- Perburuan satwa liar dilindungi di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL] dan Kawasan Ekosistem Leuser belum berhenti.
- Satwa liar yang menjadi sasaran perburuan adalah harimau sumatera, kukang, trenggiling, beruang madu, burung rangkong, anakan orangutan, dan juga burung kicau.
- Jalur perdagangan yang biasa digunakan jaringan pemburu adalah dari Aceh Tenggara ke Sumatera Utara lalu menuju Lampung.
- Jalur Aceh Tenggara dipilih jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, karena tenang dan sepi.
Boges, nama panggilan, merupakan mantan pemburu satwa liar di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], wilayah Sumatera Utara. Lelaki 51 tahun ini, mulai beraksi sejak 2010.
Awalnya, dia hanya menangkap burung murai daun [Chloropsis sonnerati] menggunakan jerat.
“Tidak dijual, hanya saya pelihara,” jelasnya, Rabu [4/12/2024].
Namun, niatnya berubah setelah diperkenalkan dengan lelaki bernama Amin, warga Medan, yang menawarinya uang bila mau menjual hasil buruannya.
“Seorang pemburu bernama Eman yang mengenalkan ke saya. Tugas saya adalah mencari satwa sesuai permintaan Pak Bos, panggilan Amin,” ujarnya.
Setiap menjalankan aksi, Bagoes ditemani Ipek, Obeng, dan Gojang. Dari nama-nama itu, Ipek dan Eman pernah ditangkap polisi kehutanan Balai Besar TNGL.
Sejumlah satwa yang sudah diburu Bagoes dan kelompoknya adalah harimau sumatera, kukang, trenggiling, beruang madu, burung rangkong, orangutan, kucing hutan, elang bondol, ular king kobra, serta burung kicau.
“Semua diambil di TNGL dan Kawasan ekosistem Leuser [KEL],” jelasnya.
Baca: Begini Kondisi Orangutan Sumatera yang Dilepasliarkan di Hutan Leuser
![](https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2021/08/Binturong-1536x1024.jpg)
Untuk menangkap anak orangutan sumatera, mereka menggunakan senapan rakitan dengan peluru jarum suntik yang diisi obat bius. Sasaran tembak adalah sang induk, yang begitu kena maka anaknya diambil. Senapan tersebut mereka dapatkan dari jaringan pemburu lain.
“Kerja serabutan tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup saya dan keluarga. Ini yang membuat saya jadi pemburu,” katanya.
Apa yang membuat Bagoes bertobat?
Tahun 2018, dia menyaksikan berita mengenai pembongkaran jaringan perdagangan burung dari wilayah timur Indonesia. Burung-burung itu diperlakukan kejam, dimasukkan ke botol mineral dan lubang pipa, sehingga sebagian mati mengenaskan.
Bagoes juga menyaksikan video harimau sumatera yang kena jerat langsung dibunuh oleh pemburu lalu dikuliti dan dijual ke pengepul.
“Saya merasa berdosa, melakukan perbuatan keji pada satwa yang berhak hidup di habitatnya. Bagaimana kalau itu terjadi pada keluarga saya? Sejak itu, saya berhenti berbuat jahat,” ujarnya.
Baca: Satwa Kunci Hutan Leuser Jadi Incaran Pemburu Liar
![](https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2020/02/Trenggiling-2.jpg)
Jalur Aceh Tenggara
Obeng juga mengikuti jejak Bagoes, berhenti berburu meski selalu ada godaan.
“Saya bersama Gojang telah bertekad meninggalkan pekerjaan tidak baik itu. Saya pergi dari kampung halaman dan mencari pekerjaan halal. Sekarang saya jualan tahu mentah,” ujar lelaki 47 tahun ini, Rabu [4/12/2024].
Obeng bercerita, saat aktif berburu hasil tangkapannya dibawa ke Aceh Tenggara. Di hutan perbatasan provinsi, Aceh dan Sumatera Utara, tim penjemput telah menunggu.
“Transaksi dilakukan di lokasi. Berikutnya, tim melanjutkan perjalanan membawa barang pesanan, sedangkan kami turun di desa terdekat dan kembali ke Medan naik angkutan umum.”
Jalur Aceh Tenggara dipilih jaringan perdagangan satwa liar dilindungi, karena tenang dan sepi dibandingkan langsung ke Medan yang cukup padat.
Obeng pernah ikut membawa hasil buruan dari Aceh Tenggara ke Lampung. Jenis yang diselundupkan adalah burung rangkong [3 individu], beruang madu [1 individu], anak orangutan [1 individu], dan burung kicau [20 individu]. Untuk membawa itu semua, diperlukan empat unit mobil.
“Sepertinya, metode ini masih dipakai sampai sekarang. Aparat harus punya trik jitu untuk menangkapnya,” paparnya.
Baca juga: Digagalkan, Perdagangan 1,2 Ton Sisik Trenggiling di Sumatera Utara
![](https://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2017/08/Orangutan-Sumatera.jpg)
Upaya Penegakan Hukum
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat, BBTNGL, Palber Turnip menjelaskan, sejak Januari hingga September 2024, sekitar 400 individu satwa liar dari kawasan TNGL yang berhasil diselamatkan telah dikembalikan ke habitat aslinya.
“Jenis-jenis satwa tersebut adalah orangutan sumatera, binturong, harimau, trenggiling, kukang, kura-kura, serta beruang madu,” ujarnya awal Desember 2024.
Untuk perburuan, terjadi penurunan. Menurut Palber, ini dikarenakan adanya penegakan hukum serta penyuluhan para petugas lapangan dan mitra. Untuk pengamanan kucing hutan, ada 11 kejadian yang telah diselesaikan dan dikembalikan ke kawasan Leuser.
“Domain utama kami adalah menjaga kawasan hutan. Artinya, ketika intervensi di kawasan hutan semakin sedikit, itu merupakan kondisi terbaik bagi satwa untuk tumbuh dan berkembang alami,” ujarnya.
Kebiasaan Aneh Kambing Hutan Sumatera, Main di Tebing dan Menyendiri di Goa