- Penelitian terbaru mengungkap hiu purba terbesar bisa mencapai panjang 24,3 meter dengan berat hingga 94 ton, jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya sekitar 16 meter dan 48 ton.
- Tubuhnya diperkirakan lebih ramping dan memanjang, bukan gemuk seperti hiu putih besar, sehingga efisien untuk berenang jarak jauh meski bukan sprinter laut tercepat.
- Predator puncak ini punah 2,6 juta tahun lalu akibat pendinginan laut, berkurangnya mangsa, dan persaingan dengan hiu putih modern, namun tetap hidup dalam imajinasi populer lewat film dan cerita.
Pada Agustus 2018, Warner Bros merilis film The Meg. Film ini menampilkan seekor hiu purba raksasa sepanjang 25 meter yang muncul kembali dari Palung Mariana, palung terdalam di dunia, untuk meneror manusia. Film tersebut sukses menarik jutaan penonton di seluruh dunia. Namun gambaran itu menimbulkan pertanyaan besar: seberapa akurat sebenarnya kisah monster laut yang dipopulerkan Hollywood dibandingkan dengan temuan ilmiah?
Misteri hiu purba ini selalu memancing rasa ingin tahu. Fosil yang ditemukan sebagian besar berupa gigi berukuran raksasa dan beberapa tulang belakang. Kerangka lengkap tidak pernah ditemukan karena tubuh hiu tersusun dari tulang rawan yang jarang membatu. Kondisi ini membuat ukuran tubuh asli sulit dipastikan. Para ilmuwan hanya bisa membuat perkiraan berdasarkan perbandingan dengan spesies hiu modern. Hasilnya berbeda-beda dan memicu perdebatan panjang, dari sekadar spekulasi hingga model ilmiah yang lebih presisi.

Perkiraan ukuran hiu purba ini biasanya berkisar antara 15 hingga 18 meter. Sumber utama perhitungan berasal dari gigi fosil yang luar biasa besar. Dengan panjang mencapai 18 cm, gigi itu menunjukkan predator ini memiliki rahang yang sangat kuat. Akan tetapi, tanpa kerangka lengkap, sulit memastikan ukuran tubuh yang sesuai.
Pada 2020, tim peneliti dari University of Bristol dan Swansea University melakukan langkah penting. Mereka tidak hanya menggunakan hiu putih besar sebagai pembanding, tetapi juga empat spesies hiu lamniform lain seperti mako dan salmon shark. Dengan model matematika, mereka menyimpulkan panjang hiu purba ini sekitar 16 meter dengan berat sekitar 48 ton. Kepala diperkirakan sepanjang 4 meter, sirip punggung setinggi 1,6 meter, dan ekor sekitar 3,8 meter. Riset ini menegaskan bahwa hiu purba tersebut bukan sekadar versi raksasa dari hiu putih besar modern, melainkan spesies berbeda dari garis keturunan otodontid.
Baca juga: Penemuan Langka: Hiu Oranye dengan Mata Putih, Fenomena Pertama di Dunia
Temuan terbaru: lebih panjang dan lebih ramping
Studi 2020 dianggap konservatif. Namun penelitian baru yang dirilis pada 2024 dan 2025 mengguncang pandangan itu. Tim internasional yang dipimpin Kenshu Shimada dari DePaul University menggunakan vertebra utuh yang ditemukan di Belgia dan Denmark, lalu membandingkannya dengan data dari 145 spesies hiu modern dan 20 spesies fosil. Dengan basis data yang lebih luas, para peneliti menghasilkan model tubuh yang lebih akurat.
Individu terbesar diperkirakan mencapai panjang hingga 24,3 meter dengan berat mendekati 94 ton. Sebagai perbandingan, paus biru bisa mencapai panjang 30 meter dengan berat 180 ton. Artinya, meskipun tidak seberat paus biru, hiu purba ini berada di kelas ukuran yang sama untuk panjang tubuh, menjadikannya predator terbesar yang pernah hidup. Bayi yang baru lahir pun sudah mencapai 3,6 hingga 3,9 meter, setara dengan hiu putih dewasa masa kini. Fakta ini menegaskan bahwa sejak awal kehidupan, predator ini sudah menempati posisi puncak dalam rantai makanan.

