- Kandungan partikel mikroplastik ditemukan di udara kota Semarang Jateng. Temuan mikroplastik di Semarang terbanyak ke-4 di Indonesia setelah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas udara terutama di kota besar di Indonesia sangat mengkhawatirkan.
- Prigi Arisandi, Pendiri Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengatakan sumber utama pelepasan partikel mikroplastik berasal dari aktivitas manusia. Mulai dari rumah tangga, industri, dan transportasi. Warga diminta jangan membakar sampah plastik dan bijak dalam penggunaan sampah sekali pakai.
- Inneke Hantoro, Pakar Teknologi Pangan Universitas Soegijapranata (Unika) Semarang menemukan kandungan mikroplastik pada kerang dan ikan di pesisir pantai utara (Pantura) Jawa. Dampak pencemaran bisa masuk ke tubuh melalui konsumsi. Beresiko menimbulkan masalah keamanan pangan, kesehatan, dan ancaman bagi masa depan bangsa.
- Plastik pertama kali ditemukan oleh Alexander Parkes pada pertengahan abad ke-19. Material awalnya berbasis zat alami, sebagai solusi menghadapi kepunahan gajah dan kura-kura karena gading dan cangkang mereka digunakan untuk memproduksi barang seperti tuts piano, bola biliar, hingga sisir. Saat ini plastik menjadi masalah lingkungan dan ancaman kesehatan manusia. Partikel mikroplastik sudah ditemukan dalam darah, otak, dan janin manusia.
Temuan partikel mikroplastik tak hanya pada air hujan di Jakarta, Surabaya dan Kota Malang Jawa Timur (Jatim).. Penelitian Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) juga temukan kandungan mikroplastik di udara Kota Semarang, Jateng.
Semarang bahkan tercatat sebagai kota terbanyak keempat di Indonesia setelah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Bandung. Penelitian ini menunjukkan, kualitas udara terutama di kota besar sangat mengkhawatirkan.
“Dari 18 kota di Indonesia yang kami teliti, Semarang nomor empat, ada sekitar 13-14 partikel di udaranya. Ini jadi warning (peringatan) bagi warga di Semarang,” kata Prigi Arisandi, Pendiri Ecoton.
Dia bilang, sumber utama pelepasan partikel mikroplastik berasal dari aktivitas manusia, mulai dari rumah tangga, industri, dan transportasi.
Mayoritas partikel mikroplastik di 18 kota periode Mei-Juli 2025 berbentuk fragmen 53,23%, fiber 46,14% dan film 0,6%. Sedangkan di Semarang adalah jenis poliolefin (C-H alifat), berasal dari plastik kemasan makanan, peralatan rumah tangga, pipa, otomotif, dan produk sekali pakai.
“Jangan bakar sampah, kurangi penggunaan plastik kemasan sekali pakai. Perhatikan gaya hidup,” katanya.
Ecoton juga temukan kandungan mikroplastik pada air hujan di Kota Solo dan Boyolali, Jateng.
Sofi Azilan Aini, peneliti Ecoton mengatakan, ada beberapa penyebab tingginya partikel mikroplastik di Solo. Pembakaran sampah terbuka terutama plastik multilayer dan tekstil sintetis yang melepaskan fiber ke atmosfer. Termasuk gesekan ban kendaraan bermotor dan rem kendaraan di aspal, serta sampah plastik yang tak terkelola.
“Mikroplastik berukuran sangat kecil dapat melayang dalam atmosfer ratusan kilometer. Semakin banyak yang bakar sampah plastik, semakin banyak mikroplastik yang dilepaskan di udara dan terbawa air hujan,” katanya.

Yuk, segera follow WhatsApp Channel Mongabay Indonesia dan dapatkan artikel terbaru setiap harinya.
Ikan dan kerang
Inneke Hantoro, Pakar Teknologi Pangan Universitas Soegijapranata (Unika) Semarang menemukan kandungan mikroplastik pada kerang dan ikan di pesisir pantai utara (Pantura) Jawa.
Dia bilang, rata-rata setiap satu kerang darah terdapat 18 partikel mikroplastik, satu kerang hijau ada 71 partikel. Sedangkan ikan bandeng ada enam partikel.
Temuan mikroplastik pada kerang hijau lebih banyak karena mereka hidup lebih dekat dengan manusia, yang mana memproduksi sampah sangat banyak. Meski begitu, secara umum, pesisir Semarang memang sudah sangat tercemar. Selalu ada plastik di laut dan pantainya.
