Mongabay.co.id

Warga Pati Tolak Perusahaan Tambang Eksploitasi Karst di Kayen

Para perempuan Kendeng aksi di lokasi pertambangan kapur di Kayen, Pati. Pertambangan mengancam tiga sumber air besar di daerah itu Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

Izin ke perusahaan tambang untuk mengeruk karst Pegunungan Kendeng,  terus keluar dari pemerintah daerah. Wargapun protes karena khawatir sumber hidup mereka terancam.

Setelah protes dan gugatan warga terhadap perusahaan pertambangan PT Sahabat Mulia Sakti di Pati dan PT Semen Indonesia, di Rembang, kali ini, ratusan warga tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menolak pertambangan batu gamping CV Berkah Alam Asri di Desa Slungkep, Kecamatan Kayen, Pati, Jawa Tengah.

Pada Minggu, (21/1/18), pukul 9.00 pagi, ratusan warga mayoritas perempuan dan anak muda Kendeng aksi damai di lokasi penambangan. Warga membentangkan spanduk-spanduk berisi pesan penolakan.

“Jangan Biarkan Kendeng Terus-Terusan Dirusak. ” “Tambang Ini Disegel Rakyat.”

Warga Kayen khawatir, tiga sumber air mereka terancam, yakni, sumber Wungu, Mangin I dan Mangin II.

Murtiwi,  warga Desa Jimbaran, Kayen mengatakan, pegunungan Kendeng lebih sesuai jadi wisata pendidikan, spiritual, ekowisata dan agrowisata.  Ada tambang, katanya,  bikin banyak bencana dan merusak Pegunungan Kendeng.

“Aktivitas pertambangan mengancam tiga sumber air besar di Pegunungan Kendeng. Sumber air itu untuk kebutuhan harian warga,”  katanya, kepada Mongabay.

Sudarmini,  warga Desa Brati, Kayen, mengatakan, pertambangan tak akan membawa kemakmuran bagi rakyat. “Tambang hanya bawa bencana ekologi, ketika terjadi bencana besar, rakyatlah yang menjadi korban,” katanya.

Hari itu, di lokasi, tak ada aktivitas pertambangan. Sebuah papan menempel di pohon bagian depan pertambangan. Tertulis CV Berkah Alam Asri,  memiliki izin usaha pertambangan operasi produksi batuan (batu gamping) Nomor 543.32/1062 tahun 2016.

Menurut Suharno, mewakili JMPPK, tak pernah ada sosialisasi soal penambangan ini. Tak ada izin lingkungan disampaikan kepada warga sekitar. Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan di Pati, katanya, tak transparan terhadap kehadiran pertambangan.

Padahal,  masyarakat rentan terhadap dampak pertambangan, mulai hilang sumber air, polusi udara, jalan rusak dan kebisingan.

“Kami tegas menolak pertambangan di Pegunungan Kendeng. Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, harusnya pemerintah Pati dan Jawa Tengah tahu itu,” kata Harno.

Harno bilang, di sekitar pertambangan, ada kawasan wisata seperti Bukit Kandangan, Lorodan Semar dan situs-situs sejarah. Penambangan, katanya, hanya akan membuat banyak bencana dan merusak fungsi Pegunungan Kendeng.

Penambangan batu kapur, katanya,  akan mengakibatkan debit mata air berkurang dan rentan krisis air.

Soal izin usaha pertambangan CV Berkah Alam Asri, kata Harno, merupakan bagian dari perusakan lingkungan berbungkus berbagai peraturan.

Dia mengatakan, pada 2 Agustus 2016, JMPPK bertemu Presiden. Dalam pertemuan itu, warga dan Presiden sepakat membuat KLHS untuk Pegunungan Kendeng. Selama proses KLHS, tak boleh mengeluarkan izin apapun.

“Saat ini KLHS masih berlangsung. Seharusnya, Dinas ESDM Jateng mengambil keputusan mempertimbangkan asas kehati-hatian, bukan gegabah mengeluarkan izin untuk pertambangan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan.”

Warga, katanya, berulang kali mengingatkan dampak pertambangan, dari mulai audensi 21 Juli 2017 di Polres Pati dan ditemui Dinas ESDM, Dinas lingkungan hidup, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pati, Kanit II Polres Pati. Lalu 27 Juli 2017, audensi di Kantor Gubernur Jawa Tengah. Pada 28 Oktober 2017,  para pemuda kampanye lingkungan di lokasi tambang, 8 November 2017 aksi dan audensi di  DPRD Pati.

“Sampai saat ini penambangan masih terus berjalan dan belum ditindaklanjuti sama sekali oleh pihak-pihak terkait.”

Secara terpisah,  Heri Priyanto dari Dinas Lingkungan Hidup Pati mengatakan, dalam kesepakatan tertulis antara dinas dengan Subagya selaku pemilik CV Berkah Alam Asri, ketika selesai penambangan sanggup reklamasi bekas tambang.

“Akan ada reklamasi yang dilakukan perusahaan. Ada dana jaminan reklamasi perusahaan,” katanya.

Agus Dwi Suryono dari Dinas ESDM Jawa Tengah mengatakan, IUP operasi produksi keluar karena sudah mendapat rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pati dan permohonan izin dipermudah bagi siapapun yang memohon.

Menurut Harno, pemerintah terlihat tak peduli ancaman sumber air hilang. Bahkan,  kajian BLH Pati dalam memberikan izin lingkungan, katanya, tak mempertimbangkan polusi, sumber air hilang dan dampak pertanian warga.

Alasan mereklamasi bekas tambang,  sebagai alasan memudahkan permohonan izin, kata Harno,  menunjukkan ketidaktahuan aparat pemerintah itu. “Reklamasi tambang, tak mengembalikan fungsi karst di Kendeng.”

Dia sebutkan, beberapa desa di Kecamatan Kayen,  rawan banjir bandang ketika musim penghujan. Kalau kemarau, muncul  debu dari penambangan dan sangat mengganggu warga sekitar.

Harno bertekad, mengajak warga lain bergerak bersama-sama menjaga dan melestarikan alam di Pegunungan Kendeng.

“Tujuan kami masa depan anak cucu terselamatkan dari bencana.

Sikap dan tekat kami sama, Pegunungan Kendeng wajib dilindungi dan dilarang untuk tambang,” kata Harno.

Keterangan foto utama: Para perempuan Kendeng aksi di lokasi pertambangan kapur di Kayen, Pati. Pertambangan mengancam tiga sumber air besar di daerah itu Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version