- Pasir dan batu menghantam permukiman warga Dusun Sumberlangsep, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang di tepi Kali Regoyo, pada Jumat, 12 Desember 2025. Aliran material vulkanik tersebut menumpuk, meluber hingga menerjang rumah-rumah di sekitar Kali Regoyo.
- Pemerintah desa dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang turun mengevakuasi para penyintas. Mereka dievakuasi di tenda pengungsian yang didirikan di lapangan samping Balai Desa setempat. Sedangkan sebagian masih bertahan dengan mendirikan tenda di atas perbukitan.
- Indah Amperawati, Bupati Lumajang, mengunjungi Dusun Sumberlangsep dan kembali meminta warga bersedia direlokasi ke hunian tetap (huntap) di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro. Lokasinya aman dari ancaman banjir lahar Gunung Semeru.
- Seorang relawan bernama Isa, warga Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, terseret aliran kali regoyo pada, Sabtu 20 Desember 2025. Isa bersama relawan Jemaah Rotibul Haddad Pasirian sedang mengendarai motor dengan membawa bantuan untuk para warga Dusun Sumberlangsep.
Musiati, berkutat di dalam tenda biru yang suami dan anak-anaknya dirikan di atas bukit Dusun Sumberlangsep, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur (Jatim). Tenda itu ala kadarnya sebagai tempat tinggal sementara untuk menghindari luapan material vulkanik dari Gunung Semeru.
Siang itu, perempuan 60 tahun ini sibuk menyiapkan kudapan untuk anak dan suaminya yang tengah membuat adonan semen dan batu.
“Nyicil membangun rumah. Rumah saya tenggelam, tertimbun pasir,” kata ibu dua anak ini sembari menunjuk rumah yang hanya terlihat bagian atap.
Pondasi rumah berukuran sekitar lima meter kali lima meter berdiri di samping tenda. Di sini, bakal dia bangun rumah barunya.
Matanya nanar, saat melihat rumah yang berdiri sejak 30 tahun lalu itu rusak parah. Pasir dari lahar Semeru meluap dari Kali Regoyo menenggelamkan rumahnya pada 12 Desember lalu.
Pemukiman di desa itu terkubur dampak erupsi Semeru.
Kala itu, Musiati sedang di dalam rumah mendengar suara gemuruh yang makin lama makin dekat. Dia dan keluarganya segera keluar. Saat itulah, dia mendapati pasir dan bebatuan bak bah menerjang rumah-rumah di sekitar Kali Regoyo.
Rumahnya yang hanya berjarak sepelemparan batu dari Kali Regoyo tak luput dari terjangan. Bersama suami dan anak-anaknya, dia bergegas berlari ke area perbukitan. Tak banyak harta benda yang bisa mereka selamatkan, kecuali sepeda motor yang mereka pakai sehari-hari. Semua terendam pasir.

Paling parah
Bagi Musiati, terjangan pasir dan batu lahar dingin kali ini yang terparah sepanjang hidupnya. Peristiwa serupa pernah terjadi pada 1976. Namun, pasir hanya setinggi lutut orang dewasa. Saat itu, seorang balita hilang terseret arus. Beruntung, kejadian tahun ini tak ada korban jiwa.
Arifin juga bernasib sama. Rumah yang dia bangun sejak 15 tahun lalu hancur, terseret sejauh 10 meter dari lokasi semula. Arifin sebagai penambang pasir dan petani kopi ini tak menyangka pasir di Kali Regoyo meluap hingga menyeret rumahnya. Selama tinggal di sana, erupsi Semeru tak sampai merusak rumahnya.
“Biasanya setinggi lutut, setelah itu kembali aman,” kata pria 46 tahun ini.
Bersama anak dan istrinya berlari meninggalkan rumah, menyelamatkan diri ke area lebih tinggi. Di lokasi itu, dia bersama puluhan keluarga mendirikan tenda untuk tempat tinggal sementara.
“Pasir panas, ada tetangga yang terperosok. Kakinya merah, panas,” katanya.
Arifin tak tahu bagaimana nasibnya setelah ini. Butuh dana dan waktu untuk kembali membangun rumah. Untuk itu, dia pun berharap pemerintah membantunya membangunkan rumah yang aman dan di desa sekitar.
“Kalau rumah di luar desa kami keberatan. Kami kan bekerja di sini, kalau jauh ongkos transportasi mahal.”
Bantuan bahan makanan berupa sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) terus mengalir dari berbagai pihak untuk membantu keluarga para penyintas.

