- Russel dan Arson, warga Dusun Muara Kate, jadi korban penyerangan di posko pemantauan angkutan batubara 15 November lalu. Russel tewas, Arson luka-luka. Hingga kini, belum ada kejelasan soal pelaku.
- Warga Dusun Muara Kate protes sejak lama atas angkutan truk batubara yang menggunakan jalan umum sampai menelan korban jiwa berulang kali. Untuk penjagaan lingkungan dusun, warga pun membangun posko pemantauan.
- Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim, mendesak tragedi di Dusun Muara Kate diusut tuntas untuk memberikan jaminan keadilan, terutama bagi keluarga korban dan masyarakat. Aparat hukum pun harus memberikan jaminan keamanan terhadap masyarakat yang menolak aktivitas angkutan batubara yang melintasi jalan umum.
- Komnas HAM pun menyoroti kasus ini. Anis Hidayah, Komisioner Komnas HAM mendorong aparat penegak hukum untuk investigasi dan mengusut tuntas peristiwa yang terjadi di Muara Kate agar korban mendapatkan keadilan.
Gawai Wartalinus bergetar lama, ketika, baru saja terlelap pada Jumat, (15/11/24), dini hari. Lelaki 45 tahun itu langsung terjaga dari tidur. Kawannya, Riki, menghubungi dengan nada tergesa-gesa dan meminta Wartalinus menuju posko pemantauan truk angkutan batubara, di RT06, Dusun Muara Kate, Desa Muara Langon, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
“Pak Warta, tolong turun, ini Pak Russel sama Pak Anson ditembak orang,” tiru Warta, sapaan akrab Wartalinus pada Selasa, (19/11/24).
Warta panik dengar itu dan langsung bangkit dari kasur, mengenakan pakaian dan memberitahu ke para tetangga. “Itu sekitar jam 4.00 lewatlah, yang nelpon temen di posko, dia (Riki) tidur tapi di dalam posko.”
Warta menarik gas sepeda motornya dengan kencang menuju posko pemantauan. Setelah menempuh perjalanan sekitar lima kilometer, dia tiba di rumah berlantai dua. Warta terkejut. Suasana posko sudah sesak dengan warga. Dia melihat darah berceceran di mana-mana, di lantai dan halaman rumah.
Ada juga satu mobil ambulans.
Russel, warga Desa Muara Langon sedang diangkat dengan tandu oleh beberapa warga.
Di dalam rumah, Warta melihat Anson, warga Desa Muara Langon sedang terbaring lemas di atas lantai, sembari menutupi luka di lehernya.
“Langsung ya Pak Russel dibawa pakai ambulans ke Puskesmas Muara Komam,” kata Warta. “Juga Pak Anson, cuman Pak Anson pakai mobil bak terbuka.” Setelah mendapatkan pemeriksaan, Russel dan Anson harus dirujuk ke RSUD Panglima Sebaya.
Warta melihat luka robek pada Russel dan Anson karena sayatan benda tajam, bukan tembakan. Namun dia tak ingin berspekulasi dan mengambil kesimpulan. Dia menunggu hasil visum dari rumah sakit, juga proses pengungkapan kasus dari kepolisian.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Novy Adi Wibowo, Kapolres Paser, membenarkan peristiwa penganiayaan yang menimbulkan korban jiwa itu. Setelah dibawa ke RSUD Panglima Sebaya, dua korban–Russel dan Anson–mendapatkan tindakan medis. Nyawa Russell tidak tertolong akibat luka di lehernya.
“Kemudian Sabtu, sekitar jam 2.00 (siang), korban dimakamkan,” kata Novy, 19 November. “Untuk bapak An sedang perawatan intensif di rumah sakit sampai sekarang.”
Novy bilang, kejadian berlangsung cepat. Para saksi di tempat kejadian juga tertidur pulas. Polisi masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap para saksi. Tim gabungan bersama Polda Kaltim pun dikerahkan untuk pengungkapan kasus ini.
“Kami sampaikan kepada masyarakat, sekecil informasi yang diterima masyarakat tolong disampaikan kepada kami,” ucap Novy. “Itu sebagai bahan kami untuk proses penyidikan.”
Apa yang terjadi?
Warta merupakan satu dari warga yang ikut berjaga di posko pemantauan angkutan batubara. Kamis, (14/11/24), sore–sehari sebelum peristiwa penyerangan, dia sudah tiba di lokasi. Suasana posko ketika itu masih ramai, ada sekitar 30 orang.
Makin larut malam, personil yang berjaga makin berkurang. “Kita di sini petani, jadi banyak yang mau istirahat agar bisa kerja besok siangnya,” katanya.
Satu demi satu orang pulang, Warta memilih bertahan. Seperti hari-hari biasa, dia bersama warga yang masih berjaga, melakukan pemeriksaaan terhadap truk-truk yang melintasi jalan Tj – Kuaro–satu akses darat antar provinsi dan perbatasan antara Kabupaten Paser dan Tabalong.
Posko itu berada sekitar itu satu kilometer dari Gapura Batas Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan via Gunung Halat.
Posko jaga itu berdiri belum satu bulan.
Masyarakat bikin posko berdasarkan kesepakatan, termasuk tempat yang digunakan, rumah Ketua RT06, Dusun Muara Kate.
Tak hanya memeriksa kendaraan yang melintas, warga juga mendirikan posko untuk menjaga lingkungan sekitar.
Warta juga menyebutkan posko itu ada karena kekhawatiran masyarakat yang memuncak. Truk-truk pengangkut batubara yang melintasi jalan umum—jalan lintas provinsi itu—sampai menyebabkan korban jiwa.
Pada 26 Oktober 2024, truk yang mengangkut emas hitam gagal menanjak, lalu terbalik dan menimpa pendeta berusia 20 tahun, Pronika. Polisi menetapkan supir truk berinisial M (44) sebagai tersangka atas kematian Pdt Pronika.
“Selain Pronika, sebelum itu ustad muda, tepatnya di Desa Songka, kena serempet truk batubara. Kasihan pokoknya, baru menikah seminggu lagi, meninggal,” katanya.
“Pronika itu korban kesekian, sebelum itu banyak korban, tapi ya itu tadi nggak dianggap, nyawanya tidak dianggap sama sekali.”
Malam kian panjang hingga berganti hari, warga yang berjaga pun tidak menemukan truk batubara melintas. Suasana sekitar perkampungan aman. Warga mulai beristirahat; ada yang tidur di dalam dan teras posko.
Warta adalah orang terakhir yang memutuskan pulang ke rumah dari posko pemantauan. “Iya benar, benar sekali, terakhir saya. Sebelum saya itu ada, Pak Enos, rasanya duluan,” katanya.
Pukul 3.00 subuh, Jumat (15/11/24), Warta memutuskan pulang ke rumah. Dia melihat ada lima orang tidur di teras rumah. Tiga orang tidur dengan lokasi berbeda.
Adapun Russel (60) dan Anson (55) tidur bersebelahan menghadap jalan raya. Keduanya juga lokasi tidurnya paling dekat dengan jalan umum.
“Pak Russel itu tidurnya lelap betul, mendengkur dia (Russel),” kenang Warta.
“Dia (Russel) ‘kan pakai kain tutup kepala itu hitam, dibuatnya tutup matanya, supaya tidak silau mungkin ya. Aku ingat betul itu pas aku pamit.”
Sedang Anson tidur dengan salah satu tangan berada di dahi. Kepada Anson, Warta sempat berpamitan, menepuk tangan dan berkata, “om-om aku pulang ya.”
Anson mengiyakan, Warta pun pulang ke rumah.
Ketika tiba di rumah, Warta tak langsung tidur. Dia sempat beberapa menit memeriksa grup percakapan antar warga. Grup itu juga dibuat sebagai solidaritas kemanusiaan.
Tujuannya saling menjaga keselamatan antar warga. Warta menyebutkan, warga tak ingin ada korban jiwa lagi dari aktivitas batubara. Masyarakat juga mendirikan posko dan melarang truk batubara.
“Setelah penyetopan itu, banyak ibaratnya, bukan ibarat lagi itu, seperti teror-teror itu,” kata Warta.
Belum lama terlelap, Warta menerima informasi ada penganiayaan warga di posko.
Novy bilang, situasi kondusif pasca kejadian yang menyebabkan korban jiwa itu. Dia mengatakan, pos jaga juga tetap masyarakat jalan. Begitu juga aktivitas masyarakat hari-hari.
“Tidak perlu takut atau bagaimana, kita tetap melakukan pengamanan kepada masyarakat di sini dengan unsur dari temen-temen TNI, terus juga kecamatan, juga tetap berupaya penuh,” ucap Novy kepada Mongabay.
Usut tuntas
Masyarakat Desa Muara Langon sebagian besar bersuku Dayak Deah dan menggantungkan hidup dari hutan sebagai petani. Laku-laku budaya dalam aktivitas sosial pun tak terlepas dari adat-adat itu. Tak terkecuali Russel, Anson dan Warta, juga masyarakat lain.
Sudah lebih dari empat dekade, Warta besar di kampung itu dan mengenal Russel. Russel masih terhitung keluarga Warta. Orang tua Warta memiliki hubungan keluarga dengan Russel. Dia juga mengenal Russel sebagai orang yang baik kepada siapapun dan mudah bergaul.
“Bahkan kocak orangnya (Russel), suka melucu, banyak yang sukalah, tua muda, suka.”
Russel juga tokoh adat Dayak Deah yang dihargai masyarakat di Paser. “Termasuk sesepuh kita kalau untuk sekarang masalah hukum adat itu kan sudah lihailah, sudah sangat menguasai, maka dia (Russel) termasuk tokoh adat kita.”
Dengan tragedi itu membuat Warta dan warga kehilangan. Warta mendesak, aparat penegak hukum mengungkap pelaku pembunuhan dan aktornya.
Dia menduga ada dalang yang menyuruhnya. Tuntutan itu disampaikan sebagai jaminan untuk rasa aman masyarakat yang berada di Desa Muara Langon.
“Kalau sekarang kami was was, setiap kami aksi itu pasti sudah dalam pikiran kami, mungkin kami jadi target berikutnya, kami diintai, jadi itu yang kami rasakan saat ini.”
Dia juga meminta pemerintah melarang jalan umum jadi angkutan batubara.
“Selamanya itu, tidak ada tawar menawar, jadi ya itu harapan kami, pemerintah dengar aspirasi kami, secepat mungkin bisa menerbitkan larangan.”
Mareta Sari, Dinamisator Jatam Kaltim, sependapat dengan tuntutan masyarakat. Dia mendesak tragedi di Dusun Muara Kate diusut sesuai hukum. Ini untuk memberikan jaminan keadilan, terutama bagi keluarga korban dan masyarakat.
Dia mendesak, aparat hukum memberikan jaminan keamanan terhadap masyarakat yang menolak aktivitas angkutan batubara yang melintasi jalan umum.
“Kalau usut tuntas pelaku, siapa dalangnya, itu sudah tugas aparat penegak hukum, tanpa harus diingatkan,” tegas Eta–sapaan akrabnya, 23 November lalu.
Penggunaan jalan umum untuk lalu lintas angkut batubara di Muara Kate jelas melanggar hukum. Itu tertuang dalam Perda Kaltim Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Khusus untuk pengangkutan batubara dan sawit.
“Dalam Perda Kaltim sudah mengatur sanksi untuk angkutan batubara yang menggunakan jalan umum, yakni pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp50 juta,” ucap Eta.
Seharusnya, pemerintah berada posisi masyarakat, bukan perusahaan. Aturan sudah jelas bahkan sudah menyebabkan korban jiwa.
Eta menilai tindakan masyarakat pun benar sebagai upaya menjaga keamanan dan melindungi desanya. “Ada posko dan solidaritas masyarakat itu sebagai upaya masyarakat menjaga lingkungannya yang perlu jaminan keamanan,” katanya.
Persoalaan yang terjadi di Muara Kate menambah catatan kelam korban akibat pengerukan emas hitam di Bumi Etam. Berdasarkan temuan Jatam Kaltim, konflik aktivitas angkutan batubara di sekitar daerah Muara Kate sudah terjadi sejak 2023.
Pada akhir 2023, masyarakat sudah melayangkan aksi protes. Ketika itu, masyarakat yang sebagian besar ibu-ibu demo penolakan angkutan batubara di Muara Komam.
“Akhir 2023 sempat rame, waktu itu warga blokade pakai kursi segala macam, yang sempat viral,” kata Eta.
Komnas HAM menyesalkan peristiwa ini. Anis Hidayah, Komisioner Komnas HAM mengatakan, semestinya hal itu dapat diantisipasi dan mitigasi sejak awal konflik.
Setiap warga negara, katanya, berhak untuk mempertahankan ruang hidup dari ancaman yang bisa mengurangi atau menurunkan derajat kesejahteraan hidupnya.
“Itu legal berdasarkan Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.”
Semestinya, justru kegiatan masyarakat menjaga lingkungan ini mendapatkan perlindungan dari negara.
Dia mendorong aparat penegak hukum untuk investigasi dan mengusut tuntas peristiwa yang terjadi di Muara Kate agar korban mendapatkan keadilan.
Anis mengatakan, dalam 10 tahun terakhir tren konflik sektor pertambangan mengalami peningkatan, utamanya setelah pemerintah mencanangkan proyek strategis nasional (PSN), termasuk batubara. Dia juga mendorong, pengawasan lebih intensif dari pemerintah.
Polda Kaltim dan Polres Paser menyampaikan komitmen menangani kasus di Paser itu.
Melalui laman resmi Instagram Polda Kaltim, Komisaris Besar Yulianto, Kepala Bidang Humas Polda Kaltim menyampaikan akan semaksimal mungkin mengungkap kasus penganiayaan ini.
“Kami dari Polda Kaltim dan Polres Paser akan maksimal mungkin mengungkap pelaku penganiayaan yang mengakibatkan bapak Russel meninggal dunia dengan luka senjata tajam dan Bapak Anson yang mengalami luka-luka,” kata Yulianto.
*******
Warga Padang Keluhkan Truk Angkutan Batubara PLTU Teluk Sirih