- Sebuah riset terbaru dari para peneliti kini menambahkan temuan baru dengan mendeskripsikan spesies tikus hutan dari Gunung Tompotika, di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah bagian timur.
- Penemuan ini menambah daftar panjang mamalia endemik Sulawesi yang terus bertambah seiring eksplorasi lapangan yang lebih intensif.
- Sejak 2012, lebih dari 20 spesies baru mamalia berhasil dideskripsikan dari Sulawesi, menunjukkan betapa kayanya fauna endemik yang terus diungkap melalui penelitian.
- Data penemuan ini diharapkan menjadi pijakan penting memperkuat kebijakan konservasi dan memacu riset lanjutan dalam mendokumentasikan kekayaan hayati Indonesia.
Pulau Sulawesi, dengan bentuknya yang unik, telah lama dikenal sebagai “laboratorium alami” yang menyimpan keanekaragaman hayati endemik luar biasa. Sebuah riset, mendeskripsikan spesies baru tikus hutan dari Gunung Tompotika, di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, bagian timur.
Penemuan ini merupakan kabar baik bagi dunia biologi dan upaya konservasi di Pulau Sulawesi yang merupakan pulau istimewa di dunia, karena sejarah geologinya yang unik. Penelitian ini merupakan bagian dari kajian sistematika dan biogeografi mamalia Asia Tenggara yang menyoroti keragaman tikus hutan.
Tim peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bersama mitra riset dari Amerika Serikat, Australia, Prancis, dan Malaysia berhasil melaporkan penemuan tikus endemik Sulawesi tersebut yang diberi nama Crunomys tompotika.

Anang Setiawan Achmadi, peneliti PRBE BRIN, menjelaskan tikus hutan Tompotika dideskripsikan dari spesimen yang dikoleksi di kawasan Gunung Tompotika, Sulawesi Tengah. Tubuhnya sedang, ekor relatif pendek dibandingkan panjang tubuh, serta bulu rapat dengan tekstur khas kelompok Crunomys. Habitatnya, berupa hutan pegunungan alami dengan vegetasi lebat yang relatif masih terjaga.
“Penemuan ini menambah daftar panjang mamalia endemik Sulawesi yang terus bertambah seiring eksplorasi lapangan lebih intensif,” kata Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (26/8/2025).
Selain mendeskripsikan spesies baru, jelas Anang, penelitian ini merevisi taksonomi besar dengan menyatukan seluruh anggota Maxomys (tikus berduri/Spiny Rats) ke dalam genus Crunomys. Berdasarkan analisis ribuan penanda DNA, termasuk data genomik resolusi tinggi, menunjukkan bahwa Maxomys tidak membentuk kelompok yang utuh (non-monofiletik) jika dipisahkan dari Crunomys. Sehingga, revisi ini dianggap paling tepat untuk mencerminkan hubungan evolusi sebenarnya.

