Mongabay.co.id

Kawasan Strategis Nasional Harus Selaras dengan Perencanaan Laut, Kenapa?

Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang tersebar pada 76 kawasan, didorong bisa berakselerasi dengan perencanaan spasial sebagai landasan operasional melaksanakan berbagai program pembangunan dan pengembangan kawasan yang ada di laut dan sekitarnya. Karena dari 76 KSN yang ada, 36 KSN dipastikan bersinggungan langsung dengan wilayah laut.

Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong 36 KSN tersebut segera dilakukan kajian dan dibuatkan regulasi seperti Peraturan Presiden (Perpres), karena KKP menilai 36 KSN tersebut memiliki keunikan yang berbeda, tetapi berperan penting bagi Indonesia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi menjelaskan, selain mendorong akselerasi KSN, pihaknya juga mendorong terwujudnya KSN Tertentu (KSNT) yang ada di Indonesia. Dari 36 KSN yang ada, KKP mendorong terbentuknya 7 KSN dan 20 KSNT pada 2018, yang nantinya akan diperkuat regulasi seperti Perpres.

“Kita mendorong untuk segera menyelesaikan KSN dan KSNT yang disebut tadi pada tahun ini. Kawasan-kawasan tersebut berlokasi di pulau-pulau kecil terluar atau PPKT,” ujar dia di Jakarta, pekan lalu.

baca : Komitmen Pembangunan Pesisir dan Pulau Kecil Diragukan, Kenapa Bisa Terjadi?

 

Ini adalah kawasan pesisir Pandan.Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil Sumatera Utara, jangan sampai merusak ruang kelola nelayan tradisional dan masyarakat pesisir. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Yang dimaksud dengan KSN, kata Brahmantya, adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunya pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya, dan atau lingkungan. Termasuk di dalamnya wilayah yang sudah ditetapkan sebagai warisan dunia serta pendayagunaan sumberdaya alam dan atau teknologi tinggi.

Sedangkan KSNT, lanjut Brahmantya, adalah suatu kawasan dalam lingkup wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dipandang memiliki nilai-nilai strategis tertentu, dimana pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional yang berfungsi untuk pertahanan keamanan, kesejahteraan, dan lingkungan.

baca : Indonesia Hadapi Tantangan Besar Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, Seperti Apa?

Untuk mewujudkan pembentukan KSN dan KSNT, KKP membentuk tim yang dibantu perguruan tinggi di berbagai kota di Indonesia. Pembentukan tim dimaksudkan untuk menyusun Rencana Zonasi Kawasan Strategsi Nasional (RZ KSN). Adapun, untuk tahap pertama, KKP membentuk lima tim dengan dibantu lima perguruan tinggi, yaitu:

  1. Institut Pertanian Bogor untuk Penyusunan RZ KSN Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo (Mebidangro);
  2. Universitas Dipenogoro Semarang untuk Penyusunan RZ KSN Kawasan Perkotaan Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, dan Purwodadi (Kedung Sepur);
  3. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya untuk Penyusunan RZ KSN Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertasusila);
  4. Universitas Hasanuddin Makassar untuk Penyusunan RZ KSN Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata); dan
  5. Universitas Mataram untuk Penyusunan RZ KSN Bima.

baca : Dokumen KLHS Zonasi Pesisir Sulsel Rampung Ditengah Polemik. Bagaimana Tanggapan Aktivis?

 

Kondisi kawasan mangrove di Pesisir Pantai Utara, Desa Mayangan, Kecamatan Legon Kulon, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Abrasi dan banjir rob merupakan persoalan yang dihadapi masyarakat pesisir. Akibat degradasi hutan mangrove telah menimbulkan perubahan lingkungan. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Selain penyusunan RZ KSN, Brahmantya menyebutkan, pada waktu bersamaan KKP juga fokus untuk menyusun Rencana Tata Ruang Laut (RTRL) seperti Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN), Rencana Zonasi KSNT, Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ Teluk, Selat, dan Laut), dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).

“Semua rencana itu sudah ada dalam Perpres No.16 /2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia,” ungkap dia.

baca : Mangrove yang Tak Lagi Melindungi Masyarakat Pesisir Karawang

 

Dokumen Perencanaan

Lebih lanjut Brahmantya mengatakan, RZ KSN disusun untuk menentukan arahan pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional. Dalam penyusunan, dia memastikan bahwa RZ KSN tidak akan bisa lepas dari dokumen perencanaan lain yang sudah dan akan ada.

“Untuk itu, sinkronisasi dan harmonisasi antara RTR KSN dengan RTRW maupun dokumen perencanaan lain RZWP3K Provinsi merupakan suatu keniscayaan,” tegasnya.

Saat ini terdapat lima provinsi yang sudah menetapkan peraturan daerah (Perda) tentang RZWP3K, yaitu Sulawesi Utara (Sulut), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Barat (Sulbar), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dalam melakukan sinkronisasi dengan provinsi, Brahmantya mengungkapkan akan dibahas berbagai permasalahan penting dan strategis nasional, maupun aspek pengelolaan di KSN tersebut. Untuk hal itu, Menteri terkait hanya berwenang pada aspek yang bernilai penting dan strategis saja, sementara yang lainnya akan diharmonisasikan dengan Pemprov setempat.

