- Berbagai persoalan pangan yang sedang melanda dunia, berimbas pada Indonesia yang juga mengalami hal serupa. Salah satu persoalan itu, diakibatkan fenomena perubahan iklim yang semakin sulit dibendung dari hari ke hari
- Walau beragam upaya sudah dilakukan dan terus coba dikembangkan oleh manusia untuk mengatasi perubahan iklim, namun dampak buruknya semakin nyata dan sulit dihindari. Di saat yang sama, penduduk bumi terus bertambah banyak
- Salah satu solusi agar persoalan pangan bisa selesai, adalah penerapan ekonomi biru dalam pengembangan ekonomi kelautan. Indonesia sudah mulai menerapkan prinsip tersebut sejak beberapa tahun terakhir di bawah kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan
- Program turunan dari ekonomi biru, salah satunya adalah inisiatif Blue Halo S, yaitu pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif untuk mengelola konservasi sumber daya alam kelautan dan perikanan yang ada di Indonesia
Ekonomi biru diyakini bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan pangan yang ada di Indonesia. Program tersebut sudah dijalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada periode 2019-2024, dengan lima program turunan yang sudah berjalan.
Menjadi pemecah masalah, berarti ekonomi biru juga diyakini akan menjadi penopang ketahanan pangan di masa depan dengan berfokus pada sektor kelautan dan perikanan (KP). Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono belum lama ini di Jakarta.
Dia menyebut, saat ini Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan, karena populasi manusia terus meningkat dan fenomena perubahan iklim semakin menguat. Tantangan seperti itu akan memicu munculnya persoalan pangan di masa mendatang.
“Tapi saya optimis, sektor kelautan dan perikanan bisa berkontribusi menjawab tantangan tersebut,” ungkapnya. Optimisme tersebut, karena ada lima program ekonomi biru yang dijalankan, yaitu memperluas kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, budi daya berkelanjutan, pengawasan kawasan pesisir, dan pembersihan sampah plastik.
Kelimanya dilaksanakan dengan menekankan pada keseimbangan antara kepentingan ekologi dan ekonomi yang akan memastikan sektor KP tetap berkelanjutan. Pada periode 2019-2024, KKP fokus membangun program ekonomi biru beserta regulasinya, sebagai roadmap transformasi sektor KP.
Pada periode 2024-2029, KKP akan fokus membangun ekonomi biru melalui pelaksanaan lima program turunan yang akan dikebut pelaksanaannya. Mengingat itu adalah periode lanjutan, maka ekonomi biru diharapkan sudah sangat siap untuk melaju cepat.
“Tidak ada waktu lagi untuk santai-santai, saatnya melaju. Program sudah ada, tinggal melanjutkan secara cepat dan tuntas,” tegasnya.
Baca : Strategi Ekonomi Biru Indonesia di Tengah Dampak Perubahan Iklim
Trenggono kemudian menyebut kalau penerapan ekonomi biru di bawah kendali KKP akan menjadi bentuk implementasi dari Astacita dari pemerintahan Prabowo Subianto. Ekonomi biru disiapkan menjadi bagian dari sistem pertahanan keamanan negara.
Dia menjelaskan, sebagian program ekonomi biru sudah diimplementasikan pada periode pertama kepemimpinannya. Diantaranya melalui pembangunan modeling penangkapan ikan terukur (PIT); modeling budi daya udang, rumput laut, serta lobster; dan penataan hasil sedimentasi laut.
Selain itu, ada juga program Bulan Cinta Laut (BCL), dan penyusunan Ocean Big Data sebagai instrumen digital yang berfungsi mengawasi serta mengukur dampak dan manfaat semua kegiatan di ruang laut. Semua itu, diharapkan bisa membawa sektor KP menjadi kontributor ketahanan pangan nasional.
Pada periode kedua, dia berjanji akan memperkuat ekonomi biru melalui program lain seperti pembangunan tambak udang modern seluas 2.000 hektare di Waingapu, pengembangan budi daya tuna di Papua, hilirisasi rumput laut, peningkatan kualitas mutu hasil perikanan, hingga program-program yang berkaitan dengan pemeliharaan kawasan konservasi laut.
Program Blue Halo S
Sebagai program besar, ekonomi biru semakin mendapatkan dukungan luas dari banyak pihak. Salah satunya, adalah Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia yang ingin terlibat aktif dalam program tersebut melalui inisiatif program Blue Halo S.
Program tersebut dijalankan sebagai upaya perlindungan dan produksi berkelanjutan kekayaan laut yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572 yang berlokasi di perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda.
Model Blue Halo S adalah pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif untuk mengelola konservasi sumber daya alam kelautan dan perikanan. Termasuk, di dalamnya adalah lingkaran ekologi dan ekonomi antara produksi dan perlindungan laut.
Baca juga : Ekonomi Biru Akan Berjaya pada 2030?
Saat bekerja, Blue Halo S di Indonesia akan fokus untuk menjalankan perlindungan sumber daya dan ekosistem, memproduksi karbon biru, mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim, dan mendukung kemajuan ilmu kritis.
Kemudian, Blue Halo S juga akan fokus untuk memberdayakan masyarakat lokal, mendorong investasi di perikanan tangkap, dan menciptakan pasar yang lebih besar untuk produk perikanan yang diproduksi di seluruh Nusantara.
Dengan kata lain, Blue Halo S berupaya menyeimbangkan perlindungan dan produksi berkelanjutan (Protection and Production model) kekayaan laut Indonesia, dan mendukung Pemerintah melakukan transformasi ekonomi kelautan dan pesisir sebagai respons terhadap dampak perubahan iklim, serta mendorong pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan.
Program Blue Halo S akan dilaksanakan mulai 2025 hingga 2031 di WPPNRI 572 yang berbatasan dengan enam provinsi di sepanjang pantai barat Sumatera yaitu Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, dan Banten.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi KADIN Yukki Nugrahawan mengatakan bahwa dukungan tersebut dilakukan bersama Konservasi Indonesia (KI). Pihaknya juga terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Dia mengatakan kalau KADIN mengusulkan peluncuran intervensi baru yang berfokus pada praktik perikanan budi daya berkelanjutan, dan peningkatan perlindungan keanekaragaman hayati laut di WPPNRI 572. Tujuannya, untuk mendukung ekonomi biru yang berkelanjutan.
Untuk itu, KADIN Indonesia berkolaborasi untuk pendanaan dan bantuan teknis dari program Blue Halo S kepada daerah bisnis yang dapat memungkinkan kami untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi budi daya perikanan yang canggih, meningkatkan infrastruktur, serta melaksanakan program pelatihan komprehensif untuk bisnis lokal.
Baca juga : Neraca Sumber Daya Laut Kunci Kelestarian Ekosistem Laut Indonesia
Menurut dia, proyek-proyek yang diusulkan KADIN tidak hanya akan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, tetapi juga akan menjadi tolak ukur dalam ruang ekonomi biru. Selain itu, meningkatkan jumlah pelaku usaha yang menerapkan ekonomi biru, serta meningkatkan kualitas dan pengetahuan pelaku usaha dan masyarakat lokal mengenai ekonomi biru.
“LoL ini sebagai komitmen kuat Kadin Indonesia untuk secara aktif mendukung program Blue Halo S,” jelas dia tentang dokumen letter of intent (LoL) yang dibuat dan diumumkan bersama kepada publik.
Saat ini, KADIN sudah mengajukan 20 proposal bisnis komprehensif melalui anggota yang berlokasi di WPPNRI 572, dengan mempelajari potensi inovatif di wilayah tersebut. Proposal untuk inisiatif tersebut menjadi selaras dengan visi pembangunan berkelanjutan.
Visi Indonesia Emas
Senior Vice President & Executive Chair Konservasi Indonesia Meizani Irmadhiany mengungkapkan, LoL menjadi langkah penting dan wujud komitmen Pemerintah dan sektor swasta dalam menyatukan solusi untuk mengintegrasikan kawasan lindung laut berkualitas tinggi, dan langkah-langkah konservasi berbasis tempat yang efektif dengan produksi berkelanjutan dalam ekonomi biru.
Kata dia, pendekatan perlindungan-produksi terintegrasi (PnP) tersebut memastikan manfaat ekonomi dari produksi berkelanjutan yang dapat diinvestasikan kembali ke dalam perlindungan lingkungan, sehingga menciptakan siklus yang mandiri.
Pada praktiknya, Blue Halo S didukung oleh Green Climate Fund (GCF) untuk membantu kebijakan Pemerintah dalam ekonomi biru. Termasuk, adalah Visi Kawasan Konservasi Perairan 30×45, perikanan berbasis kuota, marikultur berkelanjutan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, hingga pengelolaan limbah plastik.
Visi 30×45 tidak lain adalah mewujudkan luas kawasan konservasi perairan minimal 30 persen dari total wilayah perairan laut di Indonesia. Target itu diharapkan bisa terwujud pada 2045 atau saat Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang ke-100.
Selain KADIN bersama KI, upaya mendukung ekonomi biru juga ditunjukkan Yayasan WWF Indonesia yang sudah menjalin kesepakatan dengan KKP belum lama ini. Kerja sama untuk periode 2024-2029 itu menjadi lanjutan dari hasil evaluasi kesepakatan bersama selama 15 tahun terakhir.
CEO Yayasan WWF Indonesia Aditya Bayunanda menjelaskan, sepanjang periode 2019-2024 WWF-Indonesia telah berkontribusi pada strategi ekonomi biru sektor KP yang dicetuskan oleh Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono.
Baca juga : Perlindungan Laut dan Pengelolaan Perikanan Bisa Berjalan Beriringan?
Rinciannya, mencakup pendampingan dan pengembangan kawasan konservasi di perairan seluas 5,4 juta hektare atau 18,3 persen dari total 28,9 juta hektar hingga 2023; dukungan pengelolaan dan pemantauan kawasan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP), dan penyadartahuan masyarakat terkait isu polusi sampah plastik di laut.
Kemudian, mendukung proses produksi seafood ramah lingkungan sebanyak 57.908 ton dan udang hasil budi daya sebanyak 62 persen dari 2.644 ton yang berhasil mendapatkan sertifikat ekolabel (ASC). Peraih sertifikat itu berasal dari perusahaan anggota Seafood Savers yang mendapatkan pendampingan untuk mendukung upaya ketahanan dan keberlanjutan pangan laut di Indonesia.
”Ke depan, kami dapat bersinergi lebih kuat, untuk lebih mengembangkan center of excellence konservasi spesies, fokus pada penelitian, mengedepankan solusi atas tantangan global kedepan, termasuk mengatasi dampak perubahan iklim pada laut Indonesia,” terang dia.
Aditya mengatakan kalau konservasi spesies laut dilindungi juga menjadi titik fokus kegiatan WWF-Indonesia dengan berkontribusi dalam penyusunan rencana tata ruang laut mencakup dokumen rencana zonasi kawasan strategis nasional (RZ KSN) dan RZ KSN Tertentu.
Selain dokumen RZ KSN/KSNT yang berhasil diselesaikan di 11 lokasi, ada juga rencana aksi nasional (RAN) dan kampanye publik untuk mengurangi perdagangan ilegal spesies dilindungi. Kemudian, WWF juga menerbitkan panduan bagi konsumen seafood ramah lingkungan.
“Juga, (menerbitkan) promosi adopsi teknologi budi daya untuk pembudi daya skala kecil, serta peningkatan kapasitas untuk kelompok nelayan dan masyarakat pada isu bycatch dan kasus spesies terdampar,” paparnya.
Baca juga : Membumikan Prinsip Ekonomi Biru di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil
Di luar kegiatan dan program yang sudah berjalan, WWF Indonesia juga mendorong pusat pembelajaran Marine Protected Area Center of Excellence (MPA CoE) di Alor (NTT) dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara) bisa melibatkan pemerintah daerah, pengelola kawasan, kelompok masyarakat, universitas dan pemangku kepentingan setempat.
“Semua itu bertujuan untuk menciptakan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi,” terangnya.
Selain itu, dalam lima tahun terakhir, peningkatan kapasitas telah dilakukan kepada lebih dari 4,000 pemangku kepentingan terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan yang lestari. Juga, 60 publikasi ilmiah, panduan, dan kajian yang dapat mendukung pengelolaan kawasan konservasi dan perikanan.
Sekretaris Jendral KKP Heriyanto Adi Nugroho menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mendorong kebijakan ekonomi biru melalui sinergi dengan mitra strategis dengan fokus pada lima kebijakan prioritas.
“Kebijakan ini sejalan dengan visi dan misi pemerintah 2025-2029 untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” ucapnya.
Sebelumnya, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menilai ekonomi biru akan mendorong Indonesia menjadi negara kepulauan maju di masa mendatang. Program tersebut dalam pengelolaan sektor KP sudah sangat tepat untuk ekologi, ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi negara di masa depan.
Namun, walau diyakini akan membawa Indonesia lebih baik lagi sebagai negara kepulauan, Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal menyebut bahwa pelaksanannya akan menghadapi banyak tantangan, karena konsep ekonomi biru masih tergolong baru di Indonesia. (***)
Ekonomi Biru di Indonesia: antara Konservasi Laut dan Ekonomi Maritim