Mongabay.co.id

Konsumsi Makan Ikan Per Kapita Didorong Capai 50 Kilogram, Caranya Bagaimana?

Kekayaan sumber daya ikan yang masih melimpah di laut Indonesia, akan terus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat. Salah satunya, adalah untuk kebutuhan konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang dinilai masih belum ideal. Untuk itu, Pemerintah Indonesia terus menggerakkan kampanye gemar makan ikan di seluruh Negeri.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis data terbaru pada 2017 yang menyebutkan bahwa konsumsi ikan oleh masyarakat sudah mencapai sudah mencapai angka 43 kilogram per kapita per tahun. Angka tersebut, akan terus digenjot naik hingga mencapai 46 kilogram per kapita per tahun pada 2018 dan 50 kilogram per kapita per tahun pada 2019. Hal itu ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, pekan lalu di Jakarta.

baca : Indonesia Kaya Ikan, Tapi Warganya Rendah Konsumsi Ikan. Kenapa?

Menurut Susi, kebiasaan masyarakat untuk makan ikan dalam keseharian, akan bisa meningkatkan kemampuan kecerdasan dan juga kesehatan fisik. Kelebihan tersebut, bisa didapat melalui ikan yang harganya masih cukup terjangkau di pasaran. Agar konsumsi ikan terus naik, pihaknya terus mendorong masyarakat melalui berbagai program.

“Kita ini memerlukan nutrisi dan kecerdasan intelektual yang baik dengan memulai kebiasaan yang baik, yaitu makan ikan, karena kandungan nutrisinya jauh lebih sehat dibanding jenis protein hewani lainnya,” ujar dia.

 

Salah satu olahan ikan. Foto : biutiva

 

Susi memberi contoh, di antara orang pintar yang ada di Indonesia, sebagian besar adalah karena mereka memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi ikan sejak dini. Kebiasaan baik tersebut, harus diikuti oleh masyarakat Indonesia, terutama anak-anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa di masa mendatang.

Pentingnya anak-anak mengonsumsi ikan, menurut Susi, karena ikan mengandung omega yang terbukti sangat bagus untuk pertumbuhan otak. Dengan demikian, harapan untuk meningkatkan intelegensia anak Indonesia, bisa diwujudkan melalui konsumsi ikan.

“Jadi, minat masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi ikan dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Selama periode waktu tersebut, konsumsi ikan secara nasional mengalami kenaikan sangat banyak hingga mencapai 1,2 juta ton. Capaian tersebut, menunjukkan kalau kampanye makan ikan di seluruh Nusantara mulai memperlihatkan hasil,” jelas dia.

baca : Masyarakat Indonesia Semakin Suka Makan Ikan?

Susi menyebutkan, dibandingkan sekarang, konsumsi makan pada 2014 masih jauh tertinggal, karena saat itu rerata per kapita konsumsi ikan baru mencapai 38,14 kilogram. Namun, angka tersebut perlahan meningkat hingga mencapai 43,94 kilogram per kapita pada 2017.

 

Seorang warga Pulau Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulut, menggigit ikan hasil tangkapannya dalam acara manam’mi pada Sabtu (21/5/2016). Manam’mi merupakan acara menangkap ikan secara tradisional. Foto : Themmy Doaly

 

“Itu kenaikannya 5 kilogram lebih, kalau dihitung dengan kali 250 juta penduduk Indonesia, itu sudah didapat 1,2 juta ton lebih. Itu kenaikannya,” ucap dia.

Dengan kenaikan 1,2 juta ton konsumsi ikan, Susi menyebutkan, nilainya sudah setara dengan angka USD1,2 miliar. Angka tersebut, didapat dari ikan yang berasal dari sektor perikanan budidaya dan perikanan tangkap.

Perhitungan angka USD1,2 miliar itu, kata Susi, mengacu pada angka ikan sebanyak 1 juta ton yang nilainya setara USD1 miliar atau ekuivalen dengan Rp1,6 triliun jika dihitung dengan kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.500.

“Angka tersebut akan meningkat lebih banyak lagi jika konsumsi cumi dan udang ikut dihitung,” ungkap dia.

baca : Kala Presiden RI Cari Koki untuk Makan Ikan

 

Timur dan Barat

Di sisi lain, meskipun konsumsi ikan naik, hingga saat ini masih ada kesenjangan angka konsumsi ikan yang dilakukan masyarakat Indonesia di wilayah bagian barat dengan timur. Dari data KKP, diketahui kalau angka konsumsi ikan di Indonesia Timur sudah mencapai rerata 40-50 kilogram per kapita. Sementara, di Indonesia Barat, angka konsumsi ikan masih di kisaran 26,2 kilogram per kapita.

Kesenjangan yang masih terjadi tersebut, menurut Susi, diharapkan bisa teratasi jika industri perikanan nasional bisa menyasar semua lapisan masyarakat tanpa kecuali. Jangan sampai, industri perikanan nasional yang sekarang sedang digenjot, hanya fokus pada peningkatan ekspor produk perikanan dan neraca perdagangan saja.

