- Kepiting dan rajungan merupakan komoditas laut yang penting di Indonesia. Keduanya sama-sama kepiting, namun memiliki perbedaan.
- Kepiting hidup di pesisir pantai terutama hutan mangrove, sehingga sering disebut sebagai kepiting bakau [Scylla spp]. Sedangkan rajungan [Portunus pelagicus], meski memiliki bentuk tubuh yang sama, namun lebih ramping dan memiliki kemampuan renang yang handal.
- Dibandingkan kepiting bakau, rajungan memiliki kaki belakang lebih kecil dan berbentuk seperti dayung, sehingga menjadikannya sebagai perenang kuat.
- Ciri umum rajungan adalah berwarna biru, terutama jantan. Sedangkan rajungan betina berwarna cokelat belang-belang.
Apakah kepiting dan rajungan jenis yang sama? Sekilas, penampakannya tiada perbedaan. Terlebih, ketika sudah diolah sebagai menu masakan.
Keduanya memiliki perbedaan, baik dari bentuk tubuh maupun habitat. Kepiting biasa disebut kepiting bakau, sebab habitatnya di seluruh perairan pantai, terutama yang ditumbuhi mangrove. Kepiting memiliki nama ilmiah Scylla spp, yang dalam Bahasa Inggris disebut mud crab.
Di Indonesia, ada empat spesies kepiting bakau yang berpotensi untuk dikembangkan, yakni Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla olivacea, dan Scylla paramamosain. Ciri-ciri utama yang digunakan untuk membedakan antarspesies ini adalah pada karapas dan lengan sepit atau cheliped.
Baca: Kepiting Bakau, Sumber Ekonomi Masyarakat Lorang, Kepulauan Aru

Sementara rajungan, dikenal sebagai kepiting perenang ulung karena habitatnya di perairan dengan salinitas tinggi. Yaitu, dari tepi pantai dan bagian pesisir serta pada substrat berpasir dan berlumpur.
Hal ini menyebabkan, rajungan banyak dimanfaatkan secara langsung oleh nelayan karena dekat dengan tepi pantai. Kepiting rajungan memiliki nama ilmiah Portunus pelagicus atau dalam Bahasa Inggris disebut blue swimmer crab, karena secara umum tubuhnya ada yang berwarna biru dan handal ketika berenang.
Baca: Kepiting Bakau, Sumber Ekonomi Nelayan Langkat yang Tak Lagi Memukau

Bentuk tubuh kepiting
Kepiting bakau memiliki capit sangat besar dan kuat, sehingga ketika menangkapnya, kita harus hati-hati. Capit tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan diri dari ancaman.
Siklus hidup kepiting bakau meliputi beberapa tahapan, berupa larva yang disebut zoea, tahap megalopa, tahap kepiting muda atau remaja [juvenil], dan tahap kepiting dewasa. Pada siklus megalopa, tubuh kepiting bakau belum terbentuk sempurna.
Ketika remaja, fase ini disebut sebagai versi miniatur kepiting dewasa, dengan lebar sekitar empat milimeter. Diperkirakan sebulan setelah menetas, ketika lebarnya 10-20 milimeter, ia pindah ke muara dan menetap di daerah terlindung.
Baca: Spesies Baru, Kepiting Air Tawar Ini Memiliki Tubuh Tiga Warna

Dalam jurnal Triton, Universitas Pattimura, Ambon, berjudul “Struktur Morfologis Kepiting Bakau” karya Laura Siahainenia, dijelaskan bahwa secara umum struktur morfologi tubuh kepiting bakau terdiri karapas, abdomen, lima pasang kaki, mulut, antene, dan mata.
Kepiting bakau memiliki bentuk karapas agak bulat, memanjang, pipih, sampai agak cembung. Panjang karapas, kurang lebih dua per tiga dari ukuran lebarnya. Secara umum, karapas terbagi empat area, yaitu: pencernaan [gastric region], jantung [cardiac region], pernapasan [branchial region], dan area pembuangan [hepatic region].
Kepiting bakau memiliki lima pasang kaki, yang terletak pada bagian kiri dan kanan tubuh, yaitu: sepasang cheliped, tiga pasang kaki jalan [walking leg], dan sepasang kaki renang [swimming leg]. Tiap kaki, terdiri enam ruas, yaitu coxa, basi-ischium, merus, carpus, propondus, dan dactylus.
“Seperti krustasea umumnya, kepiting bakau juga memiliki sepasang antene, yang berada pada bagian dahi karapas, yakni antara kedua rongga mata,” tulis Laura.
Antene berfungsi untuk mendeteksi bahaya melalui gerakan angin. Selain itu, antene merupakan organ peraba dan perasa yang dapat mendeteksi detil perubahan pada pergerakan air dan kimia air.
Baca: Kepiting Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia yang Suka Makan Kelapa

Bentuk tubuh rajungan
Dibandingkan kepiting bakau, bentuk tubuh rajungan lebih ramping. Dikutip dari Western Australian Museum, rajungan memiliki kaki depan bercakar besar yang digunakan untuk berburu dan bertahan.
Kaki belakangnya lebih kecil dan berbentuk seperti dayung, sehingga menjadikannya sebagai perenang kuat. Bagian atas cangkangnya dikenal sebagai karapas; berbentuk lebar, datar dan bermata seperti gigi tajam. Gigi terakhir di setiap sisi terlihat jelas, menyerupai tanduk.
Baca: Ini Uniknya Rajungan, Si Kepiting Berenang dari Lautan

Rajungan jantan berwarna biru dan betina cokelat belang-belang. Secara umum, siklus hidup rajungan memiliki kemiripan kepiting bakau. Namun untuk rajungan dewasa, biasanya mendiami lantai berpasir di perairan laut, seperti teluk dan muara. Selama tahap awal siklus hidupnya, larva kepiting ini mengambang di permukaan air hingga 80 kilometer dari garis pantai.
“Ada beberapa cara untuk mengidentifikasi rajungan jantan dan betina. Salah satu cirinya adalah warna. Selain itu, jantan berukuran lebih besar daripada betina,” tulis peneliti.
Cara lainnya adalah dengan memeriksa bentuk tutup perut bagian bawah. Rajungan jantan memiliki bentuk sempit dan bersudut, sedangkan betina lebih lebar dan melengkung.
Baca: Mengenal Rajungan, Si Kepiting yang Pandai Berenang

Kepiting rajungan merupakan komoditas dengan nilai tinggi di Indonesia. Bahkan nilai ekspornya menembus angka 448 juta dollar Amerika tahun 2023. Sebagian besar penangkapan kepiting rajungan dilakukan oleh nelayan skala kecil.
Namun, pemanfaatan yang terus menerus membuat stok rajungan mengalami kondisi penangkapan berlebih atau over exploited. Terutama, di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia [WPP-NRI] 712 yang dikenal sebagai pemasok rajungan, baik untuk pasar domestik ataupun internasional.
Baca juga: Rajungan: Populer di Luar Negeri, Terancam di Dalam Negeri

Seperti dilansir Mongabay sebelumnya, salah satu sebab menurunnya populasi rajungan adalah permintaan ekspor yang sangat tinggi ke berbagai negara, seperti tujuan Amerika Serikat. Selain itu, faktor penggunaan alat penangkapan ikan [API] ikut memberi dampak besar.