Temuan terbaru juga mengubah cara pandang terhadap bentuk tubuhnya. Selama ini, banyak ilustrasi menampilkannya sebagai versi raksasa dari hiu putih besar, dengan tubuh gemuk dan tebal. Namun riset baru menunjukkan tubuhnya kemungkinan lebih ramping dan memanjang, menyerupai lemon shark atau mako. Bentuk tubuh seperti ini lebih efisien untuk berenang jarak jauh melintasi samudera. Meski tidak secepat hiu putih besar dalam mengejar mangsa jarak pendek, efisiensi energi yang tinggi memberi keunggulan bagi predator raksasa ini untuk menjelajahi area laut yang luas.
Baca juga: Hiu Lebih Tua dari Dinosaurus. Apa Rahasia Mereka Bisa Bertahan Hidup Selama Itu?
Predator puncak laut purba
Sebagai predator puncak, hiu purba ini berkuasa di lautan antara 15 juta hingga 3,6 juta tahun lalu. Dengan rahang sepanjang lebih dari dua meter dan gigi bergerigi besar, kekuatan gigitannya diperkirakan melebihi 100.000 Newton. Itu kemungkinan menjadi gigitan paling kuat yang pernah dimiliki predator laut sepanjang sejarah. Bukti fosil menunjukkan ia memangsa berbagai hewan besar, mulai dari paus purba, dugong, lumba-lumba, hingga anjing laut dan singa laut. Tidak ada predator lain di lautan terbuka yang sanggup menandingi kekuatannya.

Strategi berburu diduga melibatkan serangan mendadak dari bawah, diarahkan ke perut paus purba yang lebih rentan. Dengan tubuh masif, hewan ini tidak perlu bergerak cepat terus-menerus, melainkan mengandalkan satu kali serangan bertenaga besar untuk melumpuhkan mangsa. Bentuk tubuh ramping yang terungkap dari penelitian terbaru mendukung gagasan ini, karena memungkinkan predator raksasa ini berenang jauh melintasi samudera untuk mencari mangsa. Meski bukan sprinter laut tercepat, efisiensi tubuhnya membuat ia mampu menjelajahi area luas, mempertahankan dominasinya sebagai penguasa samudera purba.
Penelitian isotop seng pada gigi fosil yang dipublikasikan pada 2022 juga memberi petunjuk penting. Pola makan hiu purba ini berubah seiring pertumbuhan. Bayi dan remaja kemungkinan memangsa ikan besar serta hiu lain, sedangkan individu dewasa beralih ke mamalia laut seperti paus kecil. Perubahan diet ini memastikan ketersediaan mangsa pada setiap tahap kehidupan. Dengan lahir dalam ukuran besar, bayi hiu purba ini sudah mampu memangsa hewan yang tidak bisa ditangani hiu modern seusianya. Adaptasi ini menunjukkan bagaimana predator raksasa ini menjaga posisinya di puncak rantai makanan sejak lahir hingga dewasa.
Penyebab kepunahan
Predator raksasa ini punah sekitar 2,6 juta tahun lalu pada akhir zaman Pliosen. Perubahan iklim global menjadi salah satu faktor paling penting. Pendinginan bumi menyebabkan perairan tropis yang hangat menyusut drastis, sementara hiu purba ini bergantung pada wilayah tersebut untuk berkembang biak dan berburu. Air yang lebih dingin tidak hanya mengurangi habitat utama, tetapi juga mengubah distribusi mangsa di lautan. Paus purba yang menjadi sumber makanan utama berkurang jumlahnya karena perubahan ekosistem, sehingga tekanan terhadap populasi predator ini semakin besar.
Persaingan dengan hiu putih besar yang muncul sekitar 5 juta tahun lalu juga menambah beban ekologis. Walaupun ukurannya lebih kecil, hiu putih modern lebih adaptif. Ia mampu bertahan di perairan dengan suhu yang lebih beragam, bergerak lebih cepat, dan memiliki strategi berburu yang lebih fleksibel. Dengan ukuran tubuh lebih ringan, hiu putih juga memerlukan energi lebih sedikit dibandingkan predator raksasa ini, memberi keunggulan saat sumber makanan semakin terbatas.

Faktor reproduksi memperparah kerentanan. Bayi hiu purba ini lahir dalam ukuran besar, rata-rata 3,6 hingga 3,9 meter, yang berarti jumlah anak dalam satu kelahiran relatif sedikit. Strategi ini menguntungkan dalam kondisi laut stabil karena bayi besar memiliki peluang bertahan lebih tinggi. Namun ketika lingkungan berubah cepat, jumlah anak yang terbatas membuat populasi sulit pulih. Dengan laju kelahiran rendah, kepunahan menjadi lebih mungkin terjadi.
Beberapa ilmuwan juga mengaitkan kepunahan predator ini dengan perubahan arus laut global pada awal zaman es. Arus baru membentuk pola migrasi paus yang berbeda, sehingga jalur berburu tradisional hilang. Ditambah tekanan dari predator lain yang lebih kecil dan gesit, dominasi hiu raksasa ini akhirnya runtuh. Kombinasi perubahan iklim, berkurangnya mangsa, persaingan antar predator, dan strategi reproduksi yang tidak adaptif membentuk badai sempurna yang membawa akhir bagi penguasa laut purba ini.