Ratusan orang mengungsi
Arifin bekerja berkelompok bersama lima orang menambang pasir di Kali Regoyo. Mereka bekerja sejak subuh sampai tengah hari. Setiap hari, mereka mampu mengisi tiga bak truk pasir dengan upah Rp250 ribu setiap truknya.
“Rata-rata penghasilan Rp 150 ribu per hari,” katanya.
Asosiasi Honda CB Indonesia (AHCI) turut membantu para penyintas erupsi Gunung Semeru. Hasil donasi anggota AHCI mereka belikan material bangunan untuk keluarga Musiati.
“Membantu kawan yang terdampak bencana. Sementara material bangunan. Kami juga membantu korban banjir di Padang dan Aceh Tamiang,” kata Dwi Saiful Rochman, Pengurus Divisi Sosial AHCI saat menyerahkan bantuan.
Robin, Sekretaris Desa Jugosari mengatakan, selain rumah, tanggul sungai juga hancur karena tak mampu menahan hempasan pasir dan batu dari Kali Regoyo.
“Awalnya pasir menghantam tujuh rumah, setinggi satu meter. Kemudian menyusul hingga total menenggelamkan dan merusak 26 rumah dan sebuah masjid.”
Aliran pasir dan batu melampaui tanggul, meluber dan menghantam rumah di sekitar sungai.
Pemerintah desa dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang turun mengevakuasi para penyintas dan membawanya ke tenda pengungsian di lapangan samping balai desa setempat. Meski begitu, sebagian masih bertahan dengan mendirikan tenda di perbukitan.
“Mereka tak mau pindah, padahal tenda yang dibangun tak layak huni,” kata Robin.
Total penyintas 31 keluarga terdiri atas 63 jiwa karena rumahnya rusak, tertimbun pasir Gunung Semeru. Selain itu, sejumlah warga di tepi aliran Kali Regoyo turut khawatir terjadi banjir susulan. Mereka memutuskan mengungsi di tenda pengungsian.
“Total 100 keluarga di Dusun Sumberlangsep yang mengungsi,” katanya.
Menurut dia, Dusun Sumberlangsep tak layak huni, material vulkanik berupa pasir dan batu dari Semeru lebih tinggi dibanding rumah warga. Apalagi, musim penghujan, khawatir memberikan dampak lebih luas, menghanyutkan material vulkanik Gunung Semeru.
“Pada 2021, Dusun Sumberlangsep sempat terisolir saat erupsi Gunung Semeru,” jelas Robin.
Dorong relokasi
Indah Amperawati, Bupati Lumajang mengunjungi Dusun Sumberlangsep dan kembali meminta warga bersedia relokasi ke hunian tetap di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro. Lokasinya aman dari ancaman banjir lahar Gunung Semeru.
Bupati bilang, terdapat 118 huntap telah pemerintah bangun sejak dua tahun lalu. Lkasinya sejauh 17 kilometer dari Dusun Sumberlangsep.
“Pemkab Lumajang pernah menawarkan kepada warga untuk direlokasi sejak dua tahun lalu, namun mereka menolak,” katanya, dilansir dari Antara, Minggu, 7 Desember 2025.
Semua warga, katanya, telah dievakuasi ke tempat aman. “Mereka yang tetap tidak mau, maka risiko ditanggung sendiri dan harus menandatangani berita acara karena itu tanggung jawab pemerintah,” katanya.

Tambang jalan terus
Sementara aktivitas penambangan pasir terus berlangsung. Ratusan truk bak terbuka hilir mudik melaju di perkampungan Desa Jugosari. Di tepi Kali Regoyo, tiga eksavator menggaruk pasir dari badan sungai dan memindahkannya ke bak truk.
Sedangkan sejumlah warga hilir mudik melintasi Kali Regoyo, sebagian menaiki sepeda motor, ada pula yang berjalan melintasi sungai.
Mereka membawa bahan makanan bantuan untuk warga yang bertahan di perbukitan. Sedangkan empat personel potensi SAR berjaga di area tersebut. Isa, relawan asal Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, terseret aliran Kali Regoyo seperti dilansir Kompas.com pada, 20 Desember 2025.
Isa bersama relawan Jemaah Rotibul Haddad Pasirian sedang mengendarai motor dengan membawa bantuan untuk para warga Dusun Sumberlangsep.
Saat Isa dan rombongan membawa bantuan tengah menyeberang, mendadak sepeda motor terperosok di aliran Kali Regoyo. Beruntung, warga dan para penambang pasir berhasil menahan tubuh Isa sehingga tak terseret jauh.
Saat itu aliran Kali Regoyo cukup deras. Ditambah, material batu dan pasir di dasar sungai tidak stabil. Sehingga, sepeda motor yang dikendarai Isa tergelincir saat menyeberangi sungai.
*****
