konteks pemensiunan dini PLTU.
- Kajian dampak lingkungan dan sosial kembali agar relevan dengan kondisi saat ini.
Bagaimana dengan pekerja?
Sementara pada tataran pekerja, yang koalisi temui sudah mengetahui informasi pensiun dini PLTU melalui sosialisasi PT Cirebon Electric Power (CEP) dan ADB, akhir 2023. Namun, koalisi menemukan beberapa hal, seperti belum terpenuhinya sejumlah hak pekerja antara lain, perpanjangan kontrak terus-menerus, minim jaminan bagi pekerja outsourcing (alih daya), serta ketiadaan serikat pekerja.
Maulida Zahra, Pengacara Publik LBH Bandung menjelaskan, transisi energi berdampak pada status pekerjaan dan kesempatan bekerja. Karena itu, pemenuhan hak tenaga kerja terdampak dan pemenuhan hak pekerja atas pekerjaan yang layak menjadi prasyarat dari terwujudnya keadilan dalam transisi energi.
Pensiun dini PLTU Cirebon I, katanya, akan meningkatkan pengangguran kalau taka memperhatikan serius hak pekerja.
Dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, hak-hak normatif (hak dasar) pekerja meliputi, hak finansial, hak politis, hak sosial dan hak medis.
“Sayangnya, temuan kami, di PLTU Cirebon I tidak ada serikat pekerja. Itu akan berpengaruh dalam proses transisi,” katanya.
Maluida mendorong, pemerintah membuat kebijakan khusus pensiun dini PLTU. Misal, memperkuat kapasitas pekerja untuk memperoleh manfaat dalam proses transisi, termasuk kebutuhan untuk keahlian.
Selain itu, pemerintah harus memperkuat jaminan kecelakaan kerja, khusus ketika pekerja korban menjadi disabilitas baru. Langkah ini, katanya, meliputi ratifikasi Konvensi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) internasional.
Kemudian, memperjelas status pekerja dengan menghapus skema outsourcing. “Mau tidak mau dalam transisi energi, pekerja outsourcing ini yang paling terkena dampak.”
Dalam kajian itu, koalisi mengajukan sejumlah rekomendasi terkait pensiun dini PLTU Cirebon I pada aspek ketenagakerjaan.
- Negara wajib menjamin dan tegas dalam urusan pemenuhan hak-hak normatif pekerja PLTU dipenuhi sesuai standar dan aturan berlaku. Salah satunya, melalui revisi UU Cipta Kerja karena dalam UU ini banyak hak pekerja terampas.
- Memperkuat pengawasan terhadap ketaatan regulasi ketenagakerjaan
- Menjamin pelibatan pekerja dan serikat pekerja dalam transisi energi melalui lembaga tripartit untuk mendorong rencana dan kebijakan transisi PLTU Cirebon 1 yang representatif dan melindungi kepentingan pekerja.
- Membuat strategi konkret untuk reskilling dan back to work bagi pekerja terdampak.
- Menjamin kebebasan berserikat bagi pekerja PLTU sebagai perwujudan pemenuhan hak pekerja.
- Menjadikan skema just transition sebagai momentum menyamaratakan status pekerja, khususnya PKWT/ pekerja outsourcing agar tercipta transisi energi berkeadilan yang benar-benar adil bagi seluruh aspek terdampak.
********
Niat Pemerintah Suntik Mati PLTU Suralaya Dinilai Tak Serius