“Kita berharap, kemanfaatan yang diperoleh dari perkembangan industri perikanan nasional tidak hanya dinikmati oleh pengusaha tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” ujar dia.

baca : Prihatin Konsumsi Ikan Rendah, KKP Gencarkan Lagi Gerakan Makan Ikan

Masakan olahan dari fillet ikan dori. Foto : littlerocksoiree.com/Mongabay Indonesia

 

Melalui industri perikanan nasional, Susi menyebut, harapan untuk terciptanya kemudahan akses sumber daya ikan oleh masyarakat terus didorong bisa terwujud. Harapan tersebut, juga didorong pada kenyataan bahwa Indonesia adalah negara pulau yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Fakta tersebut, menjadi motivasi untuk terus meningkatkan konsumsi ikan sebagai bagian dari peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Susi mengatakan, Indonesia telah mengamankan perikanan tangkap dari campur tangan asing dengan menutup investasi asing di sektor perikanan tangkap melalui Peraturan Presiden No.44/2016. Kebijakan tersebut, diharapkan ikut memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan ikan dengan harga yang layak.

“Namun sektor pengolahan masih terbuka hingga 100% bagi investasi asing. Pemerintah juga terus mendorong pertumbuhan industri pengolahan dalam negeri untuk berkembang. Pemerintah berharap agar peningkatan ekspor tak hanya terjadi pada komoditas bahan baku, tetapi juga produk olahan perikanan,” tutur dia.

Sebelum ada klaim dari Susi, KKP pernah menyebutkan bahwa konsumsi ikan di masyarakat masih harus ditingkatkan lebih jauh lagi. Hal itu, karena ikan bisa menjadi sumber protein yang relevan untuk mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

“Selain itu, ikan juga harganya lebih murah dan bisa didapatkan dengan mudah di seluruh Nusantara. Sekarang juga distribusi ikan sudah terus diperbaiki,” ungkap Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Nilanto Perbowo.

Menurut Nilanto, dengan mengonsumsi ikan, masyarakat bisa ikut meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat berbasis pada kelautan dan perikanan. Karenanya, jika konsumsi ikan nasional meningkat, ini dapat menjadi penghela industri perikanan nasional.

Nilanto mengungkapkan, dengan potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia sekarang, itu juga bisa dimanfaatkan untuk mendorong perluasan dan kesempatan kerja, serta meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan bagi masyarakat.

Untuk itu, perlu didorong minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan hingga lebih memasyarakat. Salah satunya caranya, kata Nilanto, yaitu melalui program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) yang sudah dicanangkan oleh Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada 4 April 2004.

“Gerakan ini untuk membangun kesadaran gizi individu maupun kolektif masyarakat agar gemar mengonsumsi ikan. Gerakan ini melibatkan seluruh komponen atau elemen bangsa. Ini bukan hanya menjadi tugas KKP saja, tetapi juga menjadi tugas seluruh komponen institusi, lembaga, dan masyarakat,” ucap dia.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti memotong ikan segar dalam acara pasar ikan murah sebagai bagian dari Gerakan Masyarakat Makan IKan (Gemarikan) di Jakarta, Minggu (27/06/2016). Foto : Humas KKP

 

Lebih lanjut Nilanto mengatakan, hingga saat ini Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi pada Balita yang tersebar di seluruh daerah. Berdasarkan Global Nutrition Report yang dirilis pada 2014, sebanyak 37,2 persen Balita mengalami pertumbuhan kerdil (stunting), 12,1 persen pertumbuhan kurang dari standar usianya (wasting) dan 11,9 persen mengalami kelebihan berat badan (overweight).

 

Rumah Tangga

Untuk bisa mewujudkan target Pemerintah Pusat dalam konsumsi ikan di masyarakat, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merangkul ibu-ibu rumah tangga. Hal itu diusulkan Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto.

Menurut dia, ibu rumah tangga dalam keseharian selalu memegang peranan penting dalam memilih dan mengolah bahan makanan yang akan disajikan sebagai bahan santapan keluarga. Karena itu, dia meminta ibu-ibu rumah tangga di seluruh Indonesia untuk mengurangi konsumsi makanan berbahan dasar impor.

“Kita mengajak ibu-ibu untuk menyajikan menu makanan ikan di rumahnya. Tahu misalnya, perlu kita kurangi karena itu komponen impornya 99 persen. Makan kecap, kecap itu juga impor. Jadi budaya ini harus kita mulai dari ibu-ibu,” kata dia.

Selain mengonsumi ikan, Rifky mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk bisa kreatif mengolah makanan dari bahan ikan. Dengan demikian, anggota keluarga yang mengonsumsi ikan tidak akan merasa bosan dan justru akan semakin tinggi minatnya.

“Mari kita ciptakan menu-menu baru. Ikan itu kalau di rumah biasanya hanya digoreng, maka ayo kita ciptakan menu-menu baru yang membuat resep ikan bervariasi. Di Jambi dan Riau misalnya, itu masakan ikan variannya luar biasa, juga di Lubuk Linggau, Bengkulu, Palembang,” imbuh dia.

Menurut Rifky, kreasi seperti itu yang perlu didorong di Pulau Jawa yang konsumsi ikannya paling rendah, di mana hampir 60 persen atau 250 juta penduduk Indonesia berada.

“Pemerintah daerah juga diharapkan secara rutin datangkan ahli gizi ke sekolah-sekolah. Ajarkan manfaat dan pengolahan ikan-ikan, boleh lele, bandeng, patin, nila, atau ikan mas, atau boleh apa saja, yang penting ikan,” tandas Rifky.

 

Exit mobile version