“Dampak pencemaran akan sampai ke kita juga karena mikroplastik bisa masuk ke tubuh melalui konsumsi hasil laut yang tercemar tadi. Akan berisiko menimbulkan masalah keamanan pangan dan juga kesehatan,” katanya.
Inneke melanjutkan, laut merupakan sumber protein yang sangat berharga. Sebab banyak nutrisi penting tak ada di daratan, misal, omega tiga yang hanya ada di hasil laut. Manusia, katanya, sangat memerlukan omega tiga sejak masih janin hingga tua.
Sementara, pemerintah menyerukan kegemaran makan ikan agar tubuh mendapatkan asupan protein tinggi. Saat yang sama, laut seperti mangkuk berisi sampah berbahaya sehingga menimbulkan paradoks.
“Kalau bicara ketahanan pangan, tak sekadar jumlah makanan yang cukup atau diakses. Tetapi juga harus ada aspek aman, kalau tidak aman bagaimana kemudian bermanfaat bagi tubuh kita.”
Penelitian Salsabila dkk berjudul Karakteristik Mikroplastik di Perairan Pulau Tengah Karimunjawa menemukan, ada mikroplastik di perairan Kepulauan Karimunjawa. Pengambilan sampel air laut menggunakan plankton net dan mengukur parameter fisika dan kimianya.
Hasil penelitian, mikroplastik di perairan Pulau Tengah Karimunjawa sebanyak 142,44 partikel/m3. Ada pun jenis mikroplastiknya berupa fiber, fragment, film, dan pellets. Mikroplastik di Kepulauan Karimunjawa memiliki potensi mengkontaminasi terumbu karang.

Bahaya bagi manusia
Sejarah mencatat, plastik merupakan penemuan besar pada pertengahan abad ke-19. Plastik merupakan solusi untuk menghadapi kepunahan gajah dan beberapa spesies kura-kura. Gading dan cangkang mereka untuk memproduksi barang seperti tuts piano, bola biliar, hingga sisir.
Alexander Parkes, perajin cum ahli kimia asal Birmingham Inggris kemudian menemukan material semi-sintetis yang berbasis pada zat alami (selulosa nitrat) pada 1862. Dikenal sebagai Parkesine yang merupakan plastik buatan pertama.
Penemuan ini kemudian dikembangkan oleh mantan manajer pabriknya bernama Daniel Spill dan pengusaha John Wesley Hyatt yang kemudian mendirikan Manufacturing Company di Amerika Serikat.
Sejak itu, plastik mengalami perkembangan sangat pesat. Abad XX, muncul plastik sintetis dan menjadi primadona sebagai solusi pembuatan barang-barang sehari-hari.
Hingga akhirnya plastik menjadi masalah lingkungan karena sifat kimia yang menjadikan sebagai material serbaguna dan tahan lama justru sulit untuk terurai.
Barang-barang terbuat dari plastik mengalami proses degradasi karena sejumlah faktor yang kemudian memecah plastik menjadi bagian yang sangat kecil dan tak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Mikroplastik masuk ke tubuh manusia melalui pelbagai cara, mulai dari konsumsi makanan, minuman, penggunaan kosmetik, dan kontaminasi plastik sekali pakai. Pukovisa Prawirohardjo, Tim Riset Mikroplastik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) mengatakan, kandungan mikroplastik ditemukan di dalam darah manusia. Temuan ini sangat membahayakan karena organ yang paling banyak menyerap darah adalah otak manusia.
“Darah yang terpapar mikroplastik tinggi berpengaruh kepada otak karena darah mengalir ke sana. Organ ini kan yang bikin manusia menjadi manusia (karena untuk proses berpikir). Kalau otak kena, kognitif kena.”
Belum ada teknologi yang bisa membersihkan endapan mikroplastik di dalam otak manusia. Jika kemampuan kognitif manusia menurun, berdampak kepada konsentrasi, penalaran, penurunan kualitas berpikir dan kualitas hidup manusia.
Temuan mengejutkan lain dari Thorsten Braun dkk, bahwa mikroplastik terdapat pada plasenta ibu hamil dan cairan ketuban. Apabila ini dibiarkan, bisa menjadi ancaman masa depan bangsa karena kualitas manusia menurun.
*****