Mongabay.co.id

31 Perusahaan HTI Siap Mulai Pemulihan Gambut

Tragedi karhutla 2015. Perusahaan HTI di Jambi, yang kebakaran pada 2015. Foto: Feri Irawan Direktur Perkumpulan Hijau/ Mongabay Indonesia

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyerahkan surat keputusan mengenai rencana pemulihan gambut kepada 31 perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Artinya, perusahaan-perusahaan ini siap memulai upaya pemulihan gambut pada konsesi mereka.

Ia sebagai tindak lanjut penerbitan surat perintah pemulihan bagi 87 perusahaan HTI beberapa waktu lalu. Mekanisme pemulihan ekosistem gambut dimulai dari pengajuan dokumen rencana kerja usaha (RKU).

“Saya berikan apresiasi kepada 31 perusahaan HTI ini yang sejak awal Desember 2017 bersama-sama kami menyelesaikan dokumen pemulihan ekosistem gambut,” kata MR Karliansyah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Jakarta, Kamis (11/1/18).

Ketigapuluhsatu perusahaan ini, katanya, sudah mendapatkan persetujuan RKU dari Direktorat Pengelolaan Hutan Lestari.

“Jadi aturan mainnya, kami sebagai kelanjutan dari proses persetujuan RKU perusahaan,” katanya.

Selain 31 perusahaan yang sudah mendapatkan SK, katanya, ada 14 perusahaan HTI bersepakat menentukan titik penaatan muka air tanahnya (TMAT). Hingga total 45 perusahaan.

Ke-45 perusahaan itu berada pada 115 kesatuan hidrologi gambut (KHG) dengan areal 1.785.087 hektar. Ia terdiri dari fungsi lindung 1.105.742 hektar, fungsi budidaya 679.345 hektar.

Selain itu, katanya, telah disepakati 3.943 titik penaatan TMAT pada masing-masing areal kerja mewakili 15% wilayah masing-masing. Juga disepakati 397 data logger dan 169 stasiun curah hujan.

“Kalau masing-masing titik mewakili 30 hektar, ini sangat besar,” katanya.

Dari perusahaan yang sudah selesai dokumen rencana pemulihan gambut, disepakati pembangunan 3.943 sekat kanal pada 2017-2026 dan rehabilitasi vegetasi di areal 21.286 hektar, serta suksesi alami seluas 518.418 hektar.

“Jadi masing-masing perusahaan sudah menentukan dimana saja lokasi, berapa panjang. Sedang 14 perusahaan lain pada tahap kesepakatan penaatan titik muka air tanah tapi RKU belum selesai.” katanya.

Karli mengatakan, masih ada 43 perusahaan belum mengusulkan rencana pemulihan ekosistem gambut dan titik penaatan TMAT dengan potensi areal 1.135.379 hektar, terdiri fungsi lindung 565.297 hektar dan fungsi budidaya 570.082 hektar.

Usaha dan kegiatan berizin, katanya, harus ada perubahan dokumen RKU termasuk mencantumkan rencana pemulihan ekosistem gambut yang masih perlu didetilkan.

“Juga menyusun dokumen rencana pemulihan ekosistem gambut, termasuk titik penaatan tinggi muka air tanah, data logger, stasiun pemantauan curah hujan, infrastruktur pembasahan (sekat kanal-red) dan rehabilitasi vegetasi,” katanya.

Karli berharap, perusahaan HTI lain bisa segera menyelesaikan perubahan RKU.

“Kita menghadapi musim kemarau. Kami siap membantu. Ada beberapa perusahaan belum selesai RKU. Kita menunggu proses. Kalau sudah selesai persetujuan RKU, kami proses lagi dokumen pemulihan.”

 

Hutan gambut adalah bagian dari kehidupan kita yang harus dikelola secara benar. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Berbasis masyarakat

Tak hanya pemulihan gambut perusahaan. Pemerintah, katanya, juga sudah pemulihan ekosistem gambut berbasis masyarakat dengan melibatkan perguruan tinggi, fasilitator, dan masyarakat sekitar.

Kegiatan dilakukan pada 19 kabupaten di tujuh provinsi, yakni Aceh, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Total terbangun 175 sekat kanal melalui anggaran APBN.

Mongabay meminta nama-nama ke-45 perusahaan itu, tetapi sampai berita ini turun, belum ada dapatkan data. Data pada awal Desember lalu, baru ada 27 perusahaan yang sudah selesai proses RKU (lihat tabel).

 

Komitmen perusahaan

Hendri Tanjung, perwakilan PT Satria Perkasa Agung (SPA) mengatakan, perusahaan intensif lakukan pembasahan. Perusahaan dengan luas konsesi 76.017 hektar ini menyelesaikan revisi RKU pada 14 November 2017.

“Kunci sukses produktivitas tinggi HTI di lahan gambut adalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Ini bisa dilakukan dengan penerapan pengelolaan tata air, dan sistem sylvikultur,” katanya.

Di wilayah SPA, katanya, terdapat kanal eksisting terdiri dari kanal primer 170,2 kilometer dan kanal sekunder 565,3 kilometer dengan pintu air enam, bendungan 177 dan sekat kanal 404.

Untuk komitmen pengelolaan gambut, kata Hendri, perusahaan berpegang antara lain pada PP Nomor 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Instruksi Presiden Nomor 11/2015 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

“Kami berkomitmen mengikuti seluruh aturan KLHK dan akan melaksanakan semua kewajiban. Kami telah pengelolaan lahan gambut secara bertanggungjawab. Sejauh ini wilayah konsesi kami juga tidak pernah mengalami kebakaran lahan dan berupaya memberdayakan masyarakat sekitar.”

 

 

Suwardana, perwakilan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) mengatakan, pemulihan ekosistem gambut sudah di fungsi lindung antara lain membangun sekat kanal tanpa lintasan 10 unit, sekat kanal dengan lintasan satu, pintu air 21, dan flap gate 10.

Pada fungsi budidaya, juga bangun sekat kanal tanpa lintasan 50, sekat kanal berlintasan 24, pintu air empat, dan flap gate 93.

Rencana pemulihan fungsi ekosistem gambut perusahaan, antara lain tak penanaman kembali di areal eks pemanenan pada fungsi lindung ekosistem gambut.

Pemulihan fungsi hidrologis ekosistem gambut, katanya, melalui pemetaan tofografi dengan LiDAR, rezonasi tata kelola air, pembangunan infrastruktur pendukung, dan monitoring tata kelola air. “Juga menjaga keamanan areal dari pihak-pihak yang tak bertanggungjawab.”

 

Exit mobile version