- Respons dingin ditunjukkan nelayan skala kecil terhadap kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota, yang resmi diberlakukan Januari 2025 di seluruh Indonesia.
- Nelayan skala kecil asal Kelurahan Terboyo Wetan, Kecamatan Ginuk, Kota Semarang, Jawa Tengah, mengaku tidak mendapatkan informasi jelas kebijakan Kebijakan ini jauh dari kehidupan nelayan kecil, yang hanya menggunakan perahu sederhana.
- Kajian Yayasan Econusa yang bekerja sama dengan Universitas Patimura Ambon. Dalam analisis bertajuk “Persepsi Masyarakat Perikanan Kecil Terhadap Penangkapan Ikan Terukur di Kepulauan Aru (WPP 718)” dijelaskan bahwa pengetahuan masyarakat, khususnya nelayan skala kecil, mengenai PIT sangat rendah.
- Ini disebabkan, minimnya akses informasi yang menjangkau masyarakat perikanan kecil di berbagai wilayah. Meskipun, KKP telah menyebarkan informasi tersebut hingga akar rumput. Meskipun, KKP menyebarkan informasi tersebut hingga akar rumput.
Respons dingin ditunjukkan nelayan skala kecil terhadap kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota, yang resmi diberlakukan 1 Januari 2025 di seluruh Indonesia. Mengapa?
Agus Isnaini, nelayan skala kecil asal Kelurahan Terboyo Wetan, Kecamatan Ginuk, Kota Semarang, Jawa Tengah, mengaku tidak mendapatkan informasi jelas kebijakan tersebut. Ia tidak begitu paham, aturan yang ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, itu.
“Saya hanya dengar, ada pembatasan hasil tangkapan. Itu saja. Kebijakan ini jauh dari kehidupan nelayan kecil seperti saya, yang hanya menggunakan perahu sederhana sepanjang empat meter,” ujarnya, akhir Desember 2024.
Baca: Catatan Akhir Tahun: Mengukur Kesiapan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Pengakuan Agus, sejalan dengan kajian Yayasan Econusa yang bekerja sama dengan Universitas Patimura Ambon. Dalam analisis bertajuk “Persepsi Masyarakat Perikanan Kecil Terhadap Penangkapan Ikan Terukur di Kepulauan Aru (WPP 718)” dijelaskan bahwa pengetahuan masyarakat, khususnya nelayan skala kecil, mengenai PIT sangat rendah.
Ini disebabkan, minimnya akses informasi yang menjangkau masyarakat perikanan kecil di berbagai wilayah. Meskipun, KKP menyebarkan informasi tersebut hingga akar rumput.
Survei menunjukkan, 70 persen nelayan tidak setuju dengan kebijakan PIT. Nelayan berpendapat, kebijakan tersebut lebih menguntungkan korporasi perikanan skala besar, sedangkan nelayan kecil kian terpinggirkan.
“Pelibatan nelayan skala kecil dalam penyusunan kebijakan, penting untuk membangun pemahaman dan perubahan persepsi, serta memastikan implementasi kebijakan berjalan lebih efektif,” tulis laporan yang dilakukan di Desa Samang dan Desa Benjina, Aru Tengah, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, tahun 2023.
Pendekatan ekosistem perikanan berbasis wilayah, menjadi solusi yang direkomendasikan. Alasannya, pendekatan ini menekankan pentingnya co-management atau pengelolaan bersama antara pemerintah dan pemangku kepentingan lokal.
“Pemerintah perlu memperluas akses informasi, dengan menyasar nelayan kecil melalui pendekatan lebih efektif, seperti sosialisasi langsung, pendampingan, dan penyediaan materi edukasi yang mudah dipahami,” jelas laporan tersebut.
Baca: Riset Kolaboratif: Nelayan Kepulauan Maluku Tidak Tahu Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Perlindungan Nelayan Kecil
Masyithah Aulia Adhiem, dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, meyoroti pentingnya peraturan pelaksana yang belum disiapkan memadai. Peraturan Pemerintah (PP) No.11/2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, memerlukan waktu untuk diterapkan maksimal.
