Kita dapat membedakan seekor owa jawa (Hylobates moloch) itu jantan atau betina hany dengan mendengarkan suaranya saja.
Fauzia Yudanti, Data Koordinator Data Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara (Kiara), mengatakan dari suara memang kita dapat mengenali perbedaan individu tersebut. Pagi hari, saat owa aktif biasanya akan mengeluarkan suara.
Dikarenakan owa jawa tidak sahut-sahutan, maka suara sang betina akan lebih dominan. Sebenarnya, male/jantan juga bersuara, hanya tidak berayun. Sementara female/betina, saat bersuara ada alunannya atau great call, yang panjang dan nyaring.
“Jadi, saat terdengar suara panjang, nyaring membahana, serta bernada, dipastikan itu owa jawa betina.”
Fauzia menambahkan, berdasarkan karakteristik, tim Kiara coba mendeteksi keberadaan satwa diurnal ini di hutan Citalahab, wilayah TNGHS, menggunakan passive acoustic monitoring (PAM).
Dalam penelitian tersebut, tim memasang alat perekam swiftone pada area hutan primer sejak Agustus 2022 hingga Juni 2023. Metode perekaman 24 jam tersebut, menggunakan pengaturan sample rate sebesar 48 KHz dan gain 28 dB.
Wendy Erb, peneliti bioakustik dari K. Lisa Yang Center for Conservation Bioacoustics, Cornell University, Amerika Serikat, menjelaskan bahwa secara sederhana bioakustik diartikan sebagai penelitian tentang suara alam. Suara ini bisa berupa satwa liar, tumbuhan, atau juga cacing di tanah.
Di Indonesia, penelitian bioakustik sudah dilakukan terkait suara dugong di Sangihe, Sulawesi, serta berbagai suara ikan yang terdengar seperti bernyanyi. Juga, sejumlah primata di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Tentu juga burung, yang memang jelas terdengar kicaunya, bahkan kodok dan kelelawar.
Secara global, bioakustik digunakan untuk riset di laut Antarktika, merekam nyanyian terkenal paus bungkuk atau Humpback Whale, lalu gajah afrika di Kongo, singa di Kamerun, kodok di Brasil, serta burung di Hawaii.
Untuk penelitian spesies yang sulit dilakukan secara visual -dikarenakan satwa tersebut hidup di pohon dan beraktivitas malam hari, atau hidup di bawah laut- maka perekaman suara bisa menjadi solusi.
Owa jawa, mengutip Pusat Studi Satwa Primata IPB University, merupakan primata endemik Pulau Jawa yang tidak memiliki ekor. Nama lokalnya owa atau wau-wau kelabu, yang dikenal sebagai satwa monogami. Jika terjadi ancaman, owa betina akan mengeluarkan alarm call sebagai pertanda bahaya.
Owa jawa tersebar di taman nasional dan hutan lindung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebut saja di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Ujung Kulon, Gunung Simpang, Leuweung Sancang, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu.
*****