Sulawesi kaya fauna endemik
Temuan spesies baru tikus hutan Tompotika ini dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional Journal of Mammalogy yang dipublikasikan 13 Juni 2025, dengan judul “Systematics and historical biogeography of Crunomys and Maxomys (Muridae: Murinae), with the description of a new species from Sulawesi and new genus-level classification.”
Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa sampel seekor tikus betina dewasa yang kemudian diberi kode FMNH 213454/MZB 36997 menjadi holotipe atau spesimen rujukan utama untuk spesies baru ini. Dengan cermat, tim peneliti mengumpulkan data morfologi, termasuk kulit yang diisi, tengkorak, dan kerangka yang dibersihkan.
Sampel hati juga diambil untuk analisis DNA, sebuah langkah krusial dalam dunia taksonomi moderen. Melalui analisis genetik yang mendalam, terungkap bahwa tikus dari Tompotika ini memiliki kekerabatan erat dengan tikus dari genus Crunomys.
“Spesies ini dinamai berdasarkan asal geografisnya, yaitu dari Gunung Tompotika, sebuah puncak di dekat ujung semenanjung timur Sulawesi,” Giarla dan kolega.
Penelitian ini tidak berhenti pada deskripsi satu spesies baru. Tim juga menemukan fakta lain bahwa tikus gunung tompotika (Crunomys tompotika) adalah kerabat dekat dengan Crunomys wattsi, spesies yang endemik di AoE (Areas of Endemism) Sulawesi bagian timur-tengah. Kedua spesies ini, meskipun berkerabat dekat, dapat dibedakan dengan jelas berdasarkan karakter morfologi kualitatif dan kuantitatif, yang membenarkan pengakuan mereka sebagai spesies berbeda.
Temuan ini memberikan gambaran lebih dalam tentang sejarah evolusi tikus hutan di Sulawesi. Hal ini menunjukkan bahwa geografi Sulawesi yang unik, dengan banyak semenanjung dan perbukitan, berperan sebagai pendorong utama keragaman genetik yang tinggi.
“Diversifikasi dalam kelompok Crunomys hellwaldii dan Crunomys musschenbroekii mungkin didorong sebagian oleh hambatan laut atau daerah habitat yang tidak cocok (misalnya, area non-hutan) di antara bagian-bagian pulau yang berbeda,” terang Giarla dan kolega dalam publikasi ilmiah mereka.

Anang menambahkan, pentingnya mengenai penelitian biodiversitas secara berkelanjutan. Penemuan Crunomys tompotika, katanya, menunjukkan pentingnya eksplorasi lapangan dan kolaborasi internasional dalam mengungkap keragaman mamalia di Sulawesi. Hasil ini menjadi bukti nyata bahwa masih banyak kekayaan hayati Indonesia yang menunggu untuk dipelajari lebih dalam.
Sejak 2012, lebih dari 20 spesies baru mamalia berhasil dideskripsikan dari Sulawesi, menunjukkan betapa kayanya fauna endemik yang terus diungkap melalui penelitian. Dengan adanya tambahan spesies baru, para ahli menegaskan pentingnya upaya eksplorasi biodiversitas di kawasan Wallacea, yang hingga kini masih kurang terwakili dalam studi biologi dibandingkan kawasan lain di Indonesia.
“Penemuan spesies baru Crunomys dari Sulawesi ini membuka jendela baru terhadap sejarah evolusi hewan kecil di wilayah Wallacea, serta menegaskan pentingnya klasifikasi ulang pada tingkat genus untuk memahami keanekaragaman mamalia Indonesia secara lebih akurat,” ujar Anang.
Kolaborasi lintas negara, sambung dia, memungkinkan pemanfaatan teknologi genomik terkini serta memperluas cakupan data biogeografi, sehingga menghasilkan kesimpulan yang lebih komprehensif mengenai sejarah evolusi mamalia di Asia Tenggara. Selain itu, penemuan Crunomys tompotika sekaligus membuka peluang penelitian lebih lanjut, baik terkait ekologi maupun interaksinya dalam ekosistem hutan Sulawesi.
“Data ini diharapkan menjadi pijakan penting memperkuat kebijakan konservasi dan memacu riset lanjutan dalam mendokumentasikan kekayaan hayati Indonesia,” pungkasnya.
Referensi:
Giarla, T. C., Achmadi, A. S., Pierre-Henri, F., Handika, H., Chipps, A. S., Swanson, M. T., Nations, J. A., Morsyari, M. A., William-Dee, J., Inayah, N., Dwijayanto, E., Rizal, M., Putra, J., Kyril, E., Khan, F. A. A., Heaney, L. R., Rowe, K. C., & Esselstyn, J. A. (2025). Systematics and historical biogeography of Crunomys and Maxomys (Muridae: Murinae), with the description of a new species from Sulawesi and new genus-level classification. Journal of Mammalogy, Volume 106, Issue 4, August 2025, Pages 832–858, https://doi.org/10.1093/jmammal/gyaf006
*****