“Perlindungan nelayan lokal dan kecil harus dilakukan, sekaligus mendukung peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan,” jelas dia, dikutip dari kajiannya tentang “Tantangan Penerapan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur,” tahun 2023.
Kebijakan PIT dengan sistem kuota memang bertujuan menjaga keberlanjutan sumber daya laut. Namun, ada kekhawatiran nelayan lokal terpinggirkan akibat persaingan dengan pemodal asing yang diizinkan dalam sistem ini.
“Pastikan, tidak menekan posisi nelayan lokal, yang merupakan tulang punggung perikanan Indonesia,” tegasnya.
DPR melalui Komisi IV, diharapkan berperan aktif mendesak pemerintah, segera menyusun peraturan pelaksana sebagai pedoman implementasi PIT.
“Pengawasan yang ketat, akan memastikan nelayan lokal terlindungi dan ekosistem laut terjaga,” jelasnya.
Kolonel Laut (S) Taufik Wijoyoko, Kabid Strahan Kemenko Polhukam, melalui kertas karya ilmiah perorangan bertajuk “Optimalisasi Implementasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Guna Mewujudkan Laut Sehat Indonesia Sejahtera” menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan laut yang sehat dan Indonesia sejahtera melalui kebijakan PIT, masih diperlukan berbagai evaluasi.
“Evaluasi bertujuan agar implementasi kebijakan tepat guna. Juga, mengakomodasi semua kepentingan serta permasalahan yang muncul, serta memastikan proses pelaksanaan berjalan efektif dan optimal,” paparnya.
Baca juga: Penangkapan Ikan Terukur Jadi Fokus Utama Ekonomi Biru Indonesia di 2025
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono, seperti diberitakan Mongabay sebelumnya, menyatakan bahwa PIT merupakan satu dari lima program prioritas ekonomi biru yang diusung kementeriannya. Kebijakan itu dibuat untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut, meningkatkan mutu dan daya saing produk perikanan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas.
Tentang perizinan, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Agus Suherman meminta para pelaku usaha untuk melaporkan data sesuai kondisi sebenarnya. Setiap data yang dilaporkan secara mandiri oleh pelaku usaha, akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan keputusan penting.
“Di antaranya mengenai pengurangan atau pencabutan alokasi usaha dalam SIUP tanpa permohonan,” terangnya belum lama ini di Jakarta.
Pada 3 Januari 2025, Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi Publik memberikan respon atas berita ini.
Dia menjelaskan, status Kebijakan penangkapan ikan terukur. Pertama, kebijakan PIT saat ini masih tahap transisi, belum sepenuhnya berlaku secara operasional di lapangan. Kedua, Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.2403/MEN-KP/XII/2024 mengatur persiapan dan panduan pelaksanaan kebijakan ini untuk semua pihak terkait. Termasuk pemerintah daerah, pelaku usaha, dan otoritas pengawasan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), katanya, berkomitmen menjaga keseimbangan antara kelestarian sumber daya laut dan kesejahteraan nelayan kecil. Dalam kebijakan PIT, kuota penangkapan ikan terancang untuk memastikan alokasi yang adil, dengan memperhatikan kebutuhan nelayan lokal dan tradisional.
“Kami terus mengupayakan dialog dan sosialisasi dengan semua staekholders perikanan tangkap untuk memastikan pemahaman yang jelas mengenai manfaat dan mekanisme kebijakan ini jika nanti berlaku penuh,” katanya.
Menteri, kata Doni, sudah menginstruksikan kepada seluruh jajaran, termasuk mitra di pemerintah daerah, untuk pendampingan intensif kepada nelayan agar siap kalau kebijakan berlaku penuh.
KKP, katanya, terus memantau dan mengakomodasi masukan dari seluruh pihak untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif, adil, dan inklusif saat berlaku penuh.
(Revisi 3 Januari 2025: ada tambahan dari KKP. Redaksi)
******