- Simpanse memiliki kesamaan DNA dengan manusia hingga 98%, yang membantu memahami evolusi dan adaptasi terhadap penyakit. Studi terbaru menunjukkan bahwa gen yang membantu simpanse bertahan di hutan dan sabana juga berperan dalam perlindungan terhadap malaria.
- Simpanse yang hidup di hutan memiliki adaptasi genetik terhadap malaria, terutama pada gen GYPA dan HBB. Penelitian menemukan bahwa jalur evolusi resistensi terhadap malaria pada simpanse dan manusia memiliki pola yang serupa.
- Para ilmuwan mengumpulkan dan menganalisis sampel feses dari ratusan simpanse di berbagai wilayah untuk memahami pola adaptasi genetik mereka. Studi ini menggunakan analisis eksom untuk mengidentifikasi perubahan genetik yang berhubungan dengan ketahanan terhadap malaria.
- Temuan ini memberikan wawasan tentang evolusi resistensi malaria yang dapat membantu dalam pengembangan vaksin yang lebih efektif bagi manusia.
Simpanse merupakan kerabat terdekat manusia dalam dunia hewan, dengan kesamaan DNA yang mencapai sekitar 98%. Kesamaan genetik ini memungkinkan para ilmuwan untuk memahami lebih dalam tentang evolusi manusia melalui studi terhadap cara simpanse beradaptasi di berbagai lingkungan dan melawan penyakit.
Sebuah proyek penelitian internasional terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Science mengungkap bahwa gen yang membantu simpanse bertahan hidup di habitat hutan maupun sabana kering ternyata juga berperan dalam perlindungan terhadap malaria. Temuan ini memberikan wawasan penting mengenai hubungan antara evolusi simpanse dan manusia dalam menghadapi penyakit menular.
Baca Juga: Simpanse Gunakan Alat Semakin Canggih, Bukti Budaya yang Diturunkan Antar Generasi
Studi Besar Mengenai Adaptasi Simpanse terhadap Lingkungan
Sebuah penelitian berskala besar mengenai bagaimana simpanse beradaptasi dengan lingkungannya telah memberikan wawasan berharga tentang penyakit manusia. Penelitian ini menunjukkan bahwa simpanse memiliki adaptasi genetik yang memberikan perlindungan terhadap malaria, yang dapat membantu dalam pengembangan vaksin malaria yang lebih efektif bagi manusia.
Dalam jurnal Science, sebuah tim internasional yang terdiri dari 84 peneliti dari berbagai institusi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara menemukan bahwa simpanse memiliki adaptasi genetik yang mirip dengan manusia dalam hal ketahanan terhadap malaria. Hal ini menunjukkan bahwa ada jalur terbatas bagi evolusi untuk mengembangkan resistensi terhadap parasit malaria.
Harrison Ostridge, penulis utama penelitian sekaligus peneliti pasca doktoral di University College London, menjelaskan bahwa kesamaan genetik antara kera besar telah menyebabkan lonjakan penyakit dari spesies ini ke manusia, termasuk malaria dan HIV/AIDS. Oleh karena itu, studi terhadap simpanse liar menjadi sangat berharga dalam memahami penyakit menular yang juga berdampak pada manusia, serta dapat berkontribusi dalam pengembangan metode pengobatan atau vaksin baru.
Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa bukti adaptasi terhadap malaria pada simpanse dikaitkan dengan gen yang sama yang mempengaruhi ketahanan terhadap malaria pada manusia. Dari sudut pandang evolusi, temuan ini sangat menarik karena menunjukkan kemungkinan jalur yang terbatas dalam evolusi resistensi terhadap parasit malaria.
Baca Juga: Simpanse Liar Makan Tanaman Obat Saat Sakit dan Cedera
Proses Penelitian dan Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, para peneliti mengumpulkan sampel feses serta data lingkungan dari berbagai wilayah tempat simpanse hidup. Dengan kombinasi data genetik dan informasi habitat ini, mereka dapat menyelidiki bagaimana adaptasi terjadi di antara subspesies simpanse yang berbeda.
Para ilmuwan berhasil mengekstraksi dan melakukan analisis sekuens eksom (bagian dari genom yang mengkode protein) dari 388 simpanse liar. Simpanse ini berasal dari 30 populasi yang berbeda, mencakup empat subspesies utama. Selain itu, penelitian ini juga mengumpulkan sampel feses secara non-invasif dari 828 individu simpanse yang tersebar di 52 lokasi sebagai bagian dari Pan African Programme: The Cultured Chimpanzee.

