Mongabay.co.id

Kala Tambang Bangka Dikawal Polisi, Warga dan Kaka Slank Ngadu ke Wakapolri

Pada Senin, 28 April 2014 ini, kapal pembawa alat berat perusahaan tambang datang lagi ke Pulau Bangka. 

Anjing menggonggong kafilah berlalu. Pepatah ini tampaknya cocok disematkan kepada Bupati Minahasa Utara dan perusahaan tambang, PT Mikrgo Metal Perdana (MMP). Mengapa tidak, putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan izin eksplorasi tambang dicabut tetapi tak digubris. Bahkan, alat berat terus masuk ke Pulau Bangka, teranyar, Senin 28/4/14).

Aneh binti ajaib memang, kala perusahaan tambang lain ‘memoratorium operasi’, kecuali pembangunan pabrik smelter, MMP malah tengah sibuk membuat jalan tambang di pulau kecil itu. 

Pada Jumat (25/4/14), perwakilan warga Pulau Bangka, koalisi masyarakat sipil dan Kaka Slank mengadukan masalah tambang Bangka, terutama ‘keberpihakan’ polisi ke Wakapolri di Jakarta.

“Masyarakat sudah taat hukum, masyarakat sudah patuh hukum. Mengapa pejabat tak patuh hukum,” kata Edward Banghamu, warga Desa Libas Pulau Bangka.

Edward mengeluhkan ulah Bupati Minahasa Utara, Sompie Singal kepada Wakapolri, Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. Gugatan warga sudah menang di MA pada 24 September 2014, agar bupati mencabut surat izin eksplorasi kepada MMP. Namun, putusan MA ini bak angin lalu. Sampai hari ini Bupati Minahasa Utara tak mencabut izin itu.

“Pulau Bangka itu macam Taman Eden, yang cantik, indah, tempat adam dan hawa. Mengapa harus dirusak tambang.” Mata pria paruh baya ini berkaca-kaca. Suara bergetar.

Dia tampak begitu terluka dengan ulah pemimpin daerah yang tega mengeluarkan izin tambang di pulau yang hanya memiliki luas tak sampai 4.000 hektar itu. Izin tambang lebih dari 2.000 hektar, bisa dipastikan jika beroperasi, pulau akan hancur.

Edward datang dari Sulut bersama warga lain, Merty Mais Katulung, dan pendamping warga, Didi Kaleangan. Ada Kaka Slank, selaku pembuat petisi tolak tambang Bangka di Change.org dan lembaga koalisi organisasi masyarakat sipil, yakni Edo Rachman dari Walhi, Ariefsyah Greenpeace, Ki Bagus Hadi Kusuma Jatam dan Arief Aziz, Change.org. Edward dan Marty, dua warga yang mengajukan gugatan ke PTUN dan menang di MA.

“Perusahaan tetap memasukkan alat berat ke pulau, bahkan dikawal Brimob,” kata Merty, warga Desa Kahuku. Kini, Brimob mengawal pembuatan jalan tambang, bahkan tidur di camp perusahaan.

Sejak tambang masuk, katanya, persaudaraan antar wargapun berpecah. Ada sebagian kecil warga pulau menjual lahan mereka ke perusahaan. “Tambang merusak semua…”

Kaka Slank, angkat bicara. Menurut dia, Bupati Minahasa Utara, bebal karena jelas-jelas warga menang di MA, berarti izin harus dicabut. “Tetapi tak dilakukan. Apa namanya kalo bukan bebal”

Warga Pulau Bangka Marty Mais Katulung, Edward Banghamu, dan pendamping, Didi Kaleangan, usai pertemuan bersama Wakapolri, Badrodin Haiti. Foto: Sapariah Saturi
Dari kanan Yazid Panani, Direktur Tindak Pindana Tertentu Bareskrim Polri; Kaka Slank, Ariefsyah dari Greenpeace dan Edo Rachman Walhi Nasional, dalam pertemuan dengan Wakapolri di Jakarta, Jumat (25/4/14). Foto: Sapariah Saturi

Ariefsyah dari Greenpeace meminta, proaktif Mabes Polri karena ada indikaksi oknum-oknum aparat yang melakukan kriminalisasi dan mendukung perusahaan. “Jadi untuk melihat apa ada pelanggaran kala polisi masih mengawal perusahaan padahal warga sudah menang MA.”

Dalam pertemuan itu juga diserahkan petisi tolak tambang Bangka di Change.org, sudah 19.000-an tanda tangan pendukung.

Wakapolri hadir bersama empat jajarannya. Satu-satu mereka memberikan pandangan. Seperti usulan Ronny F Sompie, Kadivhumas Mabes Polri. Menurut dia, Polda Sulut bisa meminta perusahaan menarik alat berat agar kepolisian tak perlu mengawal di sana.

Menurut Badrodin, masalah muncul di beberapa daerah, termasuk Pulau Bangka karena kepala daerah tak taat hukum. Warga sudah menang di MA tetapi tak dieksekusi Bupati. “Polisi susah eksekusi, itu kelemahan hukum,” katanya.

Dia menyarankan, warga bersama pendamping maupun NGO melakukan komunikasi ke bupati agar segera membatalkan izin sesuai putusan MA.

Di tengah diskusi, Badrodin menelpon Jimmy Sinaga, Kapolda Sulut. “Ini ada warga datang ke Mabes keberatan jika polisi tinggal di camp perusahaan. Upayakan polisi jaga di luar. Agar fair. Adil.”

“Kalau bisa komunikasikan dengan bupati agar dibicarakan. Agar tak ada konflik berkepanjangan.”

“……Kalau sudah dibatalkan MA kan ga bisa berlaku. IUP eksplorasi dicabut MA. Kalau dibatalkan MA kan buat jalan juga ga boleh.” Begitu antara lain petikan ucapan Wakapolri via telepon dengan Kapolda Sulut.

Badrodin memastikan, kepolisian akan memindak jika  perusahaan memulai aktivitas pertambangan.   Tak hanya soal perizinan yang sudah ada keputusan MA, juga ada aturan pemerintah, bahwa per 1 Januari 2014, tak boleh ada ekspor mineral mentah. Perusahaan tambang boleh beroperasi jika sudah membangun pabrik smelter.

Diapun meminta Bareskrim turun ke Sulut melihat kondisi di lapangan. Namun, dia meminta masyarakat menahan diri.

Yazid Panani, Direktur Tindak Pindana Tertentu Bareskrim Polri menyarankan,  warga duduk dulu dengan bupati membahas pencabutan izin ini. “Kami akan koordinasi dengan Polda.”

Alat Berat Masuk Lagi

Pada Senin (28/4/14), satu kapal Sumber Bahagia Jaya, memasuki perairan Pulau Bangka, membawa alat berat, berupa truk-truk dan eskavator perusahaan tambang. Informasi dari Save Bangka Island, kapal sempat tertahan diperiksa TNI AL. Kini sudah mulai mendekat  dan diperkirakan sore merapat ke pantai kala air laut pasang.

Kapal pembawa alat berat perusahaan tambang yang siap berlabuh di Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island
Warga Bangka dan koalisi masyarakat sipil kala rapat dengan Wakapolri mengenai perkembangan terbar kasus tambang di Pulau Bangka, Sulut. Foto: Sapariah Saturi
Exit mobile version