Mongabay.co.id

Pusat hingga Daerah Perlu Sinergi Tekan Emisi Karbon

Sungai di Desa Air Ketok, Muntok, Bangka, yang dulu jernih kala ada tambang timah jadi keruh dan rusak. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

Indonesia sangat rentan terkena dampak perubahan iklim jadi perlu ada sinergitas lintas sektor termasuk, pemerintah daerah, dalam pengurangan emisi karbon, baik sektor lahan, energi, industri, dan lain-lain. Begitu juga pengarusutamaan informasi terkait perubahan iklim baik di tingkat pusat, daerah, hingga tapak perlu ditingkatkan.

”Komitmen Indonesia menurunkan emisi sangat kuat. Yang paling penting semangat daerah mengarusutamakan perubahan iklim dalam rencana kerja pemerintah tahun 2018,” kata Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pembukaan Festival Iklim 2018, di Jakarta, Rabu (16/1/17).

Pemerintah, katanya, berupaya mitigasi dan adaptasi melindungi lahan berstok karbon tinggi, seperti hutan tropis, mangrove dan lahan gambut. Meski demikian, komitmen ini hanya akan menguap jika tak didorong implementasi konkrit di lapangan. Untuk itulah, penting keseriusan semua pihak terutama pemerintah daerah dengan memasukkan perubahan iklim dalam rencana kerja.

Target penurunan emisi karbon Indonesia, berdasarkan National Determined Contributions (NDC) menyebutkan,  komitmen nasional dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), terbagi di kehutanan (17,2%), energi (11%), pertanian (0,32%), industri (0,10%), dan limbah (0,38%).

Acara ini dihadiri Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Airlangga Hartanto, Menteri Perindustrian, Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Ignatius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan dan Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri pun memberikan pidato singkat melalui video.

Jonan mengatakan, implementasi bauran energi atau energi miks baru 12%, memiliki target bauran energi 23% energi terbarukan pada 2025 sesuai kebijakan energi nasional.

Target itu,  katanya, akan terealisasi dengan peningkatan potensi tenaga air, panas bumi, tenaga surya dan bioenergi. ”PLTS (tenaga surya) juga makin kompetitif,” katanya.

Kini, ESDM sudah mendorong Pertamina membangun kilang minyak dengan standar tinggi, Euro4, tetapi ditekan menuju Euro5. Proyek pertama di Balikpapan, bakal meluas secara bertahap.

”Kita push ke situ (Euro 5) untuk memkampanyekan penggunaan bahan bakar dengan emisi yang baik,” katanya.

Airlangga mengatakan, mendorong menuju industri hijau. Komitmen implementasi penurunan emisi sektor perindustrian, katanya,  akan tercapai dengan tetap memperhatikan pertumbuhan industri sebagai tulang perekonomian yang menyerap tenaga kerja.

”Pencapaian juga perlu dilakukan dengan menekan emisi gas rumah kaca, misal, dengan produksi produk ramah lingkungan,” katanya.

Guna meningkatkan daya saing dan efisiensi produksi, kata Airlangga, pencapaian prinsip industri hijau, sudah menghemat energi setara 2,8 triliun pertahun. Penghematan air setara 96 miliar pertahun, dari 34 perusahaan pada industri semen, pupuk, besi baja, keramik, pulp, kertas, gula dan tekstil.

Kini, Kemenperin membuat pedoman teknis penurunan energi dan sistem pelaporan GRK yang terintegrasi dengan sistem pelaporan terintegrasi nasional  atau Sistem Informasi Industri Nasional (Sinas).

Tak ketinggalan dari Kementerian Desa. Eko mengatakan, pada tingkat tapak, akan menginformasikan lebih luas kepada warga khusus desa di sekitar hutan.

”Dampak dari perubahan iklim paling dirugikan adalah masyarakat miskin di desa.”

Dia mengatakan, hingga kini Kemendes dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah membentuk Desa Mandiri Peduli Api untuk meminimalkan kebakaran hutan dan lahan. Tak hanya itu, integrasi perhutanan sosial pun dapat didorong dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

Keterangan foto utama: Tambang timah di Bangka. Penghancuran hutan untuk kebun, tambang dan lain-lain sebagai satu penggerak besar pelepasan emisi karbon di Indonesia. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version