Kevin Langergraber, seorang primatolog dari Arizona State University yang terlibat dalam penelitian ini, menyatakan bahwa proses pembiasaan simpanse terhadap kehadiran manusia memerlukan waktu yang lama, biaya yang besar, serta tantangan logistik yang kompleks. Oleh sebab itu, penelitian ini memiliki keunikan tersendiri karena berhasil memperoleh data dari wilayah geografis yang luas tanpa harus melakukan pembiasaan terhadap simpanse.
Simpanse sering dikenal sebagai kerabat terdekat manusia, tetapi yang menarik adalah bahwa manusia juga merupakan kerabat terdekat bagi simpanse. Banyak orang mungkin berpikir bahwa gorila lebih dekat hubungannya dengan simpanse karena memiliki kemiripan fisik yang lebih besar. Namun, secara genetika, simpanse lebih erat kaitannya dengan manusia dibandingkan dengan gorila.
Adaptasi Genetik terhadap Malaria
Penelitian ini menemukan bukti adaptasi genetik terhadap patogen tertentu, terutama di antara simpanse yang hidup di hutan, di mana tingkat keberadaan patogen lebih tinggi. Bukti paling kuat ditemukan dalam gen yang berkaitan dengan malaria, seperti GYPA dan HBB. Gen HBB sendiri bertanggung jawab atas anemia sel sabit pada manusia, yang dikenal sebagai mekanisme perlindungan alami terhadap malaria.

Temuan ini mengindikasikan bahwa malaria kemungkinan merupakan penyakit yang signifikan bagi simpanse liar di hutan, dan adaptasi terhadap parasit ini telah berkembang secara independen melalui perubahan gen yang sama pada simpanse dan manusia. Dengan demikian, studi ini mengungkap bagaimana tekanan seleksi akibat penyakit menular telah membentuk evolusi spesies kita dan kerabat terdekat kita.
Baca Juga: Kematian dalam Perspektif Hewan: Memahami Reaksi dan Pemahaman Mereka
Konservasi Keanekaragaman Genetik Simpanse
Selain memberikan wawasan tentang genetika dan penyakit, penelitian ini juga menyoroti pentingnya upaya konservasi. Aida Andrés, salah satu penulis utama dan profesor di University College London, menyatakan bahwa populasi simpanse yang saat ini hanya tersisa beberapa ratus ribu individu tersebar di berbagai lanskap berbeda, mulai dari Afrika Timur hingga Afrika Barat, mencakup hutan hujan tropis yang lebat hingga wilayah sabana terbuka.

Keanekaragaman lingkungan ini menjadikan simpanse unik, karena selain manusia, tidak ada kera besar lain yang mampu bertahan di luar habitat hutan. Studi ini menunjukkan bahwa selain adaptasi perilaku, populasi simpanse juga telah mengalami perbedaan genetik untuk bertahan hidup di lingkungan yang beragam.
Simpanse saat ini menghadapi berbagai ancaman, termasuk perubahan lingkungan akibat perubahan iklim dan tekanan dari aktivitas manusia. Oleh karena itu, menjaga keragaman genetik mereka sangat penting untuk memastikan daya tahan spesies ini terhadap perubahan lingkungan dan untuk menjamin kelangsungan hidup mereka dalam jangka panjang.