Mongabay.co.id

Produsen dan Konsumen Mari Sama-sama Tanggung Jawab Tangani Sampah

Pantai Kampung Beru, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, selama ini dipenuhi sampah yang berasal dari limbah masyarakat dan terbawa arus dari laut lepas. Padahal pantai ini ternyata merupakan salah satu tempat pendaratan penyu untuk bertelur. Foto: Wahyu Chandra

 

 

Di negeri ini, tak jadi hal aneh kala melihat orang seenaknya melempar plastik berisi sampah ke sungai maupun laut. Atau pengemudi mobil, motor, seenaknya melempar sampah botol, plastik dan lain-lain ke jalanan tanpa sungkan. Kesadaran masyarakat masih terbilang minim.

Mereka seakan tak tahu atau tak peduli kalau sampah merupakan masalah serius yang berdampak langsung kepada lingkungan, juga kesehatan manusia. Penanggulangan sampah dengan mendaur ulang, reuse, reduce, recycle (3R) dianggap tak cukup dalam penyelesaian masalah. Untuk itu, perlu peran aktif produsen sampai konsumen.

”Saya gunakan produk kosmetik yang kalau sudah habis pakai,  sampah bisa dikembalikan ke toko. Saya dapat poin, saya bisa mengurangi sampah, sekaligus peduli lingkungan,” kata Maria, karyawan swasta di Jakarta.

Maria mengacu pada produk-produk dari Body Shop, yang membawa pesan lingkungan, seperti gunakan bungkus atau tas dari kertas recycle, anti tes pakai hewan sampai kemasan bekas yang berpoin kalau konsumen kembalikan lagi ke konter ini.

Setahu Maria, masih sedikit produsen yang mempunyai kepekaan tanggung jawab terhadap sampah produk mereka.

Dia berharap,  langkah ini bisa jadi budaya bagi pelaku usaha lain hingga produsen lebih bertanggung jawab atas produksi mereka dengan melakukan tanggung jawab produsen (extended produsen responsibility/EPR).

”Kalau tidak begini, orang sering gak mau effort padahal untuk lingkungan sendiri.”

Suzy Hutomo, Executive Chairwoman The Body Shop Indonesia mengatakan, telah menerapkan EPR dengan mengelola lebih 100 cabang toko, dengan program bring back our bottle (BBOB).

Dalam satu tahun, Body Shop bisa mendapatkan 1,2 juta kemasan dari konsumen. Guna menarik minat masyarakat, katanya, dengan memberikan poin pada setiap kemasan kembali.

Perluasan EPR bisa jadi salah satu upaya pemenuhan target Indonesia dalam menurunkan sampah.  Rosa Vivien Ratmawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Bahan Beracun Berbahaya (B3), dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, tahun 2025, Indonesia harus mengurangi sampah hingga 30%.

Tahun ini, diperkirakan ada 66,5 juta ton sampah dengan target pengurangan 12 juta ton (18 %) dan penanganan 48,5 juta ton (73%). Pengurangan sampah, katanya,  terus meningkat jadi 70,8 juta ton tahun 2025. Rinciannya, 30% target pengurangan (20,9 juta ton) dan 70% penanganan sampah (49,9 juta ton).

Pemerintah, katanya, serius mengolah dan pengawasan sampah dengan menyiapkan regulasi, sarana dan prasarana dan bekerja sama dengan masyarakat peduli sampah.

 

Bermacam jenis sampah. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, sudah ada regulasi sampah, yakni UU No. 18/2008 soal Pengelolaan Sampah melalui Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Sampah Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

”Masih banyak pola pikir tangani sampah dengan kumpul, angkut, buang, tanpa dikelola lebih lanjut hingga jadi sulit,” katanya, pekan lalu.

Dalam UU Pengelolaan Sampah, katanya, juga mengatur soal tempat pembuangan akhir (TPA), sekaligus sanksi.  Kalau TPA menimbulkan pencemaran, bahkan korban jiwa maka pengelola dapat dipidana.

KLHK, kata Vivien,  mendorong aturan di pemerintah pusat ditindaklanjuti daerah.

Dia mengimbau, masyarakat ikut andil dengan langkah-langkah kecil sehari-hari, seperti membawa botol minum sendiri, tak pakai sedotan plastik dan bawa kantong belanja sendiri.

Dari komunitas ataupun lembaga swadaya masyarakat, katanya, diharapkanikut kampanye ini, begitu pula pemerintah pusat dan daerah.

 

***

Hari Peduli Sampah Nasional jatuh tiap 21 Februari.  Pada HPSN 2018 ini, akan mengumpulkan pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi mensinergikan peran pusat dan daerah.

Pemerintah, katanya, juga menyiapkan regulasi soal cukai kantong plastik dan mekanisme EPR. ”Kita dorong penyusunan peta jalan EPR dan siapkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” katanya.

Vivien mengatakan, kampanye pengurangan sampah penting, tak hanya mengajak masyarakat tak sembarangan buang sampah, juga ajakan memandang sampah secara ekonomi.

Saraswati Putri, Dosen Ilmu Filsafat Lingkungan Universitas Indonesia menyebutkan, kerja penyelamatan lingkungan tak bisa sendirian dan memerlukan waktu panjang.

“Masyarakat perlu diajak menjadi konsumen yang bertanggung jawab, dimana konsumsi-konsumsi yang mereka itu menimbulkan sampah.”

 

Foto utama: Pantai Kampung Beru, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, selama ini dipenuhi sampah yang berasal dari limbah masyarakat dan terbawa arus dari laut lepas. Padahal pantai ini ternyata merupakan salah satu tempat pendaratan penyu untuk bertelur. Foto: Wahyu Chandra/ Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version