- Penelitian terbaru mengungkap kemungkinan Bumi pernah memiliki cincin seperti Saturnus sekitar 466 juta tahun lalu, akibat hancurnya asteroid besar.
- Cincin ini diduga menyebabkan pendinginan global drastis, berdampak pada iklim dan evolusi kehidupan di Bumi.
- Puing-puing cincin meninggalkan jejak geologis, seperti kawah terkonsentrasi di dekat khatulistiwa dan endapan meteorit di berbagai lokasi.
Sekitar 466 juta tahun yang lalu, Bumi mungkin memiliki cincin yang mirip dengan Saturnus. Temuan mencengangkan ini terungkap dalam penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Earth and Planetary Science Letters. Cincin tersebut diduga terbentuk ketika sebuah asteroid raksasa, diperkirakan berukuran sekitar 12,5 kilometer, nyaris menabrak planet kita. Saat asteroid ini melewati batas Roche Bumi (jarak terdekat suatu benda langit dapat mengorbit Bumi tanpa hancur oleh gaya pasang surut Bumi), gaya gravitasi Bumi yang sangat kuat menghancurkannya, menciptakan cincin puing yang mengitari planet kita.
Profesor Andy Tomkins dari Monash University menjelaskan, “Selama jutaan tahun, material dari cincin ini secara bertahap jatuh ke Bumi, menyebabkan lonjakan dampak meteorit yang terlihat dalam catatan geologi.” Material cincin ini jatuh ke bumi secara bertahap, mengakibatkan dampak meteorit yang terlihat dalam geologi, terutama pada periode antara 488 juta hingga 443 juta tahun yang lalu.
Cincin Bumi dan Pendinginan Global: Zaman Es Hirnantian
Salah satu implikasi menarik dari sistem cincin purba ini adalah pengaruhnya terhadap iklim Bumi. Para peneliti berspekulasi bahwa cincin ini mungkin menghalangi sebagian sinar matahari, menyebabkan peristiwa pendinginan global yang dikenal sebagai “Zaman Es Hirnantian.” Periode ini merupakan salah satu zaman es terdingin dalam 500 juta tahun terakhir, di mana suhu global turun drastis dan es meluas hingga ke daerah tropis. Profesor Tomkins menambahkan, “Gagasan bahwa sistem cincin dapat memengaruhi suhu global menambah kompleksitas baru pada pemahaman kita tentang bagaimana peristiwa ekstraterestrial dapat membentuk iklim bumi.”
Baca juga: Benda dari Ujung Tata Surya yang Mengubah Planet Bumi
Hal ini penting karena cincin Bumi dapat menciptakan bayangan di permukaan planet, menurunkan suhu global dan memengaruhi iklim. Penurunan suhu ini dapat berdampak besar pada perkembangan kehidupan di Bumi pada saat itu, menyebabkan kepunahan massal dan perubahan evolusioner yang signifikan.
Lokasi Jatuhnya Puing Cincin: Misteri Kawah Khatulistiwa
Dalam studi tersebut, tim peneliti menggunakan rekonstruksi tektonik lempeng untuk periode Ordovisium. Mereka mencatat adanya pola aneh dari 21 situs kawah yang tercipta oleh puing-puing yang jatuh dari asteroid besar, semuanya terletak dalam jarak 30 derajat dari khatulistiwa. Biasanya, asteroid menghantam Bumi secara acak di berbagai lokasi, namun dalam hal ini, semua kawah berada dekat dengan garis khatulistiwa, sebuah pola yang sulit dijelaskan dengan teori konvensional.
Dengan menggunakan model komputer, para peneliti memetakan pergerakan lempeng tektonik pada masa lalu untuk memahami bagaimana kawah-kawah tersebut terbentuk. Mereka menemukan bahwa asteroid yang menyebabkan cincin ini, setelah hancur, pecahannya membentuk cincin yang mengorbit di sekitar ekuator, sehingga puing-puingnya cenderung jatuh di sekitar daerah khatulistiwa.
“Kemungkinan terjadinya dampak acak di garis lintang ini sangat kecil, sekitar 1 banding 25 juta,” jelas Tomkins, mengutip hasil perhitungan timnya. Ini memperkuat dugaan bahwa cincin puing-puing tersebut merupakan hasil dari peristiwa tunggal yang luar biasa.
Dampak Tsunami dan Sisa Meteorit: Jejak di Batuan Sedimen
Selain dampak iklim, penelitian ini juga menemukan bahwa serpihan asteroid yang membentuk cincin tersebut meninggalkan jejak pada batuan sedimen di Eropa, Rusia, dan China. Peneliti mencatat adanya sejumlah besar meteorit yang terkandung dalam lapisan batuan sedimen dari periode ini, yang juga mencerminkan radiasi luar angkasa yang lebih sedikit dibanding meteorit saat ini. Bahkan, ada tanda-tanda tsunami yang terjadi selama periode Ordovisium, yang bisa dijelaskan oleh tabrakan besar asteroid ini dan jatuhnya puing-puing cincin ke lautan.
Endapan yang ditemukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa puing-puing dari cincin tersebut terus jatuh ke Bumi selama jutaan tahun, meninggalkan jejak geologis yang signifikan. Puing-puing ini juga menunjukkan jenis meteorit tertentu yang berlimpah di berbagai lokasi, seperti di Eropa dan Rusia, yang semakin memperkuat hipotesis ini.
Bagaimana Jika Saat ini Bumi Masih Memiliki Cincin?
Jika cincin tersebut masih ada sampai sekarang, Bumi akan tampak sangat berbeda. Menurut ilmuwan, cincin Bumi akan terletak lebih dekat dibandingkan Bulan, dengan posisi di atas lapisan atmosfer termosfer, pada ketinggian sekitar 1.000 kilometer dari permukaan Bumi. Cincin ini tidak akan terbentuk dari es seperti cincin Saturnus, melainkan dari batuan dan puing-puing karena kedekatan Bumi dengan Matahari yang menyebabkan es menguap.
Baca juga: Ternyata, Asteroid yang Hantam Bumi Itu Tidak hanya Musnahkan Dinosaurus
Selain itu, cincin tersebut akan terlihat menakjubkan di langit malam sebagai pita batu yang bersinar di bawah sinar matahari. Namun, cincin ini juga berpotensi mempengaruhi iklim planet kita secara signifikan, karena bayangan yang dihasilkan oleh cincin ini akan mengurangi jumlah sinar matahari yang mencapai permukaan Bumi, menyebabkan daerah-daerah tertentu menjadi lebih dingin dan gelap. Cincin ini juga akan mempengaruhi navigasi satelit dan komunikasi radio, serta berpotensi membahayakan misi luar angkasa karena risiko tabrakan dengan puing-puing cincin.