- Kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK], merekam satu individu anak badak jawa [Rhinoceros sondaicus] betina, pada 7 Mei 2024. Ia diberi nama Iris [ID.094.2024] dan usianya diperkirakan lima bulan.
- Populasi badak jawa di TNUK berjumlah 82 individu. Namun, laporan Auriga [2023], mencatat ada 15 badak jawa yang tidak terekam kamera deteksi sejak 2021. Auriga menemukan bahwa individu yang “hilang” ini tetap dihitung oleh KLHK dalam data populasi terkini.
- Penting juga memikirkan habitat kedua bagi badak jawa yang saat ini hanya berada di TNUK. Aktivitas perburuan, predator [ajag/anjing hutan], penyakit, inbreeding, serta bencana alam, sangat berpeluang mengancam kelestarian badak jawa di Ujung Kulon.
- Pemerintah harus maksimal mengerahkan seluruh sumber daya untuk konservasi badak jawa dan habitatnya.
Kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK], merekam satu individu anak badak jawa betina, pada 7 Mei 2024.
Ia diberi nama Iris [ID.094.2024] oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Usianya saat ini diperkirakan lima bulan. Ibunya adalah Putri [ID.040.2012], yang untuk pertama kali terlihat membawa anak badak.
“Artinya, Putri diindikasikan baru partama kali melahirkan,” ungkap Siti Nurbaya, dikutip dari siaran pers situs resmi PPID Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Kamis [12/9/2024].
Sebelumnya, pada tahun 2022 dan 2023, dua individu baru anak badak Jawa juga terekam kamera jebak di TNUK. Keduanya merupakan betina yang diberi identitas ID.091.2022 dan ID.092.2023.
“Kita tidak boleh terlena dengan kelahiran anak ini. Aktivitas perburuan, predator [ajag/anjing hutan], penyakit, inbreeding, serta bencana alam yang berpeluang mengancam kelestarian badak jawa di habitatnya,” ujar Ardi Andono, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, dikutip dari sumber yang sama.
Baca: Perdagangan Delapan Cula Badak Digagalkan di Palembang, Terkait Jaringan Sunendi?
Populasi badak di ujung tanduk
Peneliti satwa Yayasan Auriga Nusantara, Riszki Is Hardiyanto mengatakan, berbicara populasi badak jawa [Rhinoceros sondaicus] dan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis], keduanya berada di ujung tanduk. Namun, badak di sumatera lebih mengkhawatirkan. Misalnya, seperti di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], badak terakhir terekam kamera jebak pada 2014.
“Kalau badak jawa itu kita tahu jumlahnya, kita tahu sex rasionya berapa, dan tersebar di mana saja. Tetapi badak sumatera, jumlah populasinya masih perdebatan,” terangnya, awal September 2024.
Menurut laporan Auriga [2023], populasi badak sumatera di Kalimantan hanya tersisa dua individu, yaitu Pari yang hidup di alam liar dan Pahu yang kini berada di Borneo Rhino Sanctuary. Sementara di Sumatera, populasi spesies ini diperkirakan tidak lebih dari 60 individu.
Sedangkan badak jawa, dikutip dari tempo.co pada April 2024 lalu, populasinya di TNUK berjumlah 82 individu. Namun, laporan Auriga [2023], mencatat adanya 15 badak jawa yang tidak terekam kamera deteksi sejak 2021.
Auriga menemukan bahwa individu yang “hilang” ini tetap dihitung oleh KLHK dalam data populasi terkini. “Menjadi pertanyaan penting, bagaimana angka-angka yang diumumkan tersebut dihasilkan,” tulis laporan tersebut.
Selain itu, penting untuk memikirkan habitat kedua bagi badak jawa yang saat ini hanya berada di TNUK.
“Yang terdekat, misalnya ada ancaman megathrust dan Ujung Kulon bisa terdampak. Itu tentu berbahaya. Belum lagi, kondisi TNUK yang memiliki banyak ancaman, seperti penyakit, perburuan, secara perbandingan jantan dan betina,” kata Riszki.
Baca: 26 Badak Jawa Mati Diburu, Pengamanan Ujung Kulon Lemah?
Maksimalkan pengamanan kawasan
Akhir 2023 dan pertengahan 2024, Gakkum KLHK bersama Polda Banten membongkar sindikat perburuan cula badak jawa di TNUK. Dalam kasus ini, sebanyak 26 individu badak jawa mati diburu di wilayah TNUK, rentang 2019-2023.
Dikutip dari antaranews, KLHK mengatakan akan berkoordinasi dengan Polda Banten, untuk memverifikasi jumlah badak jawa di TNUK yang menjadi korban perburuan liar, beserta jangka waktu kematiannya.
“Kita masih harus pastikan dan kita punya catatan berapa badak yang mati,” kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE] KLHK, Satyawan Pudyatmoko.
Terbaru, Gakkum KLHK bersama Kepolisian Daerah Sumatera Selatan juga berhasil mengungkap perdagangan delapan cula badak senilai Rp245 miliar di Palembang, Sumatera Selatan. Kasus ini diduga melibatkan jaringan internasional, dikarenakan empat cula badak berasal dari luar negeri, sedangkan empat lainnya dari Indonesia.
“Perburuan badak masih menjadi ancaman, kami terus mengidentifikasi jaringannya di Pulau Jawa dan Sumatera,” terang Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum [Gakkum] KLHK, dalam keterangan tertulis, Selasa [27/8/2024].
Baca juga: Jalan Panjang Konservasi Badak Jawa di Ujung Kulon
Menurut Riszki, pengungkapan kasus di Palembang menjadi kabar baik sekaligus mengkhawatirkan.
“Mengkhawatirkan, karena dilihat dari barang buktinya, itu kemungkinan adalah badak jantan dewasa yang punya peran penting dalam perkembangbiakan di alam liar.”
Selain itu, diketahui juga ada cula badak yang berasal dari luar negeri.
“Ini mempertegas, kemungkinan Indonesia sudah masuk dalam sindikasi perdagangan satwa liar global.”
Jika dilihat polanya, kemugkinan besar jaringan pemburu badak di Palembang dan Ujung Kulon merupakan satu kesatuan. Namun, ini belum bisa dipastikan.
“Dari penelusuran lapangan, kecil kemungkinan para pemburu di Ujung Kulon berasal dari orang lokal. Bisa jadi, pemburu badak di Sumatera yang berpengalaman. Perburuan di Ujung Kulon juga mungkin terjadi, karena badak di Sumatera mulai sedikit dan lokasinya tersebar.”
Penanganan jual beli satwa ilegal di berbagai platform sosial media, semestinya dilakukan pemerintah dengan cara lebih efektif. Namun, yang terpenting adalah memaksimalkan pengamanan kawasan.
“Seluruh keanekaragaman hayati Indonesia harus diperlakukan sebagai aset penting negara. Pemerintah harus maksimal mengerahkan seluruh sumber daya untuk konservasi badak jawa dan habitatnya,” tegasnya.
Willy Divonis Bebas Kasus Perdagangan Cula Badak Jawa, Jaksa Ajukan Kasasi