- Pegiat lingkungan ECOTON meminta Pemerintah Jawa Timur serius mengawasi aktivitas industri di sepanjang Sungai Brantas, yang diduga membuang limbah tanpa diolah. Temuan ECOTON 2024 menunjukkan, ada 10 industri yang berkontribusi terhadap pencemaran Sungai Brantas.
- Sekitar 90% ikan di Sungai Bratas, terkontaminasi mikroplastik yang berasal dari limbah cair pabrik kertas, pabrik daur ulang plastik, serta limbah domestik dan sampah plastik.
- Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] menunjukkan, sekitar 60% sungai di Indonesai mengalami pencemaran berat akibat limbah industri dan domestik yang berdampak pada kualitas air dan kesehatan ikan.
- Mahkamah Agung memerintahkan Gubernur Jawa Timur memasang CCTV dan alat pemantau kualitas air/real time di setiap outlet pembuangan limbah cair di sepanjang Sungai Brantas. Gubernur Jawa Timur juga wajib melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair melebihi baku mutu, berdasarkan PP 82/2001.
Pegiat lingkungan Ecoton meminta Pemerintah Jawa Timur serius mengawasi aktivitas industri di sepanjang Sungai Brantas, yang diduga membuang limbah tanpa diolah, Jumat [13/9/2024].
“Indonesia menjadi negara tercepat kedua di dunia setelah Filipina, untuk laju kepunahan ikan. Kejadian 2 September 2024 di Wonokromo, Surabaya, yaitu temuan ikan mabuk di Brantas menjadi bukti buruknya kondisi sungai,” kata Alaika Rahmatullah, dari Ecoton.
Temuan ECOTON 2024 menunjukkan, ada 10 industri yang berkontribusi terhadap pencemaran Sungai Brantas.
“Pada Rabu [11/9/2024], kami menemukan kandungan besi [Fe] sebesar 88,25 ppm dan TDS mencapai 28.500 ppm yang mengalir ke Kali Surabaya, anak Sungai Brantas. Air yang dikonsumsi dengan kadar Fe tinggi, bisa mengakibatkan kerusakan hati atau jantung manusia. Ecoton pada 2023 mencatat, terdapat 7 jenis ikan lokal di Kali Surabaya yang populasinya menurun drastis dalam 10 tahun terakhir.”
Laporan International Union for Conservation of Nature [IUCN] 2023, menyebutkan sekitar 35% spesies ikan air tawar di Indonesia terancam punah, disebabkan air sungai tercemar berat. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] menunjukkan, sekitar 60% sungai di Indonesai mengalami pencemaran berat akibat limbah industri dan domestik yang berdampak pada kualitas air dan kesehatan ikan.
Berdasarkan penelitian, sekitar 90% ikan di Sungai Bratas, terkontaminasi mikroplastik.
“Ini berasal dari limbah cair pabrik kertas, pabrik daur ulang plastik, serta limbah domestik dan sampah plastik. Padahal, Sungai Brantas digunakan sebagai bahan baku air PDAM,” ujar Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium Ecoton.
Baca: Mahkamah Agung Tolak Kasasi, Pemprov Jatim dan PUPR Harus Pulihkan Kali Brantas
Pantau Sungai Brantas
Ecoton bersama Komunitas Ronda Sungai telah melakukan aksi Ngintir Kali, atau berenang mengikuti arus sungai, yang dilakukan Senin dan Selasa (9-10 September 2024). Aksi diawali dari pintu air Mlirip di Kabupaten Mojokerto hingga pintu air Gunungsari di Surabaya,
“Ini menjadi gerakan mencintai Sungai Brantas. Kami tidak ingin sungai rusak akibat limbah dan sampah plastik,” ucap Alaika.
Ngintir Kali sekitar 40 kilometer ini sekaligus mengaudit merek sampah plastik, mikroplastik, bangunan liar di bantaran sungai, serta kesehatan dan kelayakan sungai bila digunakan untuk mandi.
“Kulit kami gatal-gatal saat merasakan air di wilayah Driyorejo, dibandingkan Wringinanom. Kemungkinan, karena banyaknya limbah pabrik dan domestik di sungai,” ungkap Zulfikar, peserta Ronda Sungai.
Dari kegiatan tersebut, terdata sebanyak 17 timbulan sampah plastik berserakan di bantaran sungai. Sebanyak 368 bangunan liar berupa rumah, tempat usaha, warung, gudang, dan bangunan permanen, berdiri di bantaran sungai yang tentunya melanggar peraturan.
“Di wilayah Driyorejo, dasar sungainya berlumpur hitam dan berbau. Ini berbeda dengan wilayah Wringinanom yang dasar sungainya tanah keras,” ujar Zulfikar.
Baca: Kasus Ikan Mati Massal di Kali Brantas, Hakim: KLHK, PUPR, dan Gubernur Jawa Timur Bersalah
Pemerintah wajib lakukan pemulihan
Mahkamah Agung pada 30 April 2024 melalui putusan Nomor 1990K/PDT/2024, mewajibkan Pemprov Jawa Timur dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat [PUPR], melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang dikuatkan Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 117/PDT/2023/PT/SBY, setelah kasasi atas kasus ikan mati yang diajukan Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR ditolak.
Mahkamah Agung memerintahkan Gubernur Jawa Timur memasang CCTV dan alat pemantau kualitas air/real time di setiap outlet pembuangan limbah cair di sepanjang Sungai Brantas. Gubernur Jawa Timur juga wajib melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair melebihi baku mutu, berdasarkan PP 82/2001.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga diharuskan membentuk tim Satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jawa Timur.
Kepala Bidang Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Provinsi Jawa Timur, Ainul Huri, mengatakan akan mengajak tim Ecoton untuk patroli bersama di Sungai Brantas. Menurut dia, kurangnya anggaran menjadi kendala penanganan pencemaran sungai.
“Mari kita bersama, melakukan kontrol terhadap industri yang membuang limbah,” terangnya, Jumat [13/9/2024].
Baca juga: Sensus BRUIN 2023, Sampah Plastik Persoalan Utama di Indonesia
Sebelumnya, Pejabat Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono, menegaskan komitmen pemerintah provinsi mengatasi masalah lingkungan. Termasuk, pencemaran di Sungai Brantas.
Bersama sejumlah instansi, pihaknya telah melakukan upaya normalisasi sungai, dengan membersihkan sampah maupun eceng gondok. Tujuannya, agar sungai lebih bersih dan memudahkan penanganan saat banjir.
“Di sekitar bantaran sungai, banyak berdiri bangunan sehingga alat berat yang dioperasikan terbatas sekali,” ujarnya, awal Agustus.
Terkait putusan Mahkamah Agung, Adhy berjanji akan melaksanakan sesuai kemampuan anggaran Provinsi Jawa Timur.
“Kami akan mengikuti putusan tersebut,” tandasnya.
Hari Sungai Nasional: Kita Bangga Punya Banyak Sungai, tapi Tidak Merawatnya