Selain upaya harmonisasi, Brahmantya mengingatkan bahwa RZ KSN juga akan fokus pada reposisi nelayan sebagai aspek yang penting diperhatikan dalam RZ KSN. Upaya reposisi yang dilakukan dengan memberi jaminan kehidupan sosial ekonomi yang maju dan modern kepada nelayan dan menyediakan ruang penghidupan dan akses kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan kecil di wilayah perairan.

“Kita bermaksud untuk mengakomodir semua kepentingan dan bisa berjalan selaras dalam mendukung kepentingan Bangsa dan Negara. Ini sesuai dengan amanat UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam,” tegasnya.

baca : Perempuan Pesisir Perkotaan Rentan Terdampak Perubahan Iklim

 

Sejumlah nelayan melakukan penanaman mangrove di sepanjang pesisir Lantebung, Makassar, Sulsel. Sekitar 20 ribu bibit mangrove yang ditanam hari melengkapi sekitar 80 ribu pohon mangrove yang sudah ditanam sejak 2010 lalu. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menjelaskan, sejak KSN diluncurkan pada 2008, KKP terus berjuang untuk menyamakan persepsi tentang pengelolaan dan perencanaan yang ada di sekitarnya dengan wilayah laut, karena ruang laut memiliki pengaruh sangat besar dalam pembangunan nasional.

Dia mencontohkan, salah satu kasus yang sedang ramai sejak beberapa tahun terakhir, adalah pembangunan pulau-pulau di kawasan perairan Teluk Jakarta yang masuk wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kasus tersebut, bukan saja berdampak di kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya saja, tetapi juga secara nasional.

“Regulasi zonasi itu penting dan harus ada. Itu untuk akselerasi dengan pembangunan nasional yang sudah ada,” ujarnya.

Suharyanto menuturkan, untuk pembentukan KSN, KKP sebenarnya mengusulkan pembentukan minimal 10 kawasan pada 2018 ini. Tetapi, dengan berbagai pertimbangan dan pendanaan, pembentukan KSN dilakukan secara bertahap dan tahun ini direncanakan ada di 5 lokasi.

“Tahun lalu, kita juga sudah bentuk KSN di kawasan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur) dan BBK (Bangka, Bintan, dan Karimun). Untuk tahun ini, kita berharap kelima KSN yang sedang dikaji akan bisa disahkan melalui Perpres,” harapnya.

Untuk mengejar target itu, KKP berharap kelima kajian untuk KSN sudah bisa dilimpahkan dan dibahas di Kementerian Hukum dan HAM, sebelum dibuatkan Perpres secepatnya.

Berkaitan dengan pembuatan perda zonasi yang berpengaruh pada RZ KSN, Suharyanto menyebutkan bahwa dari semua provinsi, baru lima provinsi yang sudah memilikinya. Kemudian, pada 2018 diharapkan 13 provinsi bisa menyelesaikan pembuatan perdanya dan sisanya paling lambat harus sudah selesai pada akhir 2018.

baca : Ketika Tambang Nikel Hadir, Batubara Ancam Laut dan Udara Kabaena

 

Para nelayan di Takalar mengeluhkan sudah meradakan dampak dari penambangan pasir laut dengan hilangnya cumi-cumi dan kurangnya tangkapan ikan katombo yag dulunya banyak ditemukan di perairan tersebut. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Sisi Darat

Guru Besar Kelautan dan Pesisir Institut Pertanian Bogor (IPB) Dietriech Geoffrey Bengen pada kesempatan sama mengatakan, Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyelesaikan pembuatan Perpres untuk 7 KSN. Akan tetapi, dari Perpres yang terbit itu, tak satupun membahas tentang wilayah laut yang justru mendominasi wilayah NKRI.

“Tapi, Perpres yang sudah terbit tersebut hanya mengatur sisi daratnya saja. Dan sekarang, sedang diatur untuk sisi lautnya. Itu untuk pertahanan keamanan, lingkungan hidup, masyarakat, dan juga ekonomi nasional,” jelas dia.

Dietriech menambahkan, dalam melakukan kajian untuk pembentukan wilayah KSN dan KSNT, Pemerintah sebaiknya selalu melibatkan perguruan tinggi. Keterlibatan mereka, untuk memperjelas wilayah mana yang layak dan tidak untuk dijadikan KSN dan KSNT.

Agar keberadaan KSN nantinya bisa bermanfaat banyak, Dietriech berharap, Pemerintah melakukan sinkronisasi dengan baik bersama Pemprov yang sudah memiliki perda zonasi. Tujuannya, agar KSN bisa memberi kehidupan lebih baik secara ekonomi dan budaya di masyarakat Indonesia.

“Keberadaan KSN ini nantinya semoga bisa meningkatkan investasi di daerah. Itu bagus untuk perekonomian lokal dan juga nasional,” pungkas dia.

 

Exit mobile version