- Masyarakat Poco Leok tidak lelah mempertahankan tanah adat mereka dari kehadiran proyek geothermal PLTP Ulumbu.
- Pemerintah melalui PT. Perusahaan Listrik Negara [PLN] tengah melakukan perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Ulumbu, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, guna menaikkan kapasitas dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW.
- NTT dikepung investasi rakus lahan yang berujung privatisasi. Alih fungsi kawasan memberikan dampak buruk bagi daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup NTT.
- Sejumlah proyek diwarnai perampasan lahan dan alih fungsi kawasan, tanpa kajian daya dukung dan daya tampung mendalam. Dalihnya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Masyarakat Poco Leok tidak goyah mempertahankan tanah adat mereka dari proyek geothermal PLTP Ulumbu.
Kehadiran Tim Persiapan Pengadaan Lahan ke Poco Leok, yaitu ke Desa Lungar, Kecamatan Satar Mese ke Wellpad D, terkait pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Ulumbu Unit 5-6, menjadi perhatian warga, Rabu [2/10/2024].
Kedatangan pihak PLN dengan pengawalan aparat kepolisian, tentara, dan Satpol PP Pemda Manggarai itu berujung konflik.
Bentrokan terjadi di titik pengeboran atau Wellpad D, yang merupakan bagian tanah ulayat Gendang [kampung adat] Lungar.
Baca: Was-was Panas Bumi Rusak Ruang Hidup Warga Poco Leok

Ase Milin Lungar, pemuda dari Gendang Lungar Poco Leok, kepada Mongabay mengatakan, warga menanyakan kehadiran pihak PLN ke Poco Leok, yang didampingi aparat keamanan dan Satpol PP.
Menurut Ase, pihak PLN mengatakan akan membuka jalur akses masuk ke titik wellpad yang sudah ditetapkan. Sementara, warga tidak pernah menjual tanah mereka untuk kepentingan proyek geothermal tersebut.
“Kami menjaga tanah kami. Sampai kapanpun kami tidak mengizinkan siapapun merusak tanah kami. Kami jelaskan juga, sanksi adat bila memaksa masuk tanah kami,” terangnya, Kamis [3/10/2024].
Ase membenarkan kericuhan yang terjadi hingga aparat keamanan menangkap tiga warga dan satu jurnalis.
“Abang kandung saya ditendang perutnya dan kami bawa ke rumah sakit Ruteng, untuk perawatan. Empat warga dibebaskan ketika aparat keamanan akan pulang,” paparnya.
Ase mengakui, dari 12 gendang [kampung adat], hanya 2 gendang yang menerima Pembangunan PLTP Ulumbu.
Pemimpin Redaksi Floresa.co, Herry Kabut dalam keterangannya Kamis [3/10/2024], menjelaskan saat mengambil gambar dirinya ditanya aparat dari media apa.
Herry mengatakan, ia hanya membawa surat tugas tanpa kartu pers.
“Saya terus ditanya dan diminta menunjukan kartu pers, sembari leher saya dicekik yang dilakukan oknum aparat. Bagian tubuh saya ada yang dipukul juga,” jelasnya.
Sekjen AMAN Rukka Sombilinggi dalam rilisnya Kamis [3/10/2024] menegaskan, pihaknya mengutuk keras tindakan aparat yang melakukan penangkapan terhadap masyarakat adat dan jurnalis.
Warga tengah memperjuangkan hak atas wilayah adat mereka dan sang jurnalis menjalankan tugas jurnalistik.
‘Tindakan penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan aparat keamanan mencederai prinsip keadilan, kebebasan berekspresi, dan hak masyarakat adat untuk mempertahankan wilayah adatnya,” ucapnya.
Baca: Tebar Janji Sejahtera Panas Bumi Poco Leok

Identifikasi lahan
Plt. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Manggarai, NTT, Marianus Yosef Jelamu, mengatakan kegiatan tersebut merupakan langkah awal pengadaan lahan yang sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021.
Dikutip dari Swarantt.net, proses identifikasi melibatkan para pemilik lahan, aparat kepolisian, dan TNI.
“Kami akan terus melakukan evaluasi dan pendekatan humanis ke warga terdampak. Pemerintah tetap membangun komunikasi dan memberikan kesempatan warga untuk menyampaikan alasan keberatan atau penolakan,” terang Marianus yang merupakan Ketua Tim Persiapan Pengadaan Lahan, Kamis [3/10/2024].
Menurut dia, tahap identifikasi lahan merupakan bagian rencana pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6 di Poco Leok.
“Tujuannya, meningkatkan keandalan sistem kelistrikan di Pulau Flores dan mendukung transisi energi nasional melalui pemanfaatan sumber daya panas bumi,” jelasnya.
Osta Melanno Manager PT PLN UPP Nusra 2, dalam keterangannya kepada Mongabay, mengatakan pihaknya menghormati adat dan kearifan masyarakat lokal.
“Sebelum penetapan lokasi, kami lakukan sosialisasi guna menjelaskan rencana pembangunan infrastruktur. Juga, mendengarkan masukan dan tanggapan dari masyarakat yang akan terdampak langsung proyek PLTP Ulumbu tersebut,” tuturnya, Senin [7/10/2024].
Setiap tahap pembangunan dipastikan mengikuti mekanisme dan tradisi adat setempat.
“PLN secara konsisten menerapkan komunikasi terbuka dengan masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah melalui PT. Perusahaan Listrik Negara [PLN] tengah melakukan perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Ulumbu, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, guna menaikkan kapasitas dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW.
Proyek ini bagian dari proyek strategis nasional di Flores, yang masuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030.
Lokasi pengembangannya di Poco Leok, sekitar 60 pengeboran. Poco Leok mencakup 13 kampung adat di tiga desa, Kecamatan Satar Mese, yakni Desa Lungar, Mocok, dan Golo Muntas.

Penolakan warga Poco Leok
Warga Poco Leok, Servasius Masyudi, telah menyatakan menolak proyek geothermal karena bukan kebutuhan prioritas warga saat ini. Persoalan pangan lebih penting.
Poco Leok dikelilingi bukit curam sehingga rawan terjadi longsor dan banjir. “Hujan terjadi sepanjang tahun dan kampung-kampung berdekatan. Kami kuatir terjadi bencana bila ada proyek geothermal,” tuturnya, sebagaimana yang telah diberitakan Mongabay.
Servasius mengatakan, kebutuhan listrik di wilayah lain bukan menjadi alasan untuk mengeksploitasi geothermal di wilayahnya.
“Warga tidak mau dikorbankan hanya untuk kesejahteraan orang lain,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanamahu Paranggi dalam pernyataan tertulis kepada Mongabay Indonesia, menyatakan NTT dikepung investasi rakus lahan yang berujung privatisasi. Alih fungsi kawasan memberikan dampak buruk bagi daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup NTT.
Walhi mencatat, Nusa Tenggara Timur dikepung 309 IUP minerba, industri pariwisata, monokultur, food estate, serta beberapa proyek strategis nasional [PSN].
“Sejumlah proyek ini diwarnai perampasan lahan dan alih fungsi kawasan tanpa kajian daya dukung dan daya tampung mendalam. Dalihnya, peningkatan kesejahteraan rakyat,” ucapnya, baru-baru ini.
Umbu Wulang menjelaskan, legitimasi ini bertolak belakang dengan data BPS 2021 yang mencatat 20 persen masyarakat NTT mengalami kemiskinan ekstrem. Artinya, pertumbuhan investasi tidak menjadi solusi mengatasi kemiskinan.
“Kelompok miskin memiliki sedikit alternatif untuk menghadapi krisis iklim dan dampak bencana ekologi,